Suasana duka yang menyelimuti keluarga Ayrin perlahan mulai mereda. Setelah 40 hari kepergian Mamanya, semua anggota keluarga mencoba untuk ikhlas dan melanjutkan hidup. Mereka tahu bahwa terus menerus dalam kesedihan bukanlah hal yang baik. Mereka percaya Mamanya Ayrin sudah tenang di sisi-Nya, dan tugas mereka kini hanyalah terus mendoakannya. Namun, di tengah proses berduka ini, takdir kembali menghadirkan kejutan.
Setelah 40 hari, Ayrin menyadari ada yang berbeda dengan tubuhnya. Ia merasa mual dan pusing di pagi hari, dan haidnya pun sudah telat hampir tiga minggu. Dengan hati berdebar, ia mengambil test pack yang sudah disiapkan. Air matanya menetes saat melihat hasilnya. Dua garis merah muncul, jelas dan tak terbantahkan.
Ayrin segera menunjukkan hasilnya pada Adrey. Wajah Adrey yang semula terlihat lelah berubah cerah. "Sayang, ini serius?" tanyanya tak percaya, matanya berbinar. "Kita akan jadi orang tua!" Ia memeluk Ayrin erat, mencium keningnya dengan penuh kebahagiaan.
Ayrin membalas pelukan itu, namun seketika ia melamun dan teringat Mamanya. Hatinya diselimuti perasaan senang bercampur sedih. Seandainya Mamanya masih ada, pasti beliau akan sangat bahagia akhirnya akan memiliki cucu. Tapi takdir berkata lain, Mamanya pergi sebelum tahu kabar gembira ini. Pikirannya melayang, bertanya-tanya apakah ini adalah cara Tuhan memberikan pengganti Mamanya, dengan mendatangkan seorang bayi untuk mengisi kekosongan yang ada.