TAP TAP TAP
"Mengapa suara langkahmu kencang sekali, Kek? Aku tidak bisa berkonsentrasi," eluh seorang pemuda berambut keperakan sambil menopang kepalanya di meja. Ia membolak-balik lembaran halaman buku yang agak tua di meja sambil menatap bosan pada tiap huruf yang melekat di sana.
"Apa katamu?" seseorang yang dikomplain barusan menghentikan langkahnya dan menatap geram pemuda itu dari belakang kursi dimana ia duduk. Pria tua itu menyilangkan kedua tangan keriputnya di dada dan mengernyit. Jelas sekali wajahnya tidak senang akan ucapan tidak sopan pemuda itu. Ingin rasanya ia menimpuk kepala pemuda itu dengan sebuah buku tebal hingga membuatnya pingsan.
Buku tebal manakah yang cocok untuk ia gunakan?
Pemuda itu merasakan ada sedikit kemarahan di suara pria tua di belakangnya. "Tidak. Lupakan saja."
Pria tua berambut putih panjang dan berjenggot itu melanjutkan langkahnya menuju rak buku yang tak jauh dari pemuda itu.
"Sudah tiga hari kau menatap buku-buku itu. Apa kau tidak nyaman di rumah?" selidik pria tua itu. Telunjuknya tak berhenti menyusuri judul-judul buku di hadapannya. Ia sedang mencari buku yang ia butuhkan—buku apa tadi yang sedang ia cari? Oh—jemarinya berhenti pada buku tentang ramuan.
"Aku tidak ada kerjaan, Kek. Misi-misi itu sudah selesai dan Kota Lagnam ini terlalu damai sehingga membuatku bosan," ujar pemuda itu sambil menautkan jari-jari dan meregangkan kedua tangannya hingga terdengar bunyi gemeretak tulangnya.
"Aku juga bosan melihat wajahmu, Danio," tutur pria tua itu tak peduli.
"Kakek Martin aku lapar."
"Apa?"