Perempuan itu tersenyum sedikit menatap dirinya di depan cermin. Hari ini adalah hari sabtu, salah satu hari yang ditunggu oleh perempuan itu. Meski tidak kemana-mana Rania cenderung lebih santai dan bisa menikmati waktu.
“Sepertinya tidak ada cacat dalam semua rencana kita.” Sebuah suara membuat Rania lebih mengembangkan senyumnya. Ada sebuah perasaan lega karena rencana mereka berjalan dengan sempurna.
“Untuk sementara ini memang begitu. Tapi aku mendengar dia sudah menyadari kehilangannya meski belum bergerak.” Sebuah suara lain memberikan keterangan. Rania masih diam dan kemudian terfikir sesuatu, dia mengambil kertas dan pensil. Perempuan itu mencatat sesuatu di kertas tersebut.
“Tapi memang ada saja kejadian yang bisa menutup. Apakah semesta memang juga berpihak pada kita?” Sebuah suara lain membuat Rania menahan tawa.
“Tetap hati-hati jika ingin bertransaksi. Pastikan semua dalam jumlah kecil.” Sebuah suara menjadi perhatian bagi Rania. Setelah suara itu semua terputus. Rania membaca kembali tulisan yang dia catat sepanjang percakapan mereka yang singkat. Perempuan itu akhirnya mencari ponsel pintar sehari-harinya. Dia menyimpan ponsel pintar untuk berhubungan dengan kawan-kawan dunia mayanya dengan baik. Perempuan itu merebahkan diri sambil memeriksa ponsel. Rania tersenyum sendiri ketika membaca sebuah pesan singkat. Meski begitu Rania berfikir sejenak, lalu dia kemudian memikirkan hal-hal yang dia takutkan. Kembali pada ketika semuanya berjalan lancar dalam waktu bersamaan. Perempuan itu membalas singkat pesan dari orang yang baru dia kenal. Dan tidak berapa lama orang tersebut melakukan panggilan pada Rania. Perempuan itu gugup, tapi dia berusaha mengambil nafas panjang dan memeriksa suaranya sebelum menerima panggilan.
“Rania?” Sebuah suara yang sedikit maskulin tapi terkesan hangat membuat Rania tersenyum.
“Iya.” Suara Rania terdengar keras.
“Menganggu?” Suara yang Rania kenal itu sedikit ragu untuk bicara panjang dengan Rania.
“Engga, kenapa?” Rania memperhalus sedikit nada bicaranya.
“Kalau tidak sibuk, bisa tidak kalau misalnya. Um… Kebetulan aku butuh beberapa barang untuk kontrakan, dan juga aku kurang tahu tentang kota ini.” Nugrah terdengar ragu untuk bicara dan tentu saja canggung.
“Jadi maksudnya?” Rania masih tidak mengerti dengan apa yang Nugrah maksud. Meski Rania adalah seseorang yang memang cerdas, tapi karena kurang bergaul, apalagi dengan laki-laki.
“Aku butuh bantuanmu?” Nugrah terdengar tidak lagi ragu untuk mengutarakan maksudnya.