SETELAH baiat yang gagal karena salah satu anggota keluarga di tempat baiat itu meninggal, aku masih bingung dengan apa yang kualami. What Is This? Kutulis tanggal dimana aku dibaiat 12 Januari 1998. Ini pengalaman sangat luar biasa. Aku harus mencatatnya di catatan harianku. Aku masih memegang buku kebanggaan ini.
Ya catatan ini.
Kucatat kelakuan orang-orang di Negara Sembilan padaku. Di kontrakan salah satu anggota Negara Kesembilan, terjadi debat kusir. Debat yang sangat menyebalkan. Inilah perang batin. Inilah Jiwa yang berontak. Setidaknya dikontrakan itu terjadi debat kusir tentang konsep besar yang dianggap kecil yaitu Tentang Shalat kita. Katanya Shalat itu Tak Wajib! Kucatat judul catatanku hari itu dengan tulisan tebal itu. Inilah pengalaman jiwa yang menghentak dada.
Malam hari pinggir Tol Cakung Cikunir, dunia seolah kiamat. Cita-Citaku seolah harus mati. Langit seolah telah runtuh. Dan kuyakin, esok mentari tak akan menampakan diri.
Aku sangat Shock dengan pikiran ini. Aku memilih sendiri di atas jembatan penyeberangan tol Bintara. Aku sedang berpikir keras. Tepatnya bingung, was-was dan takut. Bude tak pernah tahu apa yang kualami, terlebih keluarga. Bude hanya tahu aku tak ada apa-apa. Sehari semalam pergi, mudah-mudahan tak membuat Bude curiga sebab aku bilang sedang menginap di rumah teman, padahal aku sedang mengikuti prosesi penting dalam Negara Sembilan, prosesi itu bernama baiat.
baiat sebetulnya adalah istilah dalam tarekat, ini sekaligus memberi petunjuk kepada kita bahwa Negara Sembilan menggunakan Pola Tarekat, adalah sebuah metode disiplin kebatinan yang lama melembaga di negara kita.
Sebelum baiat aku dijejali materi Negara Sembilan yang identik sebagai negara Surga (Negara Karunia Tuhan, NKT) dan kontras dari materi Negara Surga adalah Negara Neraka, Negara Kafir dan sejenisnya.
Quran Terjemah terbitan Depag, papan whiteboard terpampang di depanku saat seorang bertubuh ceking yang ngaku pernah kuliah Institut Ilmu Quran (IIQ) Ciputat menjelaskan argumennya tentang hancurnya sebuah Negara. Dan akan lahir Negara yang didambakan yaitu Negara Karunia Tuhan (NKT), yang menyelamatkan manusia dari kehancuran. Aku sangat ingat wajah laki-laki itu!Aku ingat sebab wajahnya mirip Kang Turiman, tetanggaku yang tukang becak di Kampung Nelayan.
**********************************************
Mas Sisno!
Mas Sisno, laki-laki yang kubaca dari wajahnya ia sangat terpaksa menjalani tugas Ideologinya. Juga kawan-kawannya. Meski ia punya tugas Ideologi ia masih berjualan kapuk keliling kampung. Atau jualan boneka di perempatan lampu Merah. Aku tak tahu apakah cukup hasil usahanya jualan kapuk itu untuk menutup kewajiban Infaq yang gila-gilaan. Infaq bulanan yang telah memaksanya.
Dik!, Wahai engkau Wanita Pembangkit Jiwa, aku tidak bermaksud melupakanmu. Tapi Doktrin Negara Kesembilan ini sangat berat. Aku tidak mengerti dengan Ideologi ini. Aku tak bisa mengerti. Aku sedang berusaha mengerti arti Ideologi ini. Aku seperti orang yang tersesat dan terlempar dari peradaban. .
“Dik!, Wahai engkau Wanita Pembangkit Jiwa. Aku ingin seperti dulu. Kudengar kabar tentangmu yang sedang belajar tembang Campursari bersama Mas Hadi. Bagiku itu lebih elegan daripada pemikiran yang sungguh sangat membingungkan ini. Tentu sangat merdu suaramu. Aku sangat Rindu dik! Makanya kalau di Ibu Kota ini aku denger lagunya Didi Kempot berjudul “Sewu Kutho”, aku teringat sama kamu.
**********************************************
Kilatan memori peserta baiat begitu kuat dalam ingatanku. Semua kejadian itu telah mengubah cara berpikirku tentang agama dan negara.
**********************************************
Ini Negara Kafir (baca: NKRI), Mengajak kepada Kekafiran dan kehancuran. Sambil spidol di tangan Sisno menunjuk pada tulisan di papan Whiteboard bertuliskan NKRI.
Sementara yang ini!? sambil Mas Sisno mengarahkan Spidolnya ke tulisan N-9. Negara ini adalah Negara yang menyelamatkan. Negara Kehendak Tuhan.