NAURA

Cindy Tanjaya
Chapter #2

Anak Baru

Bel masuk berbunyi menandakan kelas akan dimulai. Seluruh murid kembali duduk ditempat mereka masing-masing dan mengeluarkan buku yang akan mereka pelajari di jam pertama. Terkecuali Ayunita yang saat ini tampak sibuk dengan dunianya sendiri. Earphone terpasang dikedua lubang telinganya. Kepalanya tampak bergerak mengikuti alunan musik yang saat ini didengarnya.

Tampak guru mereka masuk kedalam kelas diikuti dengan sosok gadis cantik dibelakangnya. Seluruh murid tampak penasaran dengan kehadiran anak baru itu. Terkhusus dengan Ayunita yang secara tak sengaja matanya menangkap anak baru itu. Earphone ditelinganya ia lepaskan demi mencaritahu asal usul gadis itu.

“Pagi anak-anak.” Sapa Ibu Franda dengan seluas senyum lembutnya. Seluruh murid membalas sapaan itu. Ibu Franda kemudian menepuk pundak anak gadis disebelahnya.

“Ayo, nak. Perkenalkan diri kamu.” Ujar Ibu Franda yang dijawab anggukan oleh gadis itu. Perlahan gadis itu membuka tasnya, mengeluarkan buku besar dan membuka buku itu. Seluruh murid tampak heran dengan aksi gadis itu. Terlebih saat membaca tulisan di buku itu.

‘Salam kenal kepada kalian semua.’

Gadis itu kemudian membuka lembar selanjutnya.

‘Nama saya Naura Adipati. Saya pindahan dari SMA Pelita Harapan.’

“Eh, tunggu-tunggu. Kok lo nggak ngomong aja sih? Harus banget emangnya perkenalannya lewat kertas-kertas gitu?” Tanya salah satu orang dikelas itu. Naura hanya terdiam. Memilih untuk membuka lembar selanjutnya.

‘Saya minta maaf jika perkenalannya dengan cara seperti ini.’

Naura kembali membuka lembar selanjutnya. Lembar selanjutnya membuat semua orang tampak terkejut saat membacanya. Begitu juga dengan Ayunita saat melihat tulisan yang tertera.

‘Saya anak disabilitas. Untuk itu, saya tidak bisa berkomunikasi secara normal seperti kalian.’

Naura kemudian membuka lembar selanjutnya.

‘Saya bisa mendengar kalian berbicara melalui alat bantu pendengaran saya. Tetapi untuk menjawab ucapan kalian, saya hanya bisa menggunakan bahasa isyarat atau perantara seperti buku ini.’

Naura kemudian membuka lembar selanjutnya.

‘Semoga keterbatasan saya ini tidak membuat kalian enggan berteman dengan saya.’

Naura kemudian menutup bukunya, lalu melemparkan senyum hangat kepada seluruh teman-teman dikelasnya. Ibu Franda menepuk pundak Naura. Naura menoleh, menatap gurunya itu sambil mengangguk kecil.

“Keterbatasan kamu tidak akan dipandang sebelah mata di sekolah ini. Ibu bangga kamu dengan berani mengambil langkah untuk tidak rendah diri atas kekurangan kamu.” Ibu Franda kemudian tersenyum, “Kalau begitu, kamu duduk disebelah gadis yang duduk sendirian ditengah itu.” Ucap Ibu Franda kemudian Naura mengangguk dalam-dalam seolah mengucapkan terima kasih. Naura melangkah bergerak kesana, lalu duduk disebelah Ayunita yang tampak enggan bersebelahan dengan sosok anak disabilitas sepertinya.

Ayunita menghela napas pelan, kemudian mengeluarkan sepaket buku Bahasa Indonesia dan meletakkannya diatas meja. Saat ia barusaja meletakkan bukunya diatas meja, tampak selembar kertas kecil tertimpa dengan bukunya. Ayunita meraih kertas itu, kemudian membacanya.

‘Hai, salam kenal. Nama kamu siapa?’

Ayunita kemudian menoleh kearah Naura yang kini secara terang-terangan menatapnya. Seulas senyum tercetak diwajah Naura. Seolah menyapanya dengan ramah.

“Ayunita Rehagadi.” Jawab Ayunita singkat, kemudian dibalas dengan senyuman cerah oleh Naura. Ayunita memilih bersikap tak acuh, kemudian memfokuskan dirinya pada pelajaran yang sedang berlangsung. Naura yang melihat sikap tak acuh Ayunita hanya mengangguk paham. Ia yakin, Ayunita perlahan akan bisa menerimanya sebagai seorang teman.

-ooo-

Bel istirahat berbunyi. Seluruh murid kelas Xi.1 MIPA tampak menghela napas lega setelah merasa cukup ‘disiksa’ dengan pelajaran Fisika selama 2 jam.

“Jangan lupa PR-nya minggu depan dikumpul.” Ujar Pak Bagas lalu keluar dari ruangan kelas itu. Ayunita menyimpan kembali peralatan belajarnya didalam tas. Setelah membereskannya, Ayunita bangkit dari duduknya dan keluar dari kelas.

Naura yang melihatnya segera mengeluarkan kotak makannya, tak lupa dengan notebook kecil yang menggantung dilehernya dan sebuah pena. Kemudian ia berlari kecil mengikuti Ayunita dari belakang yang entah mau kemana.

Naura terus mengikuti sampai akhirnya Ayunita menghentikan langkahnya. Naura reflek juga menghentikan langkahnya. Ayunita kemudian membalikkan tubuhnya, lalu menghela napas panjang.

“Kenapa lo ngikutin gue?” Tanya Ayunita dengan tatapan menyorot tak suka. Naura meraih notebook yang menggantung dilehernya, lalu menuliskan sesuatu. Kemudian mengoyakkannya dan menyerahkannya kepada Ayunita. Ayunita menerimanya, lalu membacanya.

Aku nggak kenal sama siapapun selain kamu.’

Ayunita mendengus kesal. “Kenalan aja sama yang lain. Mereka nggak bakalan ngehina lo. Kalo mereka ngehina lo, lo tinggal lapor ke guru-guru. Simple ‘kan?” Ujar Ayunita kemudian melanjutkan langkahnya.

Lihat selengkapnya