Pagi menjelang. Mentari kini bersinar dengan cerah membuat burung-burung kini berkicau seolah menyapa sang mentari pagi. Naura saat ini tengah melangkahkan kakinya menuju kemana kelasnya berada. Langkah kakinya tiba-tiba terhenti disaat melihat Vanessa dan ketiga temannya sedang melangkah dari arah depan. Naura ingin sekali memutar tubuhnya, tetapi tidak ada jalan lain selain jalan itu menuju ke kelasnya. Mau tak mau, ia harus berhadapan dengan Vanessa, setelah sekian lama gadis itu tidak mengusik hidupnya.
“Van,” Panggil Lolita sambil menunjuk kearah Naura dengan dagunya.
Vanessa yang melihatnya tersenyum miring. Sebuah hiburan dipagi hari tampaknya tidak buruk. Vanessa kemudian menggerakkan kakinya menuju ke arah Naura. Vanessa kemudian mengarahkan tubuhnya menghadap Naura. Vanessa tampak menghalangi jalan Naura yang kini tak juga mendongakkan kepalanya.
Tangan Vanessa tergerak ingin mengambil tas yang kini dipakai Naura. Belum sampai Vanessa meraihnya, sebuah tangan menepisnya dengan kasar, membuatnya terkejut. Matanya lebih terkejut saat melihat siapa orang yang menepis tangannya sekasar itu.
“Kak ... Bayu?” Ujar Vanessa serasa tak percaya. Bayu menyorot tajam kearah Vanessa, kemudian berdiri ditengah-tengah mereka. Posisi Bayu dan Vanessa tampak dekat sekali. Vanessa yang merasakan aura tak enak, menelan salivanya susah payah.
“Bisa nggak lo sekali aja nggak ngeganggu hidup Naura?” Tanya Bayu dengan nada datar. Vanessa terdiam, enggan menjawab ucapan Bayu. Ketiga temannya yang kini berdiri diseberang tampak menatap Vanessa khawatir.
“Dari dulu sampe sekarang, lo nggak berubah, ya.” Bayu kemudian menghela napas panjang, “Mau sampe kapan lo hidup dengan cara mem-bully orang?” Ujar Bayu kemudian menggenggam tangan Naura, membuat Vanessa yang melihatnya terkejut, seolah tak percaya. Kemudian Bayu menghadap kearah seluruh siswa yang tampak berbisik-bisik.
“Mulai sekarang, siapapun yang berniat ngeganggu hidup Naura, berurusan sama gue.” Bayu kemudian menatap Vanessa yang masih syok sekarang, “Terkhusus buat lo. Sedikit aja lo berani nyentuh Naura, gue nggak segen-segen permaluin lo didepan umum. Nggak peduli lo sekaya apa dan seberkuasa apa disekolah ini.” Ujar Bayu tampak memperingati, kemudian menarik Naura pergi dari hadapan Vanessa.
Ketiga temannya langsung menghampiri Vanessa yang tampak terdiam. Terlebih mereka tahu, Vanessa begitu mengincar sosok Bayu sejak dirinya menginjakkan kaki di sekolah itu. Vanessa pasti merasakan sakit hati atas penuturan Bayu yang membela Naura ketimbang dirinya.
“Van, lo gapapa ‘kan?” Tanya Farrel memastikan. Vanessa tak menjawab, ia malah memutar tubuhnya menatap punggung kedua insan yang mulai menjauh itu. Kemudian pandangannya jatuh pada kedua tangan mereka yang saling tertaut. Tangannya mengepal erat.
“Gue nggak terima hal ini,” Ujar Vanessa kemudian menatap ketiga temannya yang kini juga menatapnya, “Kita harus bermain lebih serius. Kak Bayu milik gue. Nggak ada satupun orang disini yang bisa ngerebut dia dari gue. Terlebih untuk anak cacat yang nggak tau diri itu.” Lanjutnya dengan mata menyorot tajam.
-ooo-
Naura berusaha melepas genggaman tangan Bayu yang cukup erat memegang tangan mungilnya. Bayu yang merasa Naura ingin melepaskan tangannya, mendengus pelan, kemudian melepaskan tangan Naura. Bayu kemudian menatap Naura yang kini menyorot bingung kearahnya.
“Kamu kenapa diam gitu aja pas mau di-bully sama dia?” Tanya Bayu mengeluarkan unek-unek didalam hatinya. Naura menghela napas panjang, kemudian tersenyum.
‘Nggak ada gunanya ngelawan orang kayak mereka. Yang ada, mereka bakalan ngeganggu aku lebih sering. Aku cuma nggak mau cari masalah di sini. Tujuan aku itu belajar, bukan cari masalah sama orang yang nggak penting kayak mereka.’ Ungkap Naura dengan bahasa isyaratnya. Bayu yang melihatnya hanya bisa menggelengkan kepalanya. Kemudian tangan besarnya tergerak menepuk puncak kepala Naura sambil tersenyum manis.
“Gimana bisa Tuhan ciptain manusia kayak kamu di muka bumi ini?” Ujar Bayu dengan begitu manisnya. Naura tampak mematung dengan wajah memerah. Bayu terkekeh pelan, kemudian mengacak-acak rambut Naura.
“Aku ke kelas dulu, ya.” Ujar Bayu yang dijawab anggukan oleh Naura. Bayu kemudian berjalan meninggalkan Naura yang masih tak bergerak dari tempat berpijaknya. Naura memegang kepalanya, hingga tanpa sadar tersenyum kecil. Naura kemudian melangkah masuk kedalam kelasnya.
-ooo-
Naura menatap bingung Ayunita yang tampak lebih diam. Sejak kedatangannya ke sekolah, wajah gadis itu sama sekali tidak berubah. Tampak cemberut dan tidak ada seulas senyumpun tercetak di wajahnya. Naura yang tidak tahan didiamkan, menepuk pundak Ayunita. Ayunita menoleh sedikit, tampak enggan menatap Naura.