Seiring berjalannya waktu, persiapan pernikahan Ayrin dan Adrey hampir rampung. Senyum optimis menghiasi wajah mereka berdua, membayangkan hari bahagia yang semakin dekat. Namun, takdir rupanya menyimpan sebuah ujian besar sebulan sebelum hari H, sebuah cobaan yang menguji ketabahan Ayrin dan Adrey.
Suatu malam, Ayrin mendapatkan telepon yang mengejutkan. Mamanya sakit parah dan harus dilarikan ke rumah sakit. Jantung Ayrin serasa diremas. Setibanya di sana, kabar yang ia terima lebih menghantam lagi: Mamanya harus dirawat intensif di ruang ICU. Diagnosis awal menunjukkan bronkitis yang berkembang menjadi pneumonia, di mana kedua paru-paru Mama Ayrin sudah penuh dengan cairan dan harus segera dikeluarkan. Kondisi Mama Ayrin cukup serius, membuatnya kini harus bergantung pada bantuan oksigen karena terasa sesak luar biasa.
Selama Mamanya dirawat, Ayrin sangat sedih. Pikirannya kalut, campur aduk antara kekhawatiran akan kondisi Mamanya dan persiapan pernikahannya yang kini tinggal menghitung minggu. Setiap hari, ia bergantian antara kantor dan rumah sakit. Beberapa hari Ayrin sempat izin cuti dari pekerjaannya karena harus menjaga dan menemani Mamanya di rumah sakit. Pekerjaan yang menumpuk, tanggung jawab pernikahan, dan kondisi Mamanya yang memburuk, semua terasa seperti beban berat di pundaknya.
"Ma, apa kita undur saja ya hari pernikahanku? Tunggu sampai Mama benar-benar sembuh." ucap Ayrin suatu sore, suaranya tercekat menahan tangis, saat ia duduk di sisi ranjang Mamanya yang terbaring lemah dengan selang oksigen.