Ayunita samar-samar mendengar teriakan orang yang amat dikenalnya. Seperti suara Vanessa? Ayunita tidak yakin karena saat ini matanya tengah tertutup dengan kain hitam.
"Ayunita Rehagadi." ujar seseorang memanggil namanya. Ayunita yang mendengarnya bergerak meronta-ronta.
"Lepasin gue!" seru Ayunita keras. Kepalanya tergerak kesana-kemari. Ayunita berusaha melepaskan tangannya yang kini terikat kuat. Namun usahanya sia-sia.
Ayunita kemudian dapat melihat jelas setelah orang berjubah hitam itu melepaskan kain yang menutup matanya. Matanya mendelik lebar. Apakah ini nyata? Sepertinya ini nyata. Buktinya, ia dapat melihat Vanessa yang meronta-ronta di kursi sambil berteriak dari balik kain yang menutup mulutnya. Kondisinya cukup memiriskan. Wajah cantiknya terlihat ada bekas lebam. Darah kering yang membekas di sudut kepalanya. Ayunita dapat melihat ketakutan dimata Vanessa. Gadis itu berteriak dibalik kain yang menutup mulutnya.
Ayunita kemudian menatap orang misterius berjubah hitam itu yang kini berdiri membelakanginya.
"Jadi lo orang yang selama ini ngeganggu hidup gue?" ujar Ayunita sambil menatap tajam punggung orang misterius itu. Orang misterius itu mendengus.
"Ya. Ini saya, orang yang selama ini mengganggu kehidupan kamu." ujar orang misterius itu dengan nada dinginnya. Ayunita mendecih pelan, menatap tajam orang berjubah hitam itu.
"Apa maksud lo ngelakuin ini semua? Kenapa lo ngeganggu hidup gue?!" seru Ayunita. Orang berjubah hitam itu tak menjawab. Ia memilih untuk mengambil sebuah pisau di atas meja. Sepertinya ia sudah menyiapkan alat itu sejak awal.
"Kenapa ya?" ujar orang itu sambil memainkan pisaunya. Ayunita masih menatap lurus manusia asing didepannya.
"Karena nyawa orang yang tidak bersalah harus terbalaskan dengan nyawa manusia laknat seperti kalian." Ujar orang itu dengan dinginnya. Ayunita mengerutkan dahi. Sejak awal, satu pertanyaan ini masih belum terjawabkan. Siapakah orang ini?
Orang itu memutar tubuhnya menghadap Ayunita. Seketika, raut wajah Ayunita menegang. Matanya bahkan berhenti berkedip. Napasnya tertahan sejenak melihat siapa orang yang selama ini mengusik hidupnya.
"Saya Daniar Ratnawati. Seorang Ibu dari anak korban tuduhan bukti palsu kalian, Naura Adipati." ujar orang yang bernama Daniar itu dengan penuh penekanan.
-ooo-
Daniar masih menatap wajah tegang Ayunita. Entah apa yang dipikirkan gadis itu sehingga wajahnya menegang seperti itu.
“Ada apa? Kamu nggak percaya kalo saya adalah orang yang selama ini ngeganggu hidup kamu?” tanya Daniar dengan senyum liciknya. Ayunita tak menjawab. Rasa terkejutnya masih belum dapat ia hilangkan. Benarkah semua ini adalah rencana dari Daniar?
“Saya benar-benar merasa terpukul sekali saat melihat anak saya bunuh diri di dalam kamarnya. Saya yang merasa tak terima mencoba mencaritahu alasan kematian Naura. Saya sempat menyerah, dan ingin mengikhlaskan saja kepergian Naura.” Daniar kemudian meraih buku bersampul hitam diatas meja, “Kemudian saya menemukan buku ini.” lanjut Daniar lalu mengusap buku bersampul hitam itu.
“Ini adalah buku harian Naura. Ia mencurahkan segala isi hatinya didalam buku ini. Saat saya membaca buku ini, baru lah saya mengetahui alasan kematiannya. Alasan yang mengejutkan sekali hingga saya akhirnya melakukan ini semua untuk membalas kejahatan kalian.”
Daniar kemudian membuka buku itu. “Ah ya,” Daniar menatap Ayunita yang kini tengah menatapnya, “Kamu masih ingat pesan kedua yang saya kirim ke kamu?” tanya Daniar. Ayunita tentu mengingatnya. Deretan angka yang sama sekali tidak dimengertinya itu.
Daniar tersenyum misterius, “6-12-6-22-1. Kamu ingat?”
“Gue inget.” jawab Ayunita dengan penuh penekanan.
Daniar mengangguk-anggukkan kepalanya, “Bagus kalo kamu inget. Berarti tidak sia-sia saya mengirimkan pesan itu untuk kamu.”