NEGARA SEMBILAN

Arif Budiman
Chapter #5

Ideologi Cinta #5

Bab ini tidak spesifik bicara tentang Negara Sembilan (N-9). Belum ada ikatan yang menjerat kita berdua. Apalagi Engkau yang ada Nun jauh disana. Apakah Suamimu masih menyakiti tubuhmu? Adakah air matamu menitik dan membasahi harimu. Karena ikatan yang menyiksa jiwa kita. Bersabarlah duhai Kekasihku. Akan tiba saatnya kita kembali bersama.

Bab ini belum membahas tema berat kita sesungguhnya hamper tak kuasa membahasnya. Belum. Kita belum membahas Negara Sembilan itu. Bab ini tentang rumah mungil dekat Pantai “Anak Segara”. Saat itu tahun 1998, aku masih Cah ndeso. Bocah dalam arti fisik yang masih muda dengan Jiwa yang belum diwarnai-tema Ideologi. Aku adalah Jiwa yang belum kenal Ideologi Negara Sembilan. Di Bab ini aku masih biasa. Tak neko-neko dalam ber-Islam. Paham dan ajaran dalam Islamku adalah Islam yang spiritual. Bukan Islam politis maupun Ideologis.

Bukan Islam yang dikesankan sebagai seram dan menakutkan. Terlebih Islam yang identik dengan ajaran yang mengajarkan para pemeluknya untuk menjadi “Pengantin Bom” itu.

Telah terjadi Dialog Cinta bersamamu Di sini, di pinggir Pantai “Anak Segara”. Walau sesaat. Saat itu adalah saat angin pantai “Anak Segara” menyuguhkan kedamaian dengan sempurna. Engkau yang maha cantik, bersamaku. Engkau yang maha cantik adalah pemandangan abadi. Di tempat ini, aku bersamamu.

Angin sore Pantai “Anak Segara” menerjang-terjang. Rambut tipis  dibuat berseliweran. Kulepas lelah sesaat setelah panjang waktuku tersita oleh tulisan ini. Aku memang sangat ingin segera menyelesaikan tulisan ini. Salahkah aku jika hari ini aku ingini keberkahan harta dari penulisan ini. 

Jika ada rezeki dari penulisan ini. Boleh kan jadi orang kaya? Salahkah aku jika ingini harta untuk penulisan ini. Sekarung Uang untuk membiayai proyek cinta ini. Aku ingin mendirikan Madrasah Cinta yaitu Pendidikan Menghafal Al Quran, dengan Kurikulum Al Quran. Aku ingin anak-anak menghafal Al Quran. Dan dari mengkaji ayat-ayat Al Quran ia belajar pengetahuan yang lain.

Duhai Kekasihku, Bersamamu, Ingin kubangun dan kudirikan “sekolah spiritual” impian idealis kita. Pendidikan Dasar 9 tahun adalah hafal Al Quran, Kebangsaan, Matematika, Sejarah Al Quran dan Kesenian. Tingkat Pendidikan Menengah Atas (SMA) materinya: Kebangsaan,matematika Al Quran, Fisika Al Quran, Biologi Al Quran, Kimia Al Quran, Sosiologi Al Quran, Geografi Al Quran, Sejarah Al Quran dst. Tingkat perguruan tinggi adalah Spesialisasi dimana peserta didik masuk dalam jurusan yang disuka oleh setiap pribadi. Jadi visi pendidikan ini adalah Usia 9 Tahun Sudah Hafal Al-Quran. Mudah-mudahan tidak berlebih-lebihan.

Kuhela nafas panjang, Kutatapi ruang-ruang terbuka di jarak nun jauh disana. Kilau air oleh sinar senja dan gerumbul mangrove Pulau Apung.

Sesungguhnya aku sangat lelah. Aku yakin dan percaya waktu terbit bagi novel ini akan tiba. Dunia penerbitan memang sulit ditembus. Ingin rasanya mengikuti jejak Anna Shi (Nama Pena, ia  adalah Muridku di MAN 21 ini). Ia telah dengan menerbitkan karya ini di Penerbit Indie, tapi itu urung kulakukan. Semata agar aku bisa mengabadikan sebuah karya, artinya ada pengakuan. Aku masih menunggu “penerbit-penerbit” itu menerima karyaku. Dan aku tak akan menyerah, aku akan terus memperbaiki redaksi maupun kontennya. Umumnya penerbit memberikan jawaban normatif yang membuatku bingung dimana letak kekurangannya.

Meski begitu, Aku masih bangga sebab novelku ini pernah masuk nominasi 20 besar di Penulisan Novel Republika, dengan salah satu jurinya teteh Asma Nadia.

Duhai Kekasihku, Aku Warga Negara Sembilan. Aku pernah dibaiat. Ini pengalaman yang membuatku mampu melihat gejala keagamaan kita. Tak sedikit kita disuguhkan pemberitaan yang mengerikan tentang Islam. Berita terorisme mewarnai media, berikut penangkapan teroris tak kunjung berakhir. Dan pelaku bagi aksi itu, kebanyakan orang Islam. Dunia pun terjangkiti hal yang sama. Amerika, Jerman dan Prancis adalah Negara yang pernah ramai  dengan Isu Terorisme dan Islam jadi sasarannya.

Aku hanya bisa mengeditnya. Butiran Pasir berkilau diterpa sinar mentari sore. Kepiting pasir berlari-larian kecil, seolah ingin mendekatiku, berderap pelan, kemudian lari, justru saat aku ingin meraihnya. Dengan kaki pitingnya yang bergerak cekatan, ia keluar masuk rumahnya. Kawanan Mangrove menyaksikan dan melihatnya.

******************************************************

Wanita yang menggugah Jiwa adalah wanita yang menjadikan laki-laki berani dan rela melakukan perjalanan panjang untuk mendapatkannya.

Keperkasaan sejati adalah kesatuan jiwa dan raga yang menghadirkan sosok lelaki bagai batu Gunung di atas perbukitan yang tegar lagi tak tergoyahkan. Bagai debur ombak yang berkawan gelombang. 

Bagai Keheningan yang membuat Jiwa Tegar Perkasa.

Kekuatan wanita sejati adalah saat ia telah menjadi wanita yang sebenarnya, Wanita dengan kelembutan, serta wanita yang mampu menenangkan ganasnya gelombang di tengah lautan

***********************************************

Catatan Ini tak bisa kulupa: Catatan ini mengabadikan sebagian episode terindah  pengembaraan Jiwa. Yaitu saat dimana Jiwa mulai mengaktual. Jiwa yang masih putih bersih. Jiwa yang belum terkontaminasi. Inilah penyaksian Jiwa pada indahnya pohon Kamboja di pinggir-pinggir Pantai “Anak Segara”. Atau Indahnya suasana Perbukitan  Menghijau Pulau Apung Nun Jauh disana. Catatan ini adalah goresan pena tentang mekarnya bunga-bunga di “Taman Para Pecinta”. Yaitu tempat bertemunya para pecinta sejati. Cinta yang teguh pada prinsip yang sesungguhnya. Bukan cinta sesaat karena hawa nafsu dan keinginan kuasa

Bersamamu disini. Di tempat yang Indah ini. Di Sini, di pantai “Anak Segara” . Pantai Segara seolah milik kita berdua. Kuanggap milik kita berdua sebab tak ada orang lain yang datang kesini kecuali kita. Kita yang sering menikmati Indahnya. Bukankah hanya kita berdua?

Momen indah bersamamu bukan sekedar Pantai dengan eksotiknya. Indah bersamamu bukan sekedar Puisi-puisi yang tercipta begitu mudahnya. Bukan banyaknya produksi kata Indah yang dihasilkan dari hubungan kita. Indah bersamamu juga adalah momen bersama keluarga. Orang tuamu  dan orang tuaku. Orang tua kita.

Ini momen Indah bersama Bapakmu. Aku berkesempatan bertemu bapakmu, Ibumu dan Saudara-saudaramu. Bagiku bisa mengenalnya adalah kebanggaan tiada tara. Bersama bapakmu, kudapati nasehat-nasehat berharga. Sejujurnya aku sangat membanggai sikap tegas. Karakter Pak Syathory (Pak Toto) sangat kuat. Ia bagiku adalah guru spiritual yang kedua setelah bapakku. Aku sering berbicara dengannya. Aku sangat menikmati pituturnya.

Dari ayahmu, kudengar Narasi tentang cantikmu, cerita sang ayah tentang anaknya. Sampai-sampai yang diomongin “ngrasa” (baca:merasa). Pa Toto seperti presenter handal yang memberitahuku bagaimana, apa dan Siapa Dia. Ia mengajariku tentang Jalan Para Pecinta, yaitu cara-cara mencinta pada Kekasih Sejatinya. Ia mengajariku tentang bagaimana memikat hati Sang Kekasih Pujaan Jiwa. Ia memberitahu bagaimana cara memikat wanita. Bukankah ini bukti bahwa ia setuju aku bersama Putrinya.

“Hayo lagi Ngomongin Aku Yaa!?” Kami kepergok saat membicarakanmu. Mbangir hidungnya, sangat nyata terlihat saat keluar dari kamar belakang membawa minum dan nyamikan. Lalu ramai-ramai kami berkata

“Ora Eeee!Kata kami rame-rame, sekedar untuk angeles, Karena memang sedang membicarakanmu. Memangnya ada tema lain selain membicarakanmu. Itulah tema utama diskusi kami di setiap main ke rumahnya.

“Iya Juga Nggak Papa Kok! Putri cantik memang selalu jadi buah bibir” 

Jawabanmu waktu itu sambil ngeluyur pergi ke-Ge-Er-an.

Lihat selengkapnya