NEGARA SEMBILAN

Arif Budiman
Chapter #41

Simpul Peradaban Yang Terluka #41


Senandung Takbir telah membahana. Ternyata ini adalah hari terakhir aku berpuasa. Puasa kita sudah selesai mas! Iya Mas besok Idul Fitri. Ku Tersengguk, dan Mas Agus menepuk pundakku, artinya motivasi agar aku sabar. Ia membelikanku air mineral untuk berbuka. “Minumlah” katanya. Suasana di luar, telah menjadi gelap, kereta melaju melintasi Kroya, Terowongan Ijo, Gombong, Kebumen. Di tengah perjalanan menuju Surabaya, berita pengeboman, secara berantai muncul di Media. Bahkan ini terjadi ketika umat Islam tengah melaksanakan hari kemenangannya, Dan di tengah perjalanan, tepatnya saat kereta baru saja berhenti, berita di TV maupun Medsos telah dipenuhi dengan pemberitaan kasus pengeboman di salah satu Gereja di Kota Para Pahlawan.

Dan benar saja pelakunya adalah seorang wanita. Aku terdiam seribu bahasa. Dadaku begitu sesak, hingga air minum yang kutuang ke mulut ini tertumpah. Aku tercengang. Ku Terisak sepanjang jalan tak kuasa membayangkan bagaimana Engkau bisa melakukan hal semacam itu. Aku tak habis pikir. Aku terus berpikir logika apa hingga ada seorang wanita harus menjalani “Prosesi Pengantin Bom”

Ayo buruan Mas Agus, kita harus segera melihat kejadian Bom itu.

Media-media mainstream beruntun memberitakan, secara live kejadian Bom yang sangat mengerikan ini, Bom Meledak di tengah Acara Kebaktian Sebuah gereja di Kota Para Pahlawan. belasan orang jadi Korban akibat Bom ini. Lagi-lagi Gereja menjadi sasaran. Jiwaku masih diliputi tanda Tanya, Jiwaku tak tenang.

Peristiwa kemanusiaan yang menyangkut kekasihku ini memang tak tertulis dalam Sejarah. Karena yang sesungguhnya ada, seorang wanita yang meledakkan diri itu nanti di Tahun 2018. Aku sengaja membahasnya di Tahun ini. Tapi bagiku Peristiwa Ledakan ini sangat nyata terjadi di hati dan Jiwaku. Sebuah “festivalisasi” kebodohan yang tertayang di depan mata hamper setai saat dan waktu. Apakah jawaban mereka yang melegitimasi akan beri aku jawaban bahwa, tidak semua dalam agama harus Ilmiah, harus logis? Sama seperti Jawaban Hartono, sangat terngiang dalam ingatan ini, 

“Imam Tidak Semua Agama Harus Logis”

Aku langsung Jawab. “Harus Logis. AKu katakana bahwa Tuhan yang tak ada secara empiris bagiku Logis!”

Agama dan Doktrin Agama bagiku Harus Logis!

Sangat memprihatinkan. Ini fakta yang sangat memprihatinkan. Agama Rahmatan Lil Alamin Terus tercoreng oleh Kebodohan yang terus berulang. Yang tercatat faktanya adalah pengeboman tahun 2018 di Kota Surabaya. Tapi aku ambil ruhnya di dalam Kisahku sebab aku ingin menyimpulkan bahwa fakta ini harus dilahirkan. Aku tak ingin melihat lagi tontonan paling menjijikan ini.

Karenanya, aku memang benar-benar merasakan ada Peledakan ini mengguncang saudara dekatku sendiri. Kawanku bahkan kekasihku sendiri yang menjadi korban dalam doktrin memalukan.

Duhai Ummu Dina Larasati, Wanita yang kupikirkan. Kini Engkau sedang berada di tanah leluhurmu. Alam para nabi. Wanita yang kurindukan telah pergi menuju alam keabadian. Tahun 2006, adalah tahun dimana aku berada pada puncak kekecewaan pada Sepak Terjang Negara Sembilan. Ia kekasihku, Wanita yang sangat kupikirkan. Sosoknya terwakili dalam Pengantin Bom di Surabaya. Aku sengaja membawa imajinasi dirinya di tahun 2008 menjadi tahun 2006. Sebab kenyataanya tidak ada pemberitaan Bom wanita di tahun 2006 ini. Tapi aku mengalami ledakan itu di tahun 2006. Aku merasakan bom oleh wanita ini di tahun 2006.

Pengeboman itu tak terberitakan. Aku pun tak memberitakan kepada umum. Apalagi jejak digitalnya. Aku yang mengalami sendiri bagaimana kehilangan wanita yang didoktrin Negara Sembilan. Aku sangat merasakan bagaimana kejadian memilukan itu terjadi di depan mata. 

Apa yang terjadi Tahun 2018, ruhnya kubawa di tahun 2006. Hanya ingin meringkas satu narasi memalukan yang semestinya kuakhiri di 2006. Sebab apa yang terjadi pada pengebom di Surabaya, sama sosoknya dengan wanita yang kucintai. Ia terlibat dalam Gerakan melawan Negara dan ingin hidup dengan nilainya sendiri. Ia wanita baik-baik tapi bermetamorfosis menjadi wanita Ideologis.

Apa yang kurasakan di 2006 yaitu ledakan kebodohan. Ledakan yang direkayasa oleh politik kekuasaan. Ini adalah puncak kehilangan pada wanitaku, Ummu Dina Larasati. Ia telah menjadi penganut Negara Sembilan. Dan aku menentangnya.

Pagi harinya aku turun dari kereta di Stasiun Kota Pahlawan, Bersama Mas Agus, aku mencoba mencari keterangan atau keberadaanmu. Pemberitaan, nyata memberitakan pengamanan yang ketat di lokasi kejadian. Aku sangat sulit untuk dapat menembus barikade keamanan sebab tidak semua orang diperbolehkan masuk melihat. Semua masih dalam penanganan Tim Forensik Pasukan Antiteror. Kulihat kerumunan wartawan memadati lokasi pengeboman, hari ini para korban akan dikumpulkan dan dilakukan otopsi

Di layar HP-ku pemberitaan pengeboman, mulai ramai. Demikian halnya pemberitaan di TV, atau ramai dibicarakan.


Aku hanya bisa terkulai lemah. Duduk menangis di belakang Police Line dekat gereja. Duhai Ummu Dina Larasati, Kekasihku yang rindu kembali ke Asal-usulmu. Inikah jalan surga yang kau mau? Seperti Inikah pertemuan yang kau maksud? Pertemuan dalam balutan kekerasan dan kengerian. Tubuh Berkeping, kini yang terpapar depan mata. Di sekitar serpihan ledakan itu. Kulihat sekilat Cahaya dari sebuah benda yang sudah sangat kukenal. Cahaya yang menghadirkan kenangan aku bersamanya saat memberikan benda itu padanya. Aku pastikan bahwa benar Dina benar pelakunga. Karena itu pula aku berhenti mendorong petugas polisi yang menghalangi tubuhku untuk masuk melihat dalam lokasi. Iya sinar itu adalah cahaya dari sebuah cincin yang tak lain pemiliknya adalah Dina Larasati, Iya serpihan tubuh ini benar adalah tubuhmu. Itu adalah dirimu.  

Lihat selengkapnya