NECROMANCER

zuladwi
Chapter #1

Scarlea Sochyero

Langit biru dengan awan bergerak lembut serta udara masih dipenuhi dengan rasa menyegarkan bagi indera penciuman manusia serta paru-paru tentunya. Sama seperti pagi-pagi yang biasa, begitu tenang dan segar.

Embun-embun masih setia bertengger di dedaunan kala sang mentari masih enggan bergerak menuju singgasananya. Hamparan rerumputan tinggi bergerak dengan irama yang sama di setiap belaian angin yang menghampiri mereka. Rerumputan takkan memprotes apapun perlakuan angin, mereka melambai-lambai mengikuti arah angin yang menghampiri-melewati mereka di kala pagi, siang bahkan malam.

Pagi itu, di tengah-tengah hamparan rumput tinggi yang sangat lapang, terdapat sebuah pondok kecil sederhana dengan dominan warna coklat muda-ah kau bisa melihat jika sebagian besarnya terbuat dari kayu dengan tembok batu di bagian bawah.

Atap yang cukup kuat bertengger di atasnya. Pagar-pagar kayu mengelilingi pondok sederhana itu membatasi rerumputan tinggi dengan wilayah tempat tinggal sederhana.

Di halaman pondok terdapat jalan setapak dengan batu pijakan yang tersebar dari pagar hingga dekat pintu. Sementara di sisi kanan dan kiri halaman pondok itu-masih di dalam pagar-terdapat rumput-rumput pendek dan bunga-bunga berwarna putih. Dari sekian warna bunga yang ada di dunia, entah mengapa sang pemilik pondok hanya menanam bunga berwarna putih. Selera orang memang berbeda.

Samar-samar terdengar suara langkah kaki di dalam pondok itu. Langkah kaki ringan menginjak lantai kayu. Sesekali terdengar suara nyaring dari papan-papan kayu sebagai alas tatkala ada kaki yang menginjaknya. Pemilik langkah kaki itu kini telah berjalan ringan dan menahan langkahnya tepat di depan cermin.

Ia menatap pantulan dirinya di dalam cermin oval dengan bingkai kayu berukir tanaman yang menjalar di hadapannya lekat-lekat. Tak ada ekspresi istimewa pada tatapannya. Ia menghel nafas. Terlihat pantulan gadis itu terpampang apik. Dilihat darimanapun tak ada yang salah dengan wajah dengan kulit putihnya serta manik mata berwarna ruby dan rambut merahnya.

Ah-rambut merah.

Gadis muda itu mendengus dengan meniup poninya kasar membiarkan surai merah itu melayang sebentar kemudian kembali pada tempatnya di dahi gadis itu. Gadis itu menatap rambutnya lagi, tak ada keinginan untuk menyentuhnya. Rambutnya berwarna merah mencolok dengan panjang hampir sepinggang. Ia tak mau repot-repot menyibakkan rambutnya.

Ia membenci rambutnya hingga ia biarkan saja surai itu tumbuh semakin panjang menghiasi tubuhnya. Entah mengapa ia justru membiarkan rambutnya semakin panjang alih-alih untuk memangkasnya habis.

Oh! Itu karena ia pernah melakukannya sekali berharap rambutnya akan tumbuh dengan warna yang lain, namun sia-sia. Kala itu ia masih kecil, tidak tahu apa yang ia lakukan. Jadi sekarang, daripada ia melakukan hal yang sia-sia-buang-buang tenaga-lebih baik ia biarkan saja rambut sialan itu tumbuh sesukanya.

Gadis itu menghela nafas sekali lagi. Kali ini lebih panjang untuk menenangkan pikirannya, mengenyahkan pikiran tidak menyenangkan itu dari benaknya kemudian melangkah meninggalkan cermin di hadapannya.

Ia melangkah menuju meja makan dan ia mendengar suara peralatan makan yang saling bersentuhan, serta suara piring yang diletakkan di atas meja kayu.

"Oh! Scarlea sayang, kau sudah bangun?" sapa seorang wanita berambut pendek yang menatapnya. Tangan wanita itu tengah sibuk memegang piring yang akan segera diletakkan di atas meja.

Gadis bersurai merah yang dipanggil Scarlea itu tersenyum simpul dan mengangguk lalu menghambur menuju kursi kayu di depan meja makan.

Lihat selengkapnya