Nataraja

Ghozy Ihsasul Huda
Chapter #203

Vidheshwara

Rabu, 30 Juli 2014 pukul 08.00 pagi hari. Diskusi berlanjut, setelah sebelumnya membahas mengenai rincian bagan pemerintahan serta penunjukan wakil pemimpin Dunia kini diskusi memasuki perancangan sistem peradilan serta orang-orang yang akan mengembannya.

"Izin menyampaikan pendapat Prabhu," ucap Yusuf.

"Oh silahkan Brahma, apa yang ada dipikiranmu mengenai sistem peradilan," ucap Ihsan sembari menatapnya dengan senyum lebar.

"Mak, ngapain anak ini menatapku begitu, ah biarlah udah kepalang tanggung, ngomong aja," pikir Yusuf.

"Jadi ini mengenai peradilan aku ingin berpendapat berdasarkan data yang kukumpulkan bahwasanya kita memerlukan sistem peradilan yang jujur dan transparan untuk mempermudah berjalannya sistem, lalu perlunya untuk meninjau ulang apa saja hukum yang perlu ditegakkan, selanjutnya adalah tingkat urgensinya untuk menentukan ditingkatan apa pelaku dan korban diadili, selanjutnya perlunya dibuat jajaran penegak hukum yang bisa dengan cepat menemukan data dan informasi mengenai suatu kasus agar lebih cepat diadili, lalu sebagai poin penjelas kita semua perlu memahami ranah peradilan dengan lebih baik, disini sejauh ini yang bisa dilakukan adalah mengadili mereka yang melanggar peraturan atau melakukan larangan sedangkan masih banyak nilai-nilai sosial yang dianggap abu-abu pada masyarakat, hal-hal menyangkut norma sosial, ketertiban, adat-istiadat setempat, dan lain-lain perlu mendapatkan kategorisasi tersendiri agar masyarakat luas bisa memberikan penilaian sosial terhadap penduduk untuk menghindari penyimpangan berlebih, sekian dari saya terimakasih," ucap Yusuf yang segera diikuti tepuk tangan.

"Wei, darimana kau belajar semua itu nak," tanya Bhatara berbisik.

"Ini komentar saya terhadap catatan peradilan di wilayah saya kemarin tuan," ucap Yusuf.

"Owh, bagus juga, aku mendukungmu," ucap Bhatara.

"Wei, apalah, ngomong di forum ini kayak jebakan, udahlah, aku mau jadi peneliti lagi aja," pikir Yusuf.

"Penjelasan dari Brahma nampaknya cukup komprehensif, bagi hadirin yang ingin menangapi saya persilahkan, langsung saja bicara, tapi jangan saling menyela, angkat tangan dulu baru berbicara," ucap Ihsan.

"Izin menanggapi, mungkin pendapat saya agak kuno karena data saya juga cukup jauh ke belakang jadi anggap saja ini pertimbangan. Jadi di zaman saya, kami membagi hukum menjadi lima tingkatan, perintah, anjuran, pilihan, kondisional dan larangan, untuk penjelasannya hal yang bersifat perintah memiliki penegasan jelas, ini hukum-hukum yang sifatnya mendasar dan mengikat, kedua untuk anjuran adalah semacam tindakan yang memiliki pengaruh positif pada masyarakat dan bisa memberikan poin sosial, kegiatan seperti memberi bisa dikategorikan kedalam sini, ketiga adalah pilihan, semua hukum yang bersifat kondisional dan bisa berdampak positif ataupun negatif sesuai dengan waktu dan tempat, keempat adalah kondisional, sebuah kegiatan yang memiliki sanksi sosial yang jelas, ini adalah kegiatan-kegiatan yang bersifat sangat kondisional dan secara umum akan lebih sering menimbulkan kerugian seperti contohnya membunyikan suara keras-keras dimana akan menguntungkan hanya jika digunakan dengan berbagai tinjauan seperti dibunyikan sebagai alat peringatan bencana, kelima adalah larangan, kegiatan yang merugikan dalam kehidupan sehari-hari, bisa dilanggar hanya saat keadaan tepat saja, seperti contoh bertarung yang hanya bisa diterapkan di podium atau medan perang, mungkin itu pendapat saya, bisa dikaji lebih lanjut lagi untuk keperluan kedepannya," jelas Bhatara.

"Bagaimana Yusuf," ucap Ihsan.

"Sebentar saya sedang mencatat, mungkin forum bisa dilanjutkan dulu," ucap Yusuf.

"Baiklah, apakah ada pendapat lain," ucap Ihsan.

"Saya ingin menyambung," ucap Kusuma.

"Silahkan tuan Vasudeva," ucap Ihsan.

Lihat selengkapnya