Malam ke-112. Lampu tidur padam serentak, seperti biasa. Lagu pengantar mimpi bergema dari speaker di langit-langit, dengan suara perempuan yang terlalu lembut untuk dipercaya.
“Selamat tidur, rakyat terkasih. Bermimpilah tentang pertumbuhan. Tentang proyek. Tentang loyalitas.”
Aku pura-pura tertidur. Nafasku kuatur pelan. Di seberang ranjang, lelaki tua bernama Pak Mo masih terjaga. Matanya menatap langit-langit seolah ada sesuatu yang ingin ia tembus.
Lalu… terdengar bisikan. Sangat pelan, hampir seperti ilusi:
“Jika kau bisa mendengar ini, berarti kau belum sepenuhnya hilang…”
Aku menoleh cepat. Tapi tak ada siapa-siapa. Hanya speaker tua dan bayangan ranjang.