Saat itu di suatu Acara Ramadhan juga sudah kudengarkan materi Taklim di Masjid ini, misalnya tahap-tahap Dakwah (Marhalah Dakwah) sangat jelas bagaimana semestinya tahap dakwah, yaitu bagaimana membangun masyarakat Islami itu dimulai dari diri sendiri yang harus Islami, setelah pribadinya kuat, lalu masuk tahap kedua yaitu lingkungan keluarga, setelah keluarga terbangun sebagai keluarga yang islami, maka berlanjut ke tahap ketiga yaitu Masyarakat. Dan setelah masyarakat telah ber-Islam, barulah, masuk tahap mendirikan Negara, Negara yang berdasarkan Nilai-nilai Islam.
Saat itu gairah Keislaman sedang tinggi-tingginya. Sejenak meninggalkan kajian Kitab Kuning yang belum kupahami esensinya. Tapi aku sudah menyerap keindahan kajian Kitab kuning itu. Kitab kuning kalah oleh pragmatis dan melihat Keislaman baru ini sebagai pilihan.
Saat kuingat materi Tahap Dakwah itu, Negara Sembilan mengabaikan Marhalatud-Dakwah, yaitu sebuah materi tentang tahap dakwah. Dalam Tahapan Dakwah ini proses pembangunan Masyarakat Islam berlaku secara berurutan atau step by step. Konsep Tahapan dakwah dalam Negara Sembilan (N-9) dipotong/dipangkas dan langsung masuk pada tahapan mendirikan Negara. Dan ini sangat berbahaya. Bagaimana mungkin bisa melangkah dalam tahap yang lebih luas. Jangankan masyarakat, pribadinya aja belum terbentuk, apalagi Negara.
Dua orang yang paling berpengaruh dalam ideologi ini adalah Hartono dan Teguh. Hartono, ia yang pertama mengajakku aktif di masjid ini. Bagiku dua orang ini adalah orang baik, praktek agamanya sangat baik. Mereka adalah pribadi yang Islami. Hartono menurutku lebih-lebih sangat Islami. Ia yang bercita-cita menjadi Fisikawan, katanya Fisikawan yang Islami. Sementara teguh sangat berbeda, Ia meledak-ledak. Keduanya tidak mengerti ujung Keyakinan ini. Apalagi ada motif ideologi asing dibalik itu semua. Yaitu ideologi Negara Sembilan. Mereka hanyalah ahli ibadah yang ingin Total dalam agama. Teguh adalah teman SMA, yang sejak SMA dikenal radikal. Ia yang mudah dipengaruhi. Ia juga yang nantinya dimanfaatkan oleh Miko Widyatmoko menjadi “Pengantin Bom”. Teguh dan Miko tak punya hubungan apa-apa. Mereka tak saling kenal. Tapi yang terjadi di antara keduanya berada dalam skenario Negara Sembilan. Aku tahu Miko terlibat dalam perekrutan “Pengantin Bom”. Dan Miko Widyatmoko adalah otak-nya Dan salah satu korbannya adalah kawan dekatku sendiri, Teguh.
Suatu hari di Masjid ini pula, aku dapati pengalaman mengenaskan. Ia pernah mencekik leherku dengan sangat keras. Aku lewat di depan shalatnya. Aku sadar aku salah. Aku sudah minta Maaf atas kesalahanku. Tapi ia seolah ingin menghabisiku, matanya melotot tajam ke arahku. Aku seperti akan ditelan bulat-bulat. Ia merasa seperti para pejuang palestina yang mengarahkan senapannya ke arah orang Yahudi. Ia mengangkat kerah bajuku. Tangan kanannya mengepal. Matanya melotot.
Aku Trauma dengan Penyikapannya itu. Inikah Spiritualitas Nya? Saat itu aku bertanya realitas Islam dari praktek Keislaman Teguh. Beginikah Contoh praktik Spiritual Agamaku ini? Sebab itu kontra dengan Jiwaku. Benarkah ketika nilai seseorang berIslam secara sempurna sebagaimana dirinya (Teguh), maka ia boleh bersikap keras terhadap manusia lainnya?
Saat itu tak ada sosok Miko Widyatmoko. Ia berasal dari asal Kota Emas. Ia yang Dinas Kepolisian tapi keluar atau dikeluarkan karena tindakan indisipliner. Ia sering main ke Kota Cahaya karena pertemanan antara Bunda Pertiwi dan Ayahnya Miko. Ia nanti menjadi Agen Negara Sembilan.
Syahdan, bukan Negara Sembilan (N-9) yang jadi focus tulisan ini. Bukan membahas Hartono, Teguh ataupun Miko. Di awal tulisan ini, aku ingin membahas pertemuan pertamaku denganmu, Duhai Wanita yang kuyakin Engkau sebagai wanita yang dipilihkan Tuhan untukku. Bukan wanita biasa, tapi wanita luar biasa. Wanita yang aku kagumi karena kecantikannya, bukan semata fisiknya tapi yang dating dari Jiwa.
Ada pertemuan kita di Masjid dekat SMA Cahaya. Masih ingatkah Engkau dengan Pertemuan Pertama Kita?
Lagu Religi mengalun Indah. Genre lagu mulai dikenal. Nasyid istilah populernya. Lagu Nasyid itu berjudul “Munajat” yang dibawakan Nadamurni. Sangat menyentuh, Aku sangat mengingat syair-syair tembang ini. Setiap kali aku pulang sekolah melewati persawahan, mulutku terlantun Nada Murni lagu itu. Tanaman Padi yang menguning kuanggap para Penonton dalam suatu konser Akbar. Karena aku tak merasa menyanyi sendirian.
****************************************
Tuhan, Kuimpikan
Pengorbanan membuktikan Keikhlasan
Tuhan, Ku relakan
Keindahan membuktikan Keikhlasan
Ujian Keimanan
Di dalam perjuangan
Padanya ada kemanisan
Kebahagiaan dan Kesenangan