Nataraja

Ghozy Ihsasul Huda
Chapter #188

Tembang Asmoro

Hari ke-188 dharmayudha keempat. Dibawah senyuman Ihsan, Alim bergerak memeranginya bersama garuda dan shesha naga, saat itu keduanya mulai menari dibawah rembulan menunggu naiknya matahari. Begitu mentari naik lepaslah kekuatan merera. Tiupan angin dari Ihsan mulai terlepas dari tariannya sementara Alim menebasnya dengan percikan api nandaka yang juga diselingi jelaga. Saat itu rona merah nandaka terlihat mengejar langkah Ihsan dibawah sinar rembulan yang memudar bersama dengan terbitnya fajar.

"Ahh rembulan, indahmu selalu saja tertutup saat fajar tiba, padahal saat malam orang-orang tertidur nyenyak didalam peluk cahayamu, kapan kiranya kami bisa memahami keindahanmu kalau kau selalu menyembunyikan diri dibalik cahaya mentari dan hanya menampakkan diri saat kami menutup kelopak mata ini," gumam Ihsan sembari terus menghindari serangan Alim.

"Ini bukan waktumu berpuisi, fokus pada lawan yang ada didepanmu ini," ucap Alim.

"Benarkah kau lawanku, kalau benar begitu lantas mengapa kau memberitahuku," ucap Ihsan seraya memanjangkan khatvanga untuk menghantam sayap garuda.

Mendengar itu Alim terdiam sejenak lalu senyum tipis merekah dari wajahnya bersamaan dengan merekahnya cahaya matahari. Saat itulah api yang menyelimuti nandaka perlahan menjadi bersih dari jelaga yang sebelumnya mengikutinya disusul dengan sirnanya gelora apinya, menyisakan bara panas dan kilauan cahaya diatas nandaka. Saat itulah Alim berhenti mengayunkan pedangnya, terdiam sejenak diatas kepala ananta shesha sebelum menitikkan air matanya.

"Kenapa cak," tanya Ihsan dengan lembut.

"Kau ini kenapa sebenarnya, kenapa kau tak henti-hentinya membuat hatiku gundah, saat ini harusnya kau mengirisku dengan anginmu, tapi kenapa kau justru mengiris hatiku dengan perkataanmu, hari ini kau seharusnya jadi musuhku, jangan kau aduk hatiku dengan rasa sedih," teriak Alim.

"Hmm mungkin kau benar, mungkin itulah kelemahanku, aku kurang bisa mengerti siapa musuhku atau mungkin karena aku terbiasa hidup dibawah gelapnya malam sehingga tak bisa membedakan siapa kawan dan siapa lawan karena musuhku saat itu adalah kantuk tapi cak, benarkah kau musuhku," ucap Ihsan.

"Dasar bodoh, saat ini itulah faktanya, aku mengangkat pedang kearahmu, membakarnya dengan energiku dan kau masih berkata bahwa aku bukanlah musuhmu, setidaknya lihatlah aku sebagai lawanmu, setidaknya berusahalah untuk menang," teriak Alim.

"Ya mungkin itu istilah yang pantas, lawanku ya, kalau begitu aku memang harus menang tapi bagaimana caraku menang itulah yang masih menjadi sebuah pertanyaan," ucap Ihsan.

Lihat selengkapnya