Naura menatap layar ponselnya. Sejak kemarin, Bayu tidak membuka pesan yang dikirimnya. Naura menghela napas panjang sesaat. Tampaknya, Bayu terlalu sibuk mengurus acara keluarganya sampai-sampai tidak sempat memegang ponselnya. Pintu kamar Naura terbuka dan menampilkan wajah Daniar dari balik pintu.
“Mama boleh masuk?” Tanya Daniar yang tentu saja dijawab anggukan oleh Naura. Daniar kemudian masuk, dan duduk ditepi ranjang bersisian dengan Naura.
Daniar dapat melihat kesedihan terpancar dari wajah putrinya. Tangannya tergerak mengusap surai hitam Naura dengan lembut, tak lupa dengan senyum keibuannya.
“Ada apa, sayang? Kok muka kamu sedih gitu? Kamu ada masalah? Coba cerita sama Mama.” Ujar Daniar kemudian Naura menghela napas lagi. Naura kemudian menatap Daniar dengan sedih.
‘Dari kemarin, Bayu enggak bales pesan yang Naura kirim.’ Ungkap Naura dengan bahasa isyaratnya. Daniar yang melihatnya tersenyum, kemudian menarik putrinya itu kedalam dekapannya.
“Mungkin pacar kamu itu sibuk sampai-sampai nggak bisa bales pesan kamu. Ditunggu aja. Paling nggak lama lagi Bayu bakalan bales pesan kamu.” Ujar Daniar memberi masukan. Daniar kemudian melepas pelukannya, lalu tangannya memegang kedua tangan mungil putrinya.
“Mama nggak pernah nyangka Bayu bisa jatuh cinta sama kamu,” Daniar terkekeh pelan, “Yah, kita sama-sama tahu. Laki-laki diluar sana pasti nggak mau nerima anak yang disabilitas. Pasti dianggap kayak hinaan dikeluarga mereka.” Ujar Daniar membuat Naura tersenyum mendengarnya.
“Kapan-kapan, ajak dia ke rumah ya. Mama pengen ketemu Bayu. Mama juga mau lihat dia itu bener-bener sayang sama kamu, atau cuma iseng-iseng aja.” Ujar Daniar yang dijawab anggukan oleh Naura.
“Sarapan udah siap. Yuk sarapan bareng.” Ajak Daniar yang dijawab anggukan oleh Naura. Naura meraih tasnya lalu turun kebawah bersama-sama dengan Daniar.
-ooo-
Naura melangkahkan kakinya masuk kedalam gedung sekolah. Hari ini adalah hari kedua tanpa Bayu yang akan menemani hari-harinya. Naura lagi-lagi merasakan keresahan hati.
Naura kemudian memasuki ruang kelasnya. Langkah kakinya terhenti kala melihat Ayunita kembali duduk ditempatnya. Tepatnya disebelahnya. Wanita itu bersikap seperti biasa. Mendengarkan musik dengan earphone yang terpasang dikedua lubang telinganya. Naura perlahan melangkah mendekati Ayunita.
“Duduk aja. Jangan ganggu kesibukan gue.” Ujar Ayunita tiba-tiba saat tangan Naura hendak menyentuh pundaknya. Naura kemudian menarik tangannya kembali. Mata Ayunita yang tadinya terpejam, langsung terbuka. Ayunita melepaskan sebelah earphone-nya.
“Jadi gimana? Lo pergi sendiri atau ikut gue?” Tanya Ayunita membuat Naura menepuk jidatnya. Astaga, ia bahkan lupa mengatakan perihal undangan itu pada Mamanya. Ini akibat Bayu yang terus memenuhi pikirannya.
‘Aku pergi bareng kamu.’ Ungkap Naura dengan bahasa isyaratnya. Ayunita mengangguk.
“Jam 7 malam. Jangan telat, jangan lama.” Ujar Ayunita seolah seperti sebuah perintah bagi Naura. Naura mengangguk, lalu duduk disebelah Ayunita. Ayunita kembali memasang earphone-nya dan kembali pada dunianya.
Naura hanya bisa tersenyum kali ini. Walau Ayunita masih bersikap cuek padanya, setidaknya Ayunita masih ingin berbicara dengannya. Dan itu sudah cukup untuknya.
-ooo-
Bel istirahat berbunyi membuat seluruh siswa-siswi SMA DharmaWangsa segera keluar dari kelas. Mereka sudah tidak sabar mengisi perut mereka yang keroncongan dengan makanan-makanan yang tersedia di kantin. Sama halnya dengan Naura dan Ayunita saat ini. Mereka berjalan beriringan menuju ke Kantin. Banyak pasang mata yang menatap bingung kearah mereka. Namun, baik Ayunita dan Naura sama-sama bersikap seolah tidak peduli dengan pandangan orang-orang saat ini.
Barusaja mereka tiba di Kantin, Vanessa dan ketiga temannya menyambut mereka dengan ramah. Naura menatap curiga sikap keempat orang itu yang berubah dengan drastisnya. Ayunita bergerak menghampiri Vanessa dan ketiga temannya, sementara Naura memilih untuk duduk di tempat lain. Yang pastinya tidak bersama dengan orang-orang seperti mereka.
“Ngapain lo disitu?” Tanya Ayunita dengan wajah heran. Vanessa juga menatap kearah Naura, lalu menyunggingkan senyum manisnya.
“Iya. Sini bareng kita aja. Mumpung masih ada tempat.” Ujar Vanessa yang dijawab gelengan oleh Naura. Vanessa mendecak sebal, kemudian bangkit dari duduknya dan menghampiri Naura.
“Gabung aja gih. Yuk.” Ajak Vanessa kemudian menarik Naura untuk duduk disebelah Ayunita. Vanessa pun kembali duduk di tempatnya.
“Sebelumnya, ada yang mau gue omongin sama lo.” Ujar Vanessa lalu meraih tangan Naura, “Gue minta maaf. Gue udah nge-bully lo. Ketiga temen gue juga udah nyesel nge-bully lo.” Mata Vanessa kemudian terarah menatap ketiga temannya, “Ya ‘kan, guys?” Tanya Vanessa sambil mengedipkan sebelah matanya. Mereka tersenyum canggung.
“I-iya.” Jawab mereka serempak dengan canggungnya. Naura masih tak dapat mempercayai kata maaf yang keluar dari mulut mereka.
“Gue tahu, lo pasti nggak nyangka kita bakalan minta maaf sama lo. Tapi gue bener-bener serius minta maaf sama lo. Lo mau maafin gue ‘kan?” Tanya Vanessa kemudian Naura menghela napas panjang. Senyum hangat terbit diwajah cantiknya.
Naura mengangguk sebagai jawaban. Vanessa tersenyum senang, kemudian menatap ketiga temannya. Ketiga temannya tersenyum juga. Entah apa maksud tatapan Vanessa hingga ketiga temannya tersenyum seperti itu.
“Oh iya, jadi lo nanti pergi bareng siapa? Ada yang nganter lo? Kalo nggak ada, biar gue nyuruh supir gue ngejemput lo.” Ujar Vanessa yang langsung dijawab gelengan oleh Naura.
“Dia pergi bareng gue. Nggak usah ngelakuin hal yang ngebuat lo repot sendiri.” Ujar Ayunita datar. Vanessa menjawabnya dengan kata ‘oh’.
Mereka kemudian berbicara santai. Naura merasa mungkin Vanessa dan ketiga temannya benar-benar sudah berubah. Selain itu, berpikiran buruk tentang perubahan sikap oranglain itu tidak baik.
-ooo-