Naughty Neighbor

tami ilmi
Chapter #6

Chapter #6 Umpan Rayuan

Rania melihat pemberitaan di televisi. Perempuan itu tersenyum melihat pemberitaan di televisi, dia kemudian menatap layar ponsel pintarnya. Beberapa kali dia juga melakukan check beberapa aplikasi penyimpanan uang di ponsel pintarnya itu. Rania tersenyum puas melihat angka-angka di beberapa aplikasi penyimpanan uang secara digital itu. Rania kemudian memesan beberapa barang yang menjadi incarannya selama ini. Beberapa juga dia pikiran untuk menambah peralatan bekerjanya. Rania kemudian beralih pada memesan makanan secara online.

“Kamu pesen makanan online lagi?” Suara Ibu Rania sambil masuk ke kamar perempuan itu membuat Rania terkejut.

“Sekali-sekali lah, lagi pula mumpung aku punya duit.” Rania tersenyum dan Ibunya juga tersenyum. Tentu saja Ibu dari Rania paham jika anak perempuannya selalu memperhitungkan apa yang dia lakukan. Apalagi soal keuangan.

“Yang penting kamu jangan terlalu boros juga. Kamu juga kan baru dapat penghasilan lagi.” Ibu Rania masih menasehati putrinya itu. Rania juga hanya mengangguk dan tersenyum sedikit. Rania tahu jika Ibunya memberikan nasehat supaya dia juga memperhitungkan segala sesuatu dalam hidupnya. Setelah tidak melanjutkan sekolahnya, Rania juga kehilangan pekerjaannya. Perempuan itu harus benar-benar menjalani kehidupan yang tidak pernah dia bayangkan. Di saat semua temannya sudah berkeluarga dan juga memiliki kehidupan yang berkecukupan, Rania benar-benar seolah harus memulai dari nol lagi.

“Pasti, Nia juga nabung kok. Mikir juga untuk ke depannya.” Rania menjawab masih sambil tersenyum. Ibunya melihat kamar Rania yang berantakan. Laptop yang masih menyala meski tidak terlihat dan juga Rania yang masih memperhatikan televisi sambil memainkan gadgetnya.

“Kakak tidur ya Bu?” Rania bertanya kepada Ibunya.

“Iya, tadi kan kamu ke sini terus dia tidur.” Ibu Rania menjelaskan sambil tersenyum.

“Baguslah, tadi kayanya cape, dia minta bel vitamin sama puzzle. Besok lah aku ajakin.” Rania menceritakan sedikit keinginan keponakannya itu. 

“Manja banget, apa-apa mintanya ke bu dhe.” Ibu Rania berkomentar sedikit sambil berjalan keluar dari kamar Rania dan menutup pintunya. Rania kini beralih ke ponsel pintarnya lagi. Melihat saldo lagi di rekening aplikasi. 

“Aku harus mencairkannya bertahap.” Rania bergumam sambil tersenyum sedikit. Ada sebuah pesan masuk. Rania membaca sebentar, pesan di sebuah grup, perempuan itu mengangguk. Ada jadwal dan arahan pencairan. Rania masih bersikap tenang dan memperhatikan pembicaraan di grup tersebut. Kali ini pekerjaannya memang tidak main-main, dia memang mendapatkan hasil yang cukup besar dan memiliki resiko yang besar juga sebenarnya.

“Yang penting jangan gegabah. Harus terus ada pemberitaan fenomenal sehingga kita terus tercover.” Rania merekam suaranya dan kemudian merekam pesan suara ke grup.

“Tentu, selalu pantau dan juga ingat selalu jadwal tugas.” Sebuah suara kembali Rania dengarkan sebagai sebuah bentuk perintah dan peringatan. Rania selalu saja gugup dan berdebar karena pekerjaannya kali ini memang tidak bisa dianggap remeh. Biasanya dia hanya bekerja sendiri dan mendapatkan hasil yang cukup. Sedangkan kali ini berbeda, pekerjaan kali ini sudah direncanakan hampir satu bulan dengan beberapa rekan baru. Dan tentu saja pekerjaannya lebih besar daripada yang didapatkan oleh nya ketka sendiri.


Lihat selengkapnya