NEGARA SEMBILAN

Arif Budiman
Chapter #3

Sebelum Mei '98 #3

Sekitar Agustus. 1 Tahun sebelum reformasi 98. Aku banyak ikut Seminar dan parade seminar di masjid, samping Pasar Kota Cahaya ini sangat menggugah. Para ilmuwan, budayawan dan dosen-dosen kampus Terkenal hadir menyuguhkan argumen meyakinkan dengan Tema“Negara Diujung Kehancuran”. Hal ini tentu akan membuat peserta terkagum-kagum dan penasaran. Mendorong kita harus menjadi pemuda yang menyelamatkan Negara yang di ujung Kehancuran itu. Selanjutnya jika telah terhipnotis maka ia akan dibawa dalam kajian khusus (tertutup) bukan di lingkup sekolah atau tempat terbuka. Tapi dalam ruang tertutup dan jika kajian ini dilakukan secara intensif, maka seseorang itu akan dibaiat untuk masuk dalam Negara Sembilan.Aku tidak sejauh itu.

Aku tak menyangka jika Miko saat di SMA yaitu saat masih tinggal Kota Emas, ternyata ikut atau menyimak dan mengamati fenomena gerakan ini. Hal ini wajar sebab gerakan Negara Sembilan bukan Semata di Wilayah Kota Cahaya tapi hamper di semua Wilayah di negeri ini. Sebagaimana trend keagamaan waktu itu. Ia ikut dalam Kajian-Kajian yang tak semuanya murni untuk Islam sebab ada yang menyisipkan untuk Negara Sembilan. Tapi ia tidak ikuti kajian-kajian Islam ini tapi tidak secara mendalam. Ia bahkan pernah masuk dalam struktur organisasi kerohanian di SMA. Ia sebenarnya satu generasi denganku. 

Doktrin Prajurit sangat kuat di dirinya. Tapi tak dinyana jika ia beralih bekerja untuk kepentingan asing. Karenanya Ia bisa tahu Gerakan Negara Sembilan. Miko memanfaatkannya untuk karirnya di Intel Asing. Ia mengaku sebagai Intel Negara Indonesia, padahal untuk Asing. Ia tahu betul kantong-kantong pergerakan Negara Sembilan, Ia tahu mana gerakan murni bentukan pemerintah dan mana yang asli terbentuk di Masyarakat.

Saat SMA, Aku tak Sampai Masuk menjadi warga Negara Sembilan, Akibatnya aku tak tahu Banyak Soal Negara Sembilan. Aku hanya aktif di kerohanian SMA, seperti mengajar Membaca Al Quran atau Mengaktifkan Musholla SMA. Aku bahkan menjadi pengurus Diskusi Keislaman, dan penanggung jawab perpustakaan sebagaimana kesukaanku pada dunia buku dan kajian Islam.

Hartono, Sudah Masuk menjadi bagian Negara Sembilan sejak SMA. Ia sudah dibaiat. Ia sangat Tahu Negara Sembilan. Tapi ia tak jujur padaku. Walau aku beberapa kali harus ikut kajian itu, namun sesungguhnya hanya penghormatanku pada teman. Hartono, ia yang pertama mengenalkanku pada Ideologi ini, tapi ia (nantinya saat Di Ibu Kota) malah keluar dan aktif di partai Dakwah. Aku tak tahu bagaimana ikatannya dengan Negara Sembilan. Aku sendiri yang ingin aktif menjadi politisi di NKRI justru menjadi sebaliknya terpaksa dan harus mengubur mimpi itu bahkan harus berhadapan dengan Negara sendiri.

Hartono orang baik. Ia bukan anak brandal. Ia aktivis remaja Masjid. Ia memiliki spiritualitas yang baik. Aku sangat mengenalnya, aku dekat dengannya. Tapi Ia sudah lama menjadi anggota Negara Sembilan. Awalnya kulihat ia sama sepertiku artinya sama-sama baru belajar Islam. Ternyata ia sangat mengenal Negara Sembilan. Aku menduga ia telah lama di Negara Sembilan, bahkan saat masih SMA. Ia memanfaatkan Rohis SMA untuk mengembangkan Negara Sembilan. Ia memanfaatkan kepekaan Spiritual pelajar SMA untuk dilibatkan dalam gerakan Negara Sembilan. Keyakinanku ia murni ber-Islam. Hatinya terlampau bersih untuk masuk ke Negara Sembilan. Kuyakin ia pun tak sepenuhnya percaya dengan Negara Sembilan. Buktinya Ia memilih Partai Dakwahnya.

Duhai Kekasihku, Keterlibatanku di Negara Sembilan, sejujurnya, mulai merenggangkan hubungan Kita. Aku sering tak menemuimu. Aku mulai menjauh padahal aku selalu memikirkanmu. Dan belum terpikir menikahimu? 

Apakah Aku Munafik?  

Aku tahu saat itu, engkau tentu sudah mulai merasa hambar dalam hubungan kita. Mulai tak ada kabar. Harimu tentu mulai diwarnai saat-saat yang menyesak dada. Saat itu persis sama dengan gencarnya Tema Anti Pacaran di Rohis SMA, Engkau sudah mulai kenakan Jilbab Engkau pun sedang sangat giat mengikuti Kegiatan Rohis ini. Tema ini pula yang jadi alasan buatku menjauhimu. Dan realitasnya aku seringkali tetap menemuimu. Duhai Kekasihku, tema ini baik, ajaran menjaga diri dan ini tentu spiritual. Aku sangat hormat pada kajian ini, walau aku agak sedikit bandel.

Tapi meski, secara fisik aku jauh darimu, tapi jiwaku dekat denganmu. Karena aku memikirkanmu. Sebab Engkau tersimpan di Jiwaku. Mungkin Engkau sempat terpikir bahwa aku telah lupakanmu. Iya tentu kau punya pikiran ini. Aku bilang itu Wajar, karena aku memang benar-benar tak menghubungimu. Waktunya cukup lama. 

Meski begitu, aku masih menyimpan Rasa ini untukmu. Aku mengikuti kabarmu dari sahabat baik kita Mas Agus. Meski banyak info tentangmu yang terlewatkan.

Pernah suatu hari di kampung Nelayan, saat aku pulang kampung. Kebetulan aku sedang ikut Lik Lahmun menjala Ikan, sejak dulu aku memang suka pergi ke laut mencari ikan. Kudapati dirimu di pinggir Pantai Kampung Nelayan. Aku lihat dirimu di kejauhan di pantai Nelayan ini. Aku sedang ada di sisi yang lain dekat kapal-kapal Nelayan. Aku lihat cantikmu memancar bagai cahaya yang memancar. Berlarian di bibir pantai Segara Anak mencandai ombak yang kadang datang lalu pergi hilang. Kunikmati pemandangan Indah ini. Di Pantai “Segara Anak” ini kenangan sosok indahmu demikian kuat kurasa. Kulihat Engkau bermenung diri, Aku hanya bisa melihatmu dari jauh. Bahkan kau panggil aku saat aku baru saja Naik Kapal Nelayan dan menjauh dari garis pantai. Kau panggil aku. Imam! Mas Imam! Tapi aku mengacuhkan. Aku benar tak mengindahkanmu. Kau menatapku tajam penuh kecewa. 

Pernah juga suatu hari aku bertemu denganmu, aku terlihat mengacuhkanmu, sikap yang membuatku penasaran. Beberapa kali kau lihat aku mengacuhkanmu. Kau mulai kesal. Bahkan pernah sengaja menghentikan langkahku dan bertanya langsung padaku, ada apa. Kau juga tanya kabarku. Aku menjawab sekenanya, acuh dan tak pedulikanmu. Aku jawab seadanya. Di hadapanmu, aku terpaku tak bisa berkata-kata. Aku bersikap sangat bodoh. Hufft. “Aku kenapa? Kejam sekali aku? Apa aku telah menyiksamu?” 

Saat di pinggir laut itu, Aku malah menyibukkan diri dengan kerjaanku mengangkut keranjang-keranjang berisi ikan Pesanan Mama dari kapal nelayan yang jadi langganan Mama.

Kulihat kau sangat kecewa melihat aku yang membalikan badan dan sibuk sendiri. Aku tahu Engkau ingin disapa. Engkau juga ingin dinilai apakah cantik dengan Jilbabnya. Jika aku menyukaimu, Kau pun berhak untuk diam. Dan saat Diam itulah, justru aku yang mulai balik melihatimu. Wanita cantik berhidung mancung keturunan Arab (Dina Larasati), kini berbalik cuek pada aku. Aku jadi merasa berdosa 

Tapi masih ada binar di wajahnya. Aku katakan aku akan datang ke rumah.

 Aku senang Engkau pakai Jilbab! Engkau sudah mengenakan Jilbab? Engkau sangat Cantik dengan Jilbab itu. Fenomena ini kuartikan bahwa kau tentu telah dapat pesan agama yang baik sebab kau ikut Kajian Agama di Sekolah. Dengan Jilbab itu kau terlihat makna menawan. Pada tema Jilbab tentu banyak dari kita yang bersepakat, meski ada juga yang menilai tak perlu berlebihan seperti harus bercadar.

Lihat selengkapnya