Setelah percakapan WhatsApp yang intens dan penuh cerita selama beberapa minggu, komunikasi Adrey dan Ayrin jauh lebih lancar dari sebelumnya. Tidak ada lagi jeda berhari-hari, mereka hampir setiap hari saling bertukar pesan, membahas apa saja. Topik obrolan mereka pun semakin dalam, menyentuh hal-hal personal seperti impian, ketakutan, dan pandangan hidup. Ayrin merasa semakin nyaman dengan Adrey. Ia merasa bisa menjadi dirinya sendiri tanpa perlu berpura-pura.
Ini adalah awal pertemuan langsung antara Ayrin dan Adrey. Sebelumnya, hubungan mereka hanya terjalin lewat chatting saja, karena Adrey selalu berada di luar pulau untuk pekerjaan survei-nya. Namun, kebetulan Adrey sedang kembali ke Bandung, dan akhirnya mereka berdua sepakat untuk bertemu.
Suatu sore di hari Sabtu, mereka bertemu pada senja di sebuah coffeeshop yang nyaman. Aroma kopi menyeruak, bercampur dengan semilir angin senja yang masuk dari jendela. Mereka memilih meja di sudut, jauh dari keramaian. Adrey sudah menunggu saat Ayrin tiba. Ia mengenakan kemeja kotak-kotak yang sama seperti di foto profilnya, dengan rambut yang sedikit berantakan namun tetap terlihat rapi. Senyumnya ramah, dan matanya memancarkan kehangatan yang sama seperti yang ia rasakan melalui pesan-pesan Adrey.
"Hai, Ayrin," sapa Adrey seraya berdiri.