Negara, Hidup dan Mimpi

Renaldy wiratama
Chapter #2

Kepala Babi & Bangkai Tikus

Pagi ini aku terbangun dengan kepala pening dan napas yang sesak. Di sampingku, tergeletak satu kepala babi berdarah, tiga bangkai tikus yang kaku, dan selembar koran kemarin yang belum sempat kubaca. Matahari belum benar-benar muncul, tapi sinarnya menembus jendela kamarku seperti hakim tua yang murka—menyorotiku, mempertanyakan bagaimana aku bisa tidur nyenyak di tengah kekacauan ini.

Aku tak ingat siapa yang meletakkan semuanya di sana. Atau mungkin aku yang membawa mereka masuk, dalam keadaan sadar setengah mimpi, dalam hidup yang makin hari makin menyerupai parodi. Di halaman depan koran, ada foto besar seorang pejabat tersenyum sambil memotong pita, di bawahnya tertulis: “Pembangunan untuk Semua.” Aku tertawa kecil—datar, kering, tanpa suara. Tikus-tikus di sebelahku membusuk, tapi negara tetap berjalan.

Hari ini mungkin Senin, atau Rabu, atau hari lain yang tidak penting. Di dalam mimpi ini, waktu tidak lagi linier. Segalanya kabur, seperti suara rakyat yang dipelintir dalam konferensi pers.

Kepala babi itu menatapku. Matanya kosong, tapi dari balik kekosongan itu, aku bisa merasakan sesuatu yang lebih nyata dari hidupku sendiri. Ia seolah berkata: Kau bagian dari ini. Kau tidur bersama bau busuk kami.

Aku berdiri, mencoba mencari logika. Tapi logika telah lama mati di negeri ini, digantikan oleh aturan-aturan yang hanya berlaku untuk mereka yang menuliskannya.

Di luar kamar, lorong-lorong sempit menyambutku dengan poster-poster pemerintah yang terus berganti setiap detik, seperti sistem yang selalu berubah tapi tak pernah benar-benar berubah. Satu poster berbunyi: “Bermimpilah demi negara.” Di sebelahnya: “Yang terbangun akan diadili.”

Lihat selengkapnya