Ayunita melangkah masuk kedalam gedung sekolahnya dengan tatapan kosong. Kantung matanya tampak menghitam menandakan bahwa tidurnya tidak nyenyak. Pikirannya kini masih dipenuhi dengan berbagai pertanyaan tentang seorang misterius yang menerornya kemarin. Selama ia hidup, baru kali inilah ia mendapat sebuah teror.
Sebuah tepukan pada pundaknya membuatnya terjengit kaget. Tangannya terangkat ingin memukul sang pelaku yang mengganggu lamunannya. Namun ia urungkan kala melihat Bayu yang mengusik lamunannya. Wajah laki-laki itu tampak bingung. Dahinya bahkan sampai terlipat.
“Lo kenapa?” Tanya Bayu dengan herannya. Ayunita menarik napas sesaat, kemudian menggelengkan kepalanya. Bayu menatap wajah Ayunita yang tampak tidak segar hari ini. Kantung matanya yang tampak hitam membuatnya menaruh curiga.
“Lo begadang semalam?” Tanya Bayu lagi. Ayunita kemudian mendudukkan dirinya pada salah satu kursi panjang di lorong kelas. Ayunita menghela napas panjang.
“Gue nggak begadang.” Jawab Ayunita dengan nada lemah seolah tak bersemangat. Bayu mendudukkan dirinya disebelah Ayunita. Matanya masih menatap lurus Ayunita yang terlihat lelah.
“Jangan bohong,” Ayunita yang mendengarnya menoleh menatap Bayu. “Mata lo kelihatan capek gitu. Lo yakin gapapa?” Tanya Bayu membuat Ayunita tersenyum mendengarnya.
“Lo khawatir sama gue, Kak?” Tanya Ayunita membuat Bayu melengos. Bayu kembali menatap Ayunita.
“Jelas gue khawatir lah! Kalo lo sakit, entar yang ngebantu gue ngusut masalah foto Naura siapa?” Ujar Bayu membuat senyum Ayunita seketika pudar. Lagi-lagi, kepedulian laki-laki itu hanya sekedar untuk kepentingan Naura.
Ayunita kemudian bangkit dari duduknya, “Sorry, Kak. Gue ada jadwal ulangan pagi ini. Gue mau prepare.” Ujar Ayunita membuat Bayu mengernyit heran melihat perubahan sikap Ayunita. Walau begitu, Bayu tetap menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
“Yaudah. Kalo gitu gue cabut juga.” Ujar Bayu kemudian bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan Ayunita yang hanya bisa menatap sedih punggung Bayu yang mulai menjauh.
Ayunita tersenyum miris, “Lo hebat ya, Ra. Walaupun lo udah mati, ternyata lo masih bisa miliki hati Kak Bayu.” Gumam Ayunita kemudian berjalan menuju ke kelasnya berada.
-ooo-
Ayunita melangkah keluar dari kelasnya saat ia telah membereskan peralatan belajarnya. Ia menggerakkan kakinya menuju ke Kantin sekolah. Matanya bergerak kesana kemari mencari meja yang masih tak berpenghuni. Sayangnya hanya sisa satu. Dan itu tepat di hadapan Vanessa dan ketiga temannya. Ayunita menghela napas pelan. Harinya pasti akan berjalan buruk hari ini.
Mau tak mau, akhirnya Ayunita menempati meja kosong itu. Ayunita mengeluarkan ponsel dan earphone-nya. Saat Ayunita ingin memasangkan earphone-nya pada kedua telinganya, samar-samar ia mendengar pembicaraan Vanessa dan ketiga temannya yang cukup mengejutkan hatinya.
“Btw, anak cacat itu apa kabar, ya? Gue penasaran gimana kehidupan dia sekarang.” Ujar Vanessa membuat Lolita mendecak pelan.
“Lo peduli sama anak cacat itu?” Tanya Lolita membuat Vanessa mendengus geli mendengarnya.
“Peduli? OMG! Yang bener aja! Gue cuma mau mastiin anak cacat itu masih bisa diterima di sekolah mana. Soalnya, selain gue sebar foto-foto itu di sekolah kita, gue juga nyebarin di sekolah-sekolah lain.” Ujar Vanessa membuat Lolita menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya.
“Gila bener lo. Nggak nyangka otak lo encer banget kalo soal begituan.” Ujar Lolita membuat Vanessa tertawa mendengarnya.
“Jelas dong! Jangan panggil gue Vanessa kalo gue nggak berhasil ngebikin hidup orang yang gue bully hancur.” Ujar Vanessa dengan angkuhnya.
Tampaknya, Vanessa dan ketiga temannya tak tahu kabar kematian Naura. Ayunita memutar tubuhnya menghadap Vanessa yang kini tampak terkejut, kemudian raut wajahnya tampak normal kembali.
“Oh, ada lo rupanya. Gue nggak nyadar.” Ujar Vanessa kemudian memamerkan senyum manisnya. Ayunita sebenarnya muak melihat senyum palsu gadis itu. Tetapi, ia harus menyampaikan kabar kematian Naura kepada mereka berempat dan berhenti untuk membicarakan Naura disekitaran sekolah.
“Gue cuma mau bilang sama lo, stop ngebahas Naura lagi di lingkungan sekolah ini.” Ujar Ayunita membuat dahi Vanessa berkerut.
“Kenapa? Lo merasa terganggu? Atau lo ngerasa bersalah?” Ujar Vanessa membuat Ayunita harus bisa mengontrol dirinya sebelum tangannya itu menampar wajah cantik gadis itu.
“Naura udah meninggal.” Ujar Ayunita membuat keempat orang itu tertegun mendengarnya. Mereka bersitatap sejenak, kemudian tertawa. Terkecuali Vanessa yang masih terdiam.
“Yaampun, Ayunita. Kalo lo memang mau ngusir Naura dari hidup lo, bukan kayak gitu caranya. Bilang-bilang Naura meninggal segala.” Ujar Lolita sambil menggelengkan kepalanya.
“Terserah lo semua mau percaya atau enggak. Yang penting gue minta sama lo semua stop untuk ngebahas Naura di lingkungan sekolah. Naura udah tenang disana. Jangan karena bully-an lo berempat, jiwanya disana nggak tenang.” Ujar Ayunita penuh penekanan kemudian pergi dari Kantin.
Vanessa menatap punggung Ayunita yang mulai menjauh dengan tatapan lurus. Entah kenapa, ucapan Ayunita tadi mengganggu pikirannya.
"Gila bener tuh Ayunita. Bilang-bilang Naura mati segala." Lolita menatap Vanessa yang tampak terdiam. Lolita kemudian merangkul pundak Vanessa.
“Udah. Nggak usah peduliin omongan ngawur Ayunita. Lupain aja. Nggak mungkin juga Naura mati karena bully-an kita.” Ujar Lolita kemudian dibalas senyuman oleh Vanessa.
Walau Vanessa tengah tersenyum, hatinya masih penasaran apakah ucapan yang disampaikan Ayunita itu benar atau hanya untuk menakutinya saja? Untuk itu, Vanessa perlu bertanya kembali pada Ayunita nanti.