NAURA

Cindy Tanjaya
Chapter #13

12 : Pengakuan

Ayunita melangkah masuk kedalam gedung sekolahnya dengan langkah cepat. Wajahnya kini terlihat begitu pucat. Ia bahkan tidak bisa tidur semalam karena terbayang-bayang dengan video eksekusi Lolita kemarin. Jika ia seperti ini terus, lama-lama kejiwaannya akan terganggu. Apakah yang harus ia lakukan demi memecahkan teror-teror yang menghantui hidupnya?

Langkah Ayunita terhenti saat melihat Ibu Lolita keluar dari ruangan Kepala Sekolah sambil menangis. Ia jadi mengingat bagaimana orang misterius itu telah membunuh Lolita. Ayunita terus memandang Ibu Lolita yang tampak pasrah. Ada terbesit rasa kasihan dihatinya. Ia bisa menebak. Pasti Ibu Lolita mencari-cari keberadaan putrinya yang tidak pulang seharian.

Ayunita menarik napas dalam-dalam. Ia harus bisa bersikap senormal mungkin agar Ibu Lolita tidak curiga padanya. Ayunita melangkah melewati Ibu Lolita yang tengah duduk di kursi tunggu. Jantungnya sudah berdetak tak karuan, takut jikalau Ibu Lolita memanggilnya.

"Tunggu," Langkah Ayunita seketika terhenti, "Kamu Ayunita 'kan? Ayunita Rehagadi temannya Lolita?" Tanya Ibu Lolita memastikan. Ayunita memejamkan matanya. Dia gagal menghindari Ibu Lolita. Ayunita dengan terpaksa memutar tubuhnya menghadap Ibu Lolita yang sudah berdiri.

Ibu Lolita tersenyum lega, "Ternyata benar kamu Ayunita." Ibu Lolita kemudian menarik Ayunita untuk duduk bersisian dengannya.

"Kira-kira, kamu tahu nggak dimana keberadaan anak saya? Dari kemarin dia nggak pulang. Awalnya dia memang izin ke saya untuk mengantarkan Farrel ke tempat peristirahatan terakhir. Tetapi, setelah itu saya tidak mendapat kabar apapun lagi dari Lolita." Ujar Ibu Lolita tampak khawatir. Ayunita menelan salivanya susah payah. Ia harus bisa bersikap senormal mungkin. Ia tidak ingin dicurigai yang macam-macam oleh Ibunya Lolita ini.

"Mungkin dia nginep di rumahnya Vanessa, Tante. 'Kan Tante tau sendiri, gimana deketnya Vanessa sama Lolita." Ujar Ayunita mencoba mencari jawaban yang masuk akal. Ibu Lolita mendecak pelan.

"Awalnya saya juga mikirnya kayak gitu. Tapi setelah saya tanyakan ke Vanessa, katanya Lolita nggak ada nginep di rumahnya. Bahkan, dia bilang anak saya itu udah pulang duluan. Saya khawatir anak saya kenapa-kenapa."

"Tante udah coba hubungi Lolita?" Tanya Ayunita lagi. Tentu saja pertanyaan basa-basi yang ia jelas tahu jawabannya apa.

"Sudah, tetapi ponselnya tidak aktif." Ibu Lolita menghela napas panjang, "Sebenernya kamu dimana, nak? Mama khawatir sama kamu."

Ayunita menatap prihatin kearah Ibu Lolita. Ia benar-benar tidak tega melihat kesedihan yang terpancar dari mata Ibu Lolita. Apakah ia harus jujur kepada Ibu Lolita bahwa anaknya itu sudah tiada karena dibunuh oleh seseorang yang sama sekali tidak diketahuinya? Ayunita menggeleng cepat. Tidak mungkin. Bisa-bisa, dirinya dituduh melakukan hal yang sama sekali tidak dilakukannya.

"Kamu kenapa?" Tanya Ibu Lolita tampak bingung dengan gelagat Ayunita.

"Gapapa, Tante. Ayunita cuma mikir, kenapa Tante nggak hubungi Polisi aja? Lagian Lolita udah hilang seharian." Ibu Lolita lagi-lagi menghela napas.

"Saya juga sudah menghubungi pihak berwajib. Tetapi mereka bilang harus 2x24 jam. Jadi selama itu, saya harus mencari tahu sendiri dimana anak saya berada."

Ayunita tersenyum, kemudian mengusap bahu Ibu Lolita dengan lembut, "Tante yang sabar, ya. Ayunita nggak bisa berbuat banyak. Ayunita cuma bisa berdo'a semoga Lolita baik-baik aja."

"Yah, semoga saja ucapan kamu itu benar."

Ayunita kemudian bangkit dari duduknya. "Maaf ya, Tante. Ayunita ada ulangan pagi ini. Ayunita mau siap-siap dulu. Ayunita cuma bisa berdo'a, semoga Lolita segera ditemukan ya, Tante." Ujar Ayunita membuat Ibu Lolita menghela napas pelan, kemudian mengangguk.

"Terima kasih ya, Ayunita." Ujar Ibu Lolita dengan senyum tulusnya.

Ayunita dengan segera pergi dari hadapan Ibu Lolita. Ia benar-benar harus pergi sebelum ia keceplosan mengatakan kondisi anaknya itu. Ayunita hanya bisa berdo'a, semoga mayat Lolita segera ditemukan oleh pihak berwajib.

-ooo-

Ayunita mendudukkan dirinya pada salah satu kursi Kantin. Ia memegang lehernya yang terasa sakit. Gadis itu menghela napas berat. Ia benar-benar lelah sekali. Ini akibat orang misterius itu yang kerap mengganggu hidupnya 3 hari belakangan.

Tiba-tiba, Vanessa datang dan duduk dihadapannya tanpa seizinnya. Wajah gadis itu tampak serius sekali. Entah apa yang membuat wajahnya seserius itu.

"Gue mau ngomong sesuatu sama lo." Ucap Vanessa membuat Ayunita mau tak mau harus menanggapinya.

"Tentang apa?" Tanya Ayunita kemudian menegakkan tubuhnya.

"Tentang Farrel dan Lolita." Jawab Vanessa setelah sekian lama diam. Ayunita tampak menunjukkan raut wajah yang serius juga.

"Gue kemarin dapat kabar dari nyokapnya Farrel kalo kematian Farrel itu bukan karena kecelakaan." Vanessa memulai pembicaraannya, "Tapi karena dibunuh." Lanjutnya.

Ayunita memasang wajah seolah terkejut. Padahal kenyataannya ia sudah mengetahui akan hal itu.

"Dibunuh? Sama siapa?" Tanya Ayunita kemudian. Vanessa menggelengkan kepalanya.

"Gue nggak tau." Vanessa menghela napas pelan, "Sekarang, Lolita juga hilang. Nyokapnya nanyak ke gue tadi pagi. Gue bener-bener nggak tau dimana Lolita."

"Temen gue satu-persatu mulai hilang. Gue bener-bener nggak tau lagi harus gimana."

Vanessa kemudian menatap dalam-dalam Ayunita di hadapannya. "Untuk itu, gue mau lo sama gue kerjasama untuk ngusut masalah ini." Ucap Vanessa membuat Ayunita mendengus mendengarnya.

"Kenapa gue harus bantuin lo?" Tanya Ayunita dengan senyum meremehkannya. Vanessa tampak terdiam. Terlihat ia seperti sedang berpikir.

Lihat selengkapnya