“Katanya si memang mau ada yang kontrak, kan sudah lama kosong rumahnya itu.” Rania mendengar sayup tetangganya sedang membicarakan sesuatu ketika dia menunggu tukang sayur lewat di depan rumahnya. Perempuan itu hanya tersenyum sedikit. Dia merasa terbiasa, jika dia ikut membicarakan hal seperti itu, bukankah akan sama jika nanti dia punya giliran yang lain? Rania terbiasa mendengar hal seperti itu.
“Belum lewat juga?” Ibu Rania bertanya kepada anak perempuannya itu, dia juga duduk di kursi di teras rumahnya bersama dengan anak perempuannya itu.
“Belum.” Rania masih mengawasi jalanan karena tukang sayur dengan pick up belum berjalan dari rumah tetangga yang tidak jauh dari rumahnya. Sejak Rania di rumah, Ibu Rania terbiasa memberhentikan mobil sayur di depan rumahnya dan tidak berjalan jauh ke tempat tetangga dimana semua orang berkumpul bersama untuk berbelanja. Mereka tentu akan berbelanja sambil membicarakan sesuatu. Ibu Rania juga menghindari hal seperti itu.
“Katanya rumah depan mau ada yang menempati?” Rania masih diam sambil memeriksa ponsel pintarnya. Dia melihat reality show dari negeri kimchi yang selalu saja menghibur ketika dia menontonya.
“Lumayan juga kalau punya rumah tapi bisa dijadikan tempat kos atau kontrakan.” Ibu Rania kembali mengajak anak perempuannya itu berbicara sambil menunggu mobil sayuran lewat. Rania mematikan video di ponsel pintarnya dan kemudian tersenyum.
“Kalau Ibu pasti susah, masalahnya gak semua penghuni kos atau kontrakan akan menganggap tempat tinggalnya seperti rumah mereka. Mereka nanti kalau tidak bersih, Ibu yang rewel.” Rania terlihat tersenyum mengetahui sifat Ibunya.
“Ya kalau gak kelihatan mata mungkin gak seperti itu.” Ibu Rania tersenyum mengakui jika dia memang tidak tahan dengan sesuatu yang menurutnya tidak sesuai. Karena itu juga mereka tidak pernah punya asisten rumah tangga.
“Tapi anehnya kok kontrak rumah di sini, biasanya kan banyak yang kontrak di dekat jalan besar, atau di gang sebelah sana itu yang masih dekat dengan jalan besar lagi.” Ibu Rania kembali mengatakan sesuatu yang membuat putrinya itu menyunggingkan senyum.
“Sesukanya yang mau menggunakan rumah lah Bu, ada-ada aja Ibu ini.” Rania mulai bercanda dan mengejek Ibunya sedikit. Wanita itu hanya tersenyum karena apa yang Rania katakan benar.