SESUAI SMS-mu dari Nomor baru yang tak ada keterangan nama. Dari nomor itu terkirim Pesan. Kutahu itu adalah pesan darimu. Kau ungkapkan kembali keadaan dirimu yang terluka. Biasanya kau sedang tersiksa dan disiksa olehnya, Tapi Engkau tak berdaya. Tahun 2006. Aku datang ke Pantai indah ini. Pantai “Anak Segara”. Aku akan menemuimu. Kunaiki motor Honda Tua milik Bapakku, asli milik bapak. Bukan motor Dinas Departemen Agama sebagaimana dahulu sering kupinjam. Tapi yang ini motor sendiri yang konsisten, merek kesukaannya. Beliau penyuka Honda. Dan miliknya inipun motor Honda, mirip sekali dengan Motor Dinasnya duli. Warnanya pun sama.
Dengan motor ini, aku akan segera tahu kabarmu. Aku akan segera bertemu denganmu?
Dan kini adalah saatnya aku kan kembali melihatmu. Seperti apa keadaanmu saat ini. Kuyakin Engkau masih secantik dahulu walau usia kita telah bertambah. Wanita keturunan Arab Jawa dengan hasil paduan yang sempurna, ada unsur jawa dan Arabnya.
Aku tak ingin ini akan menjadi fatamorgana? Sesuatu yang kelihat nyata di permukaan tapi faktanya tiada. Ini pertemuan yang sangat berbahaya karena nyawa kita jadi taruhannya. Kuyakin Miko tahu pertemuan kita. Ia sangat tahu keberadaan kita. Bukankah kita pernah membuktikan bagaimana ia terus mengawasi kita. Engkau pernah dipukul dan sisanya. Bukankah itu cukup jadi pengalaman kita. Aku tak mau kau akan disiksanya.
Ia mengikuti setiap gerik kita. Sore ini di Senja Bukit Pulau Apung yang remang oleh Senja. Engkau seperti Robot Mekanik yang terbaca dimanapun keberadaannya.
Aku tak takut jika ia datang. Ia telah lama menyimpan Dendam, untuk dan karena Cinta kita. Untuk rasa sakit yang pernah ia rasakan. Ia tak akan berhenti menyiksa. Ia akan selalu menyiksa. Hingga salah satu dari kita tiada.
Jika aku bertemu dengannya, aku akan bicara baik-baik sebagai orang dewasa. Aku tahu ia tak mau melakukannya. Ia sangat anti padaku. Jika ia mau aku tentu sudah mati olehnya. Tapi mengapa itu tak dilakukannya. Ia tentu memilih para ajudannya untuk menghalangi langkahku. Mematikan ruang gerakku. Mengontrol alat komunikasiku.
Suasana mendadak jadi hening. Akankah ini hanya moment penghibur lara sesaat,
Sesudahnya Engkau kembali tiada. Duhai Kekasihku, Wanita yang selalu aku pikirkan. Perasaanku tak enak. Langit kurasa sedang berduka. Seperti suara guruh yang tiba-tiba kudengar. Walau tak ada hujan. “Ya Allah Penguasa Jiwa, Tolong kembalikan kami, pertemukan kami di tempat ini. Saat mentari senja itu benar-benar akan masuk dalam peraduannya. Saat kegelapan akan membalut Jiwa-jiwa yang kini resah.
Dari arah yang jauh kulihat lamat-lamat sesosok tubuh, awalnya sosok itu tak terlihat jelas. Sesosok lelaki yang sudah sangat kukenal. Ia Mas Agus. Ia berlari terengah-engah. Begitu sampai depanku, ia sodorkan Selembar amplop Surat.
Ini Kabar dari Dina? Bukan SMS ataupun E-mail. Tapi surat tulisan tanganmu Dina? Kukatakan padamu waktu itu Mengapa Kau tak kirim kabar lewat surat elektronik. Ini menunjukkan bahwa Media Elektronik dan Digital telah disadap oleh suamimu.
Ini Surat Tulisan Tanganmu. Aku sedang menggenggamnya. Surat yang mengingatkanku pada Surat-suratku yang terkirim padamu. Suratku yang tak pernah sampai ke tanganmu. Dan suratmu sampai padaku. Surat kesedihan. Ketika Mas Agus sodorkan surat itu, “Ini kabar Dina” sambil kau titikkan air mata. Mas Agus menangis, Mas Agung seolah-olah sudah membaca isinya. Atau ia terharu sebab akhirnya ada jawaban darimu Dina. Atau ia sedang terharu melihat perjalanan Cinta kami. Cinta yang ditempuh di Jalan Ideologi. Cinta yang semestinya suci, kini diintervensi. Sepertinya Mas Agus tahu isi surat itu. Mas Agus sejak dulu sangat mengerti Dina, dan ia selalu curhat denganmu.
Mas Agus kenapa kau Menangis? Mas Agus sudah tahu isi surat ini Apa? Atau Mas Agus juga paham, dan merasa bahwa Ia sedang menjalani Ritual “Pengantin Bom”, disana. Di tempat nun jauh disana. Seperti diskusi ketakutan kita.
Aku akan membacanya. Surat dengan uraian tulisan tangannya yang Panjang, telah terkirim untukku di Sore, senja ini, tepat saat aku sedang menunggumu di Pantai ini. Engkau yang kirim surat itu lewat sahabat kita, kawan dekat kita. Mas Agus.
Aku terima surat itu yang terharu dan masih titikkan air mata. Air mata yang makin mengencang. Mas Agus menunggu aku selesai membacanya. Kali ini Mas Agus benar-benar tak tahu kabar terakhirmu dan surat itu, ia pun ingin segera tahu apa isinya.
Duhai Kekasihku, Sebagaimana Agus, aku merasakan hal yang sama. Sesuatu yang sangat kutakutkan. Tanganku bergetar. Pikiranku bermain memperkirakan. Tratab dan Muncul kekhawatiran. Perasaanku tak tenang. Keringat di tubuhku bercucuran. Air mata ini pun sama, menitik deras mengingati semua deritamu. Pukulan dan siksa batinku. Siksaan yang hanya kudengar tak pernah ku bisa menyelamatkan.
Aku malah sempat kehilangan focus yang menjadikan Surat itu terjatuh di atas pasir, pinggir Pantai. Tubuhku bergetar kencang, ada sesuatu yang terjadi yang menimpamu, Itu yang kutakutkan.
Bacalah. Mas Agus memungut Surat itu dan menyodorkan kembali padaku!
Miko pasti telah mengetahui pertemuan ini. Dan sesuai janjinya dan dendamnya, maka salah satu dari kita atau kita berdua akan binasa.
Duhai Kekasihku, Sejak pertama ku buka surat ini, aku mulai merasakan aura tak baik. Berita yang terkirim dalam bentuk Surat tangan menjadi bukti bahwa kau ketakutan pada Miko dan tak mau menggunakan HP untuk komunikasi. Sejak semalam HP telah kau matikan. Komunikasi denganmu terputus. Engkau takutkan Suamimu
Duhai Kekasihku, inilah berita paling buruk yang pernah kudengar selama ini. Berita paling menjijikan yang membuatku mual. Kabar perpisahan yang paling memilukan. Surat Kertas yang kau kirimkan. Sesuatu model komunikasi yang baru saja ditinggalkan dan jarang dilakukan, terlebih di Era yang sudah Millenial, tapi kau terpaksa membuat Surat Tulisan tangan, tentu agar Suamimu itu tidak mengetahuinya sebab e-mail-mu telah di sadapnya. Semua data tentang kita, diketahui oleh lelakimu itu.
************************************************
Surat Penebusan Dosa
Mas Imam Santoso, Aku tak menyangka jika pada akhirnya aku sendiri yang membatalkan pertemuan kita. Pertemuan yang sengaja kupinta, agar kita bisa berbicara lebih banyak tentang kita. Canda kita di pantai ini. Tentu masih asri seperti dulu saat kita bersama, bukan? Bagaimana dengan kepiting-kepiting yang lucu di Pinggir Pantai, apa mereka masih malu-malu seperti dulu? Hehe. Aku sangat merindui suasana Pantai Segara ini.
Mas Imam, Aku sudah merancang pertemuan ini, tapi aku justru yang membatalkannya. Ini pertemuan yang kubuat untuk menjawab semua gelisahmu. Jawaban atas penantian yang panjang.
Duhai Lelaki yang menggugah Jiwa. Catatan ini, Karyamu ini telah membantuku memahami sosokmu yang sesungguhnya. Sosok lelaki pendiam yang tak pernah kuketahui jika cintanya demikian mendalam. Sosok lelaki yang sangat pandai menyimpan perasaan. Kalau ternyata ada cinta mendalam, mengapa tidak dari dulu engkau mengabarkan. Kalu benar ada cinta suci mengapa tak segera kau tebar.
Lewat Karyamu ini, sangat jelas memberitahuku sosokmu yang sebenarnya. Sosok yang selama ini diam. Sosok Lelaki pencemburu yang sering gagal memahami apa perasaanku.
Yang tak kumengerti adalah mengapa Engkau rela melakukan semua lelah itu. Hanya untukku. Mengapa kau tidak menerima wanita lain dalam hidupmu. Belajar menerima sosok lain dalam hidupmu. Itu Akan membebaskanmu dari derita yang panjang dan perih yang sangat mengiris. Engkau pasti sangat menderita dengan penantian ini.
Engkau tentu berharap kita bertemu. Tapi aku membatalkannya. Maafkan aku. Aku justru sedang merasa sangat berdosa padamu. Aku yang tak bisa memenuhi semua harapan dan mimpimu. Aku yang tak sesempurna yang kau harapkan. Aku yang tak lagi suci. Aku yang kotor, aku yang hina. Aku yang rusak. Aku yang tak berguna…. Aku yang tak bisa datang ke tempat perjanjian kita.
Maafkan aku Imam, Duhai kekasih Sejatiku. Biarkan aku pergi dan membalas semua dosa ini. Biarkan Dentuman keras ini menjadi momen kebebasanmu. Biar Engkau tak memikirkanku lagi. Biar Engkau berhenti mencintaiku. Wanita yang tak sesempurna yang kau gambarkan.
Mengapa Engkau bertahan. Dan kini aku tahu jawabannya. Catatanmu detail menjelaskan cinta itu.
Maafkan jika aku tak bisa menemuimu. Aku sedang menyukai Baju Pengantin yang akan membawaku dalam Pada Pertemuan Terindah. Pertemuan dengan Tuhan, dan itulah akhir perjalanan. Itulah cita-cita tertinggi seorang Pengikut Negara Sembilan?
Walau ini bukan yang sesungguhnya. Aku tak yakin akan bertemu Tuhan. Aku tak yakin akan dapati kesejatian sebagaimana yang sering kau ceritakan. Aku ingin menuju ke tempat berkumpulnya para Domba tersesat di kota ini.
Saat kau menerima berita ini, maka aku mungkin telah ada di alam abadi. Alam para perindu Mati Suci. Aku berharap bertemu dengan Cinta Abadi itu. Aku sedang menuju kesana. Aku memilih jalan ini. Aku memilih “Mati Suci”. Aku akan ke Istana Surga. Walau aku tak sepenuhnya percaya.
“Mas Imam terima kasih atas Pertemuan ini. Terima Kasih telah memikirkanku di hampir di setiap waktumu. Aku merasa sangat terhormat pernah bersamamu. Aku akan mencatat semua kebaikanmu. Aku percaya lelahmu untukku..
Jangan Tangisi Pergiku. Sebab ini bukan perpisahan. Aku akan selalu dekatmu. Akan kusiapkan kamar Indah Cinta kita di Surga.
Mas Imam, meskipun Miko adalah suamiku. tapi aku tak pernah mencintainya. Aku hanya robot. Aku ada dibawah kendalinya. Tak sedikitpun ruang untukku menjadi diriku sendiri. Termasuk apa yg kujalani saat ini.