“Jingga! Kembalikan. itu punyaku” Rubi mengejar jingga seraya meneriakinya dengan bahasa isyarat
“Coba tangkap aku, kalau kau bisa” Seru Jingga mengejek
Mereka selalu begitu tidak pernah akur, Jingga selalu mengusili Rubi yang sudah seperti adik kecilnya saja. Di negeri ini semua makhluk bersaudara yang membedakan mereka hanya ruang kerja saja. Ada yang mengatur turunnya hujan, kapan adanya petir, dan kapan matahari akan ditutupi.
Itu semua membuat mereka terlihat sangat cocok, dan saling menyempurnakan. Di negeri ini tidak ada, yang memiliki nama lebih dari satu kata kecuali kepala negeri. Karena dari kecil mereka di didik menggunakan kisah, yang dibacakan secara turun temurun. Membuat keilmuan mereka menjadi terbatas, dan kurang pengetahuan.
Sedari kecil Jingga sudah penasaran, bagaimana dunia manusia? Yang terletak jauh di bawah negerinya. Dia selalu dilarang mendekati batas karena disana berbahaya menurut kisah itu. Tidak ada pembatas untuk jatuh ke bawah sana. Namun karena rasa penasaran yang tinggi, Jingga selalu pergi ke batas, untuk melihat ke bawah menengok keindahan bumi dari ketinggian.
Perasaan yang tak pernah berhenti, untuk mencari tahu apa yang ada di bawah sana, dia selalu meminta Rubi untuk mempelajari dunia manusia, agar bisa memuaskan rasa penasarannya tentang manusia.
“Jingga, jangan kesana! nanti kita dimarahi lagi, kakek Giok sudah memperingati kita untuk tidak ke sana” Rubi berusaha mengingatkan Jingga, untuk tidak pergi ke batas. Tapi tetap saja Jingga tidak peduli. Jingga malah merasa tertantang dengan kondisi yang seperti itu, ia menarik tangan Rubi dan membawanya ke batas. Rubi takut seraya menutup matanya.
“Coba, kau buka matamu” Jingga menepuk pundaknya, menyuruhnya membuka mata,
Seketika saja Rubi tenggelam dalam perasaan damai. Menengok ke bawah, menikmati pemandangan bumi yang dihiasi rimbunnya hutan, dan birunya lautan. Rubi hanya bisa terdiam seolah dia hilang kesadaran. Melihat pemandangan yang sebelumnya tidak pernah dilihatnya.
“Pandangan seperti ini? yang ingin kau lewatkan Rubi?” Hening sejenak, ternyata Rubi sedang ternganga melihat keindahan itu, “Rubi!,. Rubi!,. Rubi!” Jingga memanggilnya
“Eh iya, Jingga? ada apa? Kamu bilang apa tadi?”
“Tidak, tidak ada apa,” Rubi menoleh heran kepada Jingga, “Rubi, kamu cari tahu tentang bumi ya” Jingga berusaha menyadarkan Rubi. yang masih setengah sadar,
“Aku sudah berusaha ngga,” Dia menggerakkan tangan lemah lunglai, menekukkan lututnya.
Mereka sudah sepakat, akan bekerja sama mencari tahu tentang bumi. Jingga yang seorang pemberani dan Rubi yang memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas. Cocok sekali mereka berdua. Mereka setiap hari membaca buku yang ada di perpustakaan, berharap ada beberapa hal yang akan bersangkutan dengan bumi.
Mereka mulai membandingkan. Apakah negeri mereka juga sama seperti negeri para manusia. Seperti beberapa buku yang mereka dapatkan dari perpustakaan yang mengungkapkan, bahwa manusia juga berjalan. Beraktifitas layaknya negeri mereka.
Namun di buku sejarah 13 tahun lalu, disebutkan bahwa, manusia adalah makhluk rakus, tamak, ambisius, mereka monster omnivora yang akan menerkam semua mangsanya dari segala penjuru, ketika sedang lapar. Begitulah manusia dideskripsikan dalam buku itu, bahwa manusia seperti monster. Membacanya saja membuat Rubi ketakutan. Tapi malah sebaliknya dengan Jingga, membuatnya tambah penasaran.
Setiap hari mereka menghabiskan waktu di perpustakaan. Dan pada sore harinya mereka akan pergi ke batas menghiasi mata. Ketika para awan sudah selesai bertugas menutupi mentari. Melihat gedung-gedung tinggi dan satu persatu cahaya akan dinyalakan, pemandangan yang tidak terbanyangkan mata telanjang. Setiap hari mereka menikmatinya.
Hingga suatu hari setelah mereka membaca buku di perpustakaan, mengorek semua ilmu pengetahuan.Walau pada dasarnya yang paham mengenai itu semua, hanyalah Rubi. Tapi tetap saja Jingga juga ikut membolak balik buku itu, mencontoh apa yang dilakukan Rubi. Sore itu mereka kembali pergi ke batas, dengan niat memanjakan kembali mata mereka.
Hari itu, mereka sengaja datang lebih awal. Agar bisa melihat para awan bekerja dan menyelesaikan pekerjaannya. Ketika dalam perjalanan ke sana, dari kejauhan Rubi melihat ada sesuatu di dekat batas,
“Jingga tunggu dulu, disana ada sesuatu” Rubi menghentikan Jingga dan mengajaknya melihat ke arah batas dari kejauhan,
“Ada apa? Apa itu? Palingan burung elang yang biasa tersangkut di sana” Jingga menenangkan Rubi,
“Tidak, Jingga! dia tidak memiliki sayap”