Nefertyland: Para Pemburu Zirah

Andrean_Lazuardi
Chapter #9

Lembar 9 : Mereka yang Mencari Kebebasan

Lembayung senja terpeta jelas di langit negeri Neferty. Untuk sekarang, sesi latihan telah usai, berganti dengan persiapan ringan; membersihkan diri, mengatur formasi pasukan pra-perburuan, sampai menggiring para cornibus agar bergerombol di sekitar balai dusun.

Kala gugusan gagak berkoar nyaring, Bayrak sedang sibuk membebat tubuh hijau berototnya dengan rantai berporos kecil yang disatukan, sehingga menyerupai helai kain. Bukan sekadar rantai biasa, itu adalah mitril—mineral yang terkenal sanggup menahan semburan api naga.

Tidak banyak orang yang bisa memilikinya. Mitril Bayrak pun sebenarnya berasal dari nenek moyang bangsa goblin yang diwariskan kepada alpha secara turun-temurun. Akan tetapi, memiliki benda sekuat itu berbanding terbalik dengan hasil jerih payahnya selama ini.

Mitril seakan menjadi hiasan belaka ketika ia mengingat betapa brutalnya Fenrir memperlakukan hutan Nyx. Pun demikian, Bayrak sama sekali tidak berdaya melindungi mulianya hutan ini. Hutan yang menjadi kebanggaan ayahnya, juga para leluhur goblin.

Tuhan telah menggulirkan takdirnya kembali, dan kali ini mata runcing takdir tersebut tepat mengarah pada Fenrir. Merupakan kebanggaan besar sekaligus anugerah tak terbalaskan apabila besok—saat fajar menyingsing—mereka pulang beriringan seraya menggotong bangkai Fenrir. Giginya mungkin akan dicopot habis, kulitnya akan dijadikan permadani kemuliaan sang Alpha, dan tulang-tulangnya bisa dijadikan penabuh genderang peperangan di masa depan.

“Prajurit kita telah siap!” Leander menyampaikan kabar dengan terburu-buru.

“Aku pun demikian.” Bayrak memasang pelindung kepala dari tengkorak hewan buas yang dibantainya beberapa bulan lalu. “Kencangkan zirah perakmu, Leander. Kita akan menyerbu sang predator sebentar lagi.”

Mata Leander berkilat-kilat memantulkan cahaya obor di pondok. “Aku menunggumu di bawah. Besok kita akan pulang membawa kejayaan, Kakakku!” Kaki-kaki pendeknya minggat, menuruni undakan dengan cepat.

Sebelum berdiri tegak di hadapan para prajuritnya, Bayrak menyempatkan diri untuk menyusuri pondok miliknya, melewati satu-dua sekat hingga akhirnya berhenti di depan bilik kecil. Terlelap tidur, Grep yang kurus kering tampak menggeliat di pangkuan ibunya, Karla. Goblin kelabu dengan rambut ijuk sepundak itu mengerling pada suaminya.

“Doakan aku agar kembali dengan kemenangan, Karla.” Bayrak menghampirinya sembari mengelus kepala mungil Grep.

“Selalu, aku selalu mendoakanmu.” Karla mendongak, menatap suaminya yang berbadan tinggi besar. Mata legamnya berbinar-binar.

“Jaga Grep baik-baik. Sebab, setelah masalah ini usai, dia akan menjadi alpha kita yang baru,” pesan Bayrak berbalas anggukan pelan dari sang istri.

Cengkrama mereka terhenti oleh derik api dari obor-obor. Jemari berkutil Bayrak membelai rambut istrinya selama sepersekian detik sebelum kaki-kaki kekarnya itu menjauh pergi. Undakan kayu menunggunya di depan bersama puluhan prajurit goblin pemberani.

“Untuk bangsa goblin!” seru Bayrak, tangan kananya mengacung tegas.

“UNTUK BANGSA GOBLIN!” teriak semuanya serentak, disambut riuh penuh semangat.

“Saat ini kita berdiri di antara maut dan keajaiban. Semangat dan antusias kalian bisa kurasakan melalui pori-pori kulitku. Mari, Prajurit-prajuritku! Kita buktikan bahwa goblin bukan santapan! Hutan Nyx bukan tempat untuk dirusak! Kita buktikan pada Fenrir bahwa goblin mampu memutus rantai makanan yang hina ini!” Seruan lantang menggema, mengisi kesunyian hutan bersama sinar kemerahan dari lengan-lengan prajurit goblin yang memancarkan api

Di barisan paling belakang, Rio beserta kedua temannya ikut bersorak menyemangati perburuan mereka. Kholoros yang kini hijau kebiruan masih berada di dalam dekapannya. Rio tentu tak ingin zirah itu lepas lagi.

Sementara itu, Revan dengan setelan jas marun berdasi kupu-kupu jingga tampak berdiri tegap di balik kerumunan goblin. Matanya menerawang ke depan untuk menangkap sosok Bayrak yang bicara sebegitu nyaring. Kron di sampingnya justru bertepuk tangan keras-keras lalu mengusap kepala Frig yang asyik menyantap ikan segar dari sungai Nyx.

“Pidato Bayrak keren sekali. Aku sampai merinding mendengarnya,” komentar Rio, takjub.

“Tidak mengherankan,” sahut Kron. “Ini malam penting bagi mereka. Selama berpuluh-puluh tahun bangsa goblin ditindas oleh tirani Tarnath melalui keonaran Fenrir. Jadi wajar saja kalau semangat mereka berapi-api.”

“Eh!?” Revan mengerling padanya. “Menurutmu Tarnath ada hubungannya dengan Fenrir?” Ia berucap ragu.

Lihat selengkapnya