Negara, Hidup dan Mimpi

Renaldy wiratama
Chapter #12

Dunia Baru atau Dunia Kacau

Ledakan besar mengguncang jalanan. Bangunan-bangunan yang dulu kokoh kini hancur berantakan, seiring Satuan ABN mengerahkan kekuatan terakhir mereka untuk menghentikan kami. Di tengah kehancuran, aku, S, dan Pemimpi Besar berdiri, menatap kota yang terbakar di sekitar kami. Dunia yang pernah terjaga kini menjadi lautan kerusakan—sebuah kenyataan yang lebih mengerikan dari mimpi-mimpi buruk yang pernah kami alami.

Pemimpi Besar, yang kini lebih terlihat seperti sosok legenda daripada pemimpin, menatapku dengan tatapan yang penuh keteguhan.

“Kita sudah sampai di sini, Damar,” katanya dengan suara yang lebih tenang dari yang kuharapkan. “Apa pilihanmu sekarang?”

Aku mengangguk, mencerna kata-katanya. Sungguh, aku tahu tak ada lagi pilihan yang sederhana. Kami sudah melangkah terlalu jauh, memasuki jalur yang tak bisa dibalikkan lagi. Mimpi yang kami bangun sudah menyentuh kenyataan, dan kenyataan ini, meskipun lebih brutal, menawarkan potensi yang tak terduga.

Tapi ada satu hal yang menghantui pikiranku: apakah mimpi itu lebih berharga daripada kenyataan yang ada? Mimpi memberi kenyamanan, memberi kita pengharapan, tapi kenyataan menuntut kita untuk menghadapi ketidakpastian.

Kami bergerak lebih jauh, berlari melalui reruntuhan, menuju markas Satuan ABN yang sekarang terlantar. Kami bisa merasakannya: dunia yang kami kenal dan percayai sudah hilang. Dan di hadapan kami hanya ada kehancuran yang harus dijawab dengan keputusan-keputusan besar.

Di dalam markas yang kini hening, hanya ada layar besar yang menunjukkan aliran data—data tentang mimpi yang pernah mereka kendalikan. Aku melihat angka-angka yang bergerak, sistem yang meredup, dan suara yang terus bergetar di dalam pikiran. Semua ini adalah kenangan dari dunia yang dulu kita pertahankan.

Lihat selengkapnya