Nataraja

Ghozy Ihsasul Huda
Chapter #182

Luntur Welase

"BOOM."

Sebuah dentuman keras mengawali hari ke-182 dharmayudha keempat diikuti dengan dentuman-dentuman keras lain yang disebabkan oleh benturan kekuatan penuh Ihsan dan Alim. Saat itu keduanya menggunakan potensi penuh atmasena mereka yang mulai saling serang dengan hal terbaik yang mereka miliki. Hal ini menimbulkan getaran-getaran keras di angkasa yang mulai meretakkan realita. Saat itu para pasukan hanya bisa melihat kedua pejuang itu saling melempar serangan sambil terus-menerus memperbanyak jumlah atmasena mereka seiring dengan benturan kekuatan yang terjadi. Hal yang tidak mereka ketahui adalah perasaan kedua pejuang yang sudah mendorong kewarasan mereka ke ujung tanduk dan suara tawa gila mereka yang ditutupi oleh bisingnya benturan serangan mereka serta air mata mereka yang sudah lama menguap akibat panasnya medan laga. Hari itu umat manusia harus menyaksikan sendiri tirai langit mulai terbuka karena dikoyak oleh kedua pejuang itu, memperlihatkan pemandangan yang tak seharusnya dilihat manusia, darisana orang-orang menyaksikan sekilas makhluk-makhluk yang berkilauan dengan wujud yang sungguh berbeda dari yang pernah dibayangkan umat manusia dan saat itu mereka seolah mencoba menutup tirai langit itu dengan tangan mereka.

Disaat yang sama seluruh Dunia saat itu menyaksikan sendiri celah-celah yang mulai menganga lebar di langit. Pemandangan yang meski indah dilihat dan penuh dengan warna tapi juga membawa ketakutan tersendiri akibat pertanyaan-pertanyaan yang timbul silih berganti dikepala mereka tentang status keberadaan mereka. Disaat itu Ikal sedang menemani Nita dan kedua adik perempuan Ihsan sambil mendoakan keselamatan anak pertama mereka yang sedang bertempur itu. Ikal yang mengetahui kenyataan bahwa Ihsan sedang berperang melawan seluruh Dunia mencoba menutup mulutnya rapat-rapat dan mengisyaratkan pada Fira agar juga diam agar sang ibunda tak semakin kebingungan dengan keadaan anak lelakinya yang saat itu dianggapnya sedang melawan musuh yang tak pernah mereka mengerti nun jauh di Ananta Sunyata sana. Sementara itu Tin yang sedang bersama kedua anak perempuannya didepan makam Khan yang juga merupakan suaminya, ibunda Alim yang juga tak diberitahukan tentang perang besar itu hanya bisa berdo'a tentang keselamatan Alim dan semua saudara-saudaranya tanpa paham apa yang terjadi. Saat itu gurat wajah khawatir dari dua ibu itu seolah menggambarkan kondisi jagat raya itu sendiri. Wajah yang lesu memikirkan putra mereka sendiri yang nyatanya sedang merobek-robek semesta itu sendiri. Wajah yang penuh air mata kekhawatiran tapi masih coba tersenyum untuk menghibur anak-anak mereka yang saat itu masih ada dihadapan mereka. Wajah yang indah namun menyiratkan pilu dan duka yang tak tertahankan selayaknya cahaya indah yang merebak dari langit yang mulai robek-robek akibat pertempuran putra sulung mereka.

...

Sementara itu di medan pertempuran. Ihsan dan Alim mulai melepaskan seluruh kekuatan mereka yang terus naik dan mendidihkan ruang dan waktu. Hujan tembakan bholenath mulai terjadi dan dibalas dengan rintik bola janardana yang berbenturan dengannya dan menciptakan ledakan yang meluruhkan realita. Rantai tanggungjawab mereka telah mengikat mereka sepenuhnya. Saat itu hati mereka sudah hancur lebur tapi tubuh mereka tetap bergerak untuk saling serang karena pikiran mereka sudah dipaku dengan kebenaran yang dilihat oleh mata mereka. Saat itu kedua ksatria itu bertarung bukan karena dendam, bukan karena mereka membenci, tapi untuk kebenaran yang mereka lihat dari sudut pandang berbeda.

...

"Bapak, bapaaak, bolehkah aku pelihara kucing kecil ini, kasian dia terlantar dijalan," ucap Ihsan kecil pada Ikal sambil membawa kucing kecil ditangannya.

"Boleh, tapi kamu sendiri yang kasih makan ya," ucap Ikal.

"Oke pak, eh kukasih nama siapa ya kucingku ini," ucap Ihsan.

"Kucingmu!!?, jangan aneh-aneh nak, kalau kucing itu lebih dekat sama kamu berarti dia kucingmu kalau lebih dekat dengan bapak atau ibumu maka itu kucing kami, kami yang kasih nama," ucap Ikal.

"Aaah pakkk, kok gituuu, kan aku yang nemu," ucap Ihsan.

"Binatang itu bakal nurut sama yang kasih makan, kalau mas Ihsan yang kasih makan dia bakal dekat sama mas Ihsan, kalau kami yang kasih makan akan dekat pada kami, adil dong kalau yang lebih sering kasih makan yang kasih nama, biar gampang manggilnya le," ucap Ikal.

Lihat selengkapnya