Hari ke-184 dharmayudha keempat. Ihsan dan Alim terus mengeluarkan segenap kuasa mereka untuk saling mengalahkan satu sama lain. Saat itu tembakan anak panah berlapis jurus dan elemental tertinggi mereka beradu dengan sangat ganas, saling menghujani satu sama lain dalam tempo yang sangat cepat dan efek yang begitu merusak sampai seluruh tatanan kosmik mulai kacau. Saat itu Dunia menyaksikan siklus penciptaan, pemeliharaan dan penghancuran yang begitu cepat sehingga rona langit terus berubah seolah menari dalam irama yang begitu cepat tanpa adanya jeda sedikitpun.
"Aku harus menang, aku harus menang, aku tak bisa membiarkan Dunia jatuh dalam kekacauan," pikir Alim.
"Apapun yang terjadi, aku harus berusaha sekuat tenaga untuk menang, aku tak sanggup melihat Dunia ini stagnan tanpa adanya perubahan positif yang nyata," pikir Ihsan.
Saat itu juga kedua pejuang itu mulai meningkatkan konsentrasi mereka untuk menyerap tenaga yogi yang juga mulai membuat regulasi energi pada alam semesta semakin cepat lagi dan semakin ganas lagi. Tatapan mata keduanya mengisyaratkan kesungguhan disebalik tawa mereka yang mereka gunakan untuk membunuh keraguan dihati mereka hanya untuk satu tujuan, menang.
Gemuruh suara menggelegar di angkasa bersamaan dengan menggulungnya Dunia itu sendiri saat kedua yogi terbaik mulai berada dalam konsentrasi tertinggi mereka dalam mengumpulkan setiap daya yang mereka bisa kumpulkan dan regulasi sebagai metode mereka meminta bantuan pada Tuhan melalui perantara semesta yang diciptakannya. Saat itu suara semesta mulai terdengar tenang dan sunyi namun gelombang energi yang benar-benar besar mulai dirasakan oleh seluruh makhluk hidup yang berada dalam semesta tanpa terkecuali. Hari itu tangan-tangan manusia mulai terangkat seraya berdo'a untuk keselamatan masing-masing dihadapan badai kosmik yang sedang menggulung tirai langit itu sendiri.
Kedua pejuang itu akhirnya membuka mata mereka yang membara dengan rona yang berbeda dan saat itu juga mereka menyisipkan energi kosmik yang begitu besar kedalam serangan mereka. Saat itu setiap panah yang mereka luncurkan kini seolah tumbuh menyesuaikan dengan karakteristik pengguna masing-masing, Ihsan yang saat itu mulai menggunakan ujung panah berisi awan jagatpati sementara Alim mulai mengubah penyusun anak panahnya menjadi bambu eraka. Pada awalnya para tentara tidak paham dengan keputusan mereka untuk menggunakan kemampuan transformasi pradhana untuk membuat sebuah amunisi yang mereka pikir kurang efektif itu namun begitu tembakan terjadi tiba-tiba saja hutan bambu eraka tumbuh dengan sangat cepat, mencuat memenuhi angkasa sementara dari sisi lain tembakan awan jagatpati memenuhi tempat itu dengan awan kosmik padat yang sangat ekspansif. Korban jiwa tak bisa dihindarkan, saat itu beribu pasukan harus meregang nyawa saat tubuh mereka tercerai-berai terkena eraka yang tumbuh dengan kecepatan absurd sementara yang lain harus remuk tak bersisa menahan tekanan ekspansi jagatpati yang sangat luar biasa.
"Arek-arek edaaan!!!!, selamatkan yang lain mas Steve, mas Lintang," teriak Yusuf sembari membuat tembok-tembok pelindung serta berbagai macam zirah untuk melindungi para perwira Harisena yang dia kenal dari dampak mengerikan itu.
Disaat yang bersamaan Steve dan Lintang juga melesat melindungi orang-orang yang mereka kira penting untuk diselamatkan hingga sampai saatnya Steve bertemu dengan Shafa yang terombang-ambing di antara kedua belah pihak bersama ayahnya. Saat itu Steve sempat kebingungan tentang apa yang harus dia lakukan, antara percaya akan keberpihakannya pada pasukannya atau tidak sampai akhir dia mendengar jeritan orang-orang lain yang membutuhkan sehingga akhirnya Steve mengambil keputusan secepatnya dengan memutuskan untuk percaya dan membagikan zirah ganapati miliknya pada sang ratu Jonggring Saloka agar hilang keraguannya dan bisa bergerak melindungi orang lain secepat yang dia bisa.
Sementara hal itu terjadi, zirah viranci mulai bergerak mengidentifikasi perwira Harisena yang belum mendapatkan perlindungan dan akhirnya membungkus badan mereka dalam zirah nanomekanik yang sangat kompleks yang membuat para perwira Harisena bukan hanya kembali bergerak namun juga memberikan perlawanan ditengah kekacauan yang mematikan itu.
Saat itu ditengah kekacauan Ihsan dan Alim berdiri tegak sembari terus meningkatkan kekuatan tempur mereka hingga akhirnya Alim mulai untuk menyatukan kekuatan dari dirinya dan atmasenanya yang saat itu mulai berputar bagai badai, mengirim energi yogi tepat ke tubuh Alim yang perlahan terlihat mulai memancarkan energi yang lebih ganas lagi lalu mulai berekspansi dengan wujud yang tak lagi normal bahkan untuk ukuran seorang mahamaharathi. Sang Hyang Wisnu saat itu telah mengambil rupa dengan beribu-ribu kepala dan beribu-ribu tangan dan tumbuh dalam ukuran yang tak lagi masuk diakal.