Satu bulan telah berlalu sejak pernikahan Ayrin dan Adrey. Kebahagiaan mereka sebagai pengantin baru sedikit terusik oleh kerinduan akan kehadiran seorang anak. Mamanya Ayrin, yang masih dirawat intensif di rumah sakit, selalu bertanya kepada Ayrin apakah sudah ada tanda-tanda kehamilan. Pertanyaan itu, yang seharusnya membahagiakan, kini justru terasa seperti beban. Ayrin dan Adrey sudah berusaha, tetapi takdir belum berpihak.
"Rin, gimana, sudah ada kabar baik?" tanya Mama Ayrin suatu sore, suaranya lemah.
"Belum, Ma. Mama doain ya semoga cepat dikasih," jawab Ayrin, menggenggam erat tangan Mamanya yang terlihat semakin membengkak akibat tusukan jarum infus. Hati Ayrin terasa perih melihat Mamanya yang begitu kesakitan, namun tetap memancarkan harapan.
Setiap hari, Ayrin masih menyempatkan diri datang ke rumah sakit. Ia membawa makanan dan pakaian ganti untuk adik bungsunya, Denia, yang setia menjaga Mama. Kedatangan Ayrin selalu menjadi momen yang dinanti-nanti.
"Ma, Ayrin bawa album foto pernikahan. Mama mau lihat?" tanya Ayrin.
Mamanya tersenyum lemah, matanya berbinar saat Ayrin membuka album itu. Ayrin menunjukkan foto-foto saat ia mengenakan kebaya Sunda dan ketika Adrey mengenakan baju adat Bengkulu. Mama Ayrin mengamati setiap foto dengan penuh kehangatan, seolah sedang kembali merasakan kebahagiaan hari itu.