Saat itu adalah kebersamaan Cinta. Wahai wanita yang membangkitkan Jiwa, ini sajak yang kuambil dari catatan para “penganut” Ideologi Cinta.
Judulnya ” CINTA SEMPURNA”.
Sesungguhnya aku sudah yakin pada Cintamu. Aku juga sudah mengerti bahwa sesungguhnya Engkau sama mencinta. Ketahuilah, aku hanya ingin memastikan. Aku butuh penegasan. Sebagaimana Shalat kenapa harus dilakukan berulang, tidakkah cukup sekali Shalat.
Sebab Cinta pada Allah membutuhkan Penegasan dan koneksitas yang berkelanjutan. Sebagaimana syahadat, berkali-kali diucapkan sebab Jiwa membutuhkan peneguhan. Tanpa itu ia bisa bergeser dari orbit atau jalur geraknya. Maka ia membutuhkan penegasan.
Ucapan Cinta adalah Syariat. Mengapa harus diucapkan, sebab ucapan adalah syariat. Syariat adalah sesuatu yang memastikan kita tetap dalam garis (orbit) Cinta-Nya.
Air Mata yang menitik di Pantai kala itu adalah bagian dari ayat-ayat Cinta-mu.
Air ini bagiku lebih Indah dari percik air di Kampung Nelayan. Air mata itu adalah Air mata Surga. Air mata yang mengalir di pipinya adalah air mata yang tercipta karena kau memikirkanku. Kau khawatirkan aku saat aku dalam bahaya yaitu saat tenggelam di Pantai Anak Segara. Kejadian ini mungkin terlampau sederhana, tapi bagiku sangat berarti sebab aku sangat membutuhkannya. Adanya air mata itu bagiku adalah pembuktian. Aku butuh pembuktian. Aku tak punya ukuran lain untuk melihat ada tidaknya cinta di hatimu. Aku lelaki yang terlampau hati-hati nyatakan cinta. Aku ingin kau yang terlebih dulu menunjukkan tanda cinta.
Sesungguhnya ini egois.
Aku tak pernah pahami ini. Aku sering gagal memahamimu.Walau air mata di Pantai itu adalah petunjuk nyata cinta itu ada. Maafkan aku telah membuatmu Menangis atas tingkahku. Sejak kecil aku memang suka bermain air dan terbiasa main di Pantai“Anak Segara”. Sejak kecil bapak sering mengajakku bermandian di Pantai.
Duhai Kekasihku, Masih ingatkah saat kita bercanda bersama di Pinggir Pantai Anakan Segara. Masih ingatkah tingkah bodohku saat nyebur di Pantai Anak Segara. Aku tak menyangka jika aku akan tenggelam.
Kukatakan padamu “Aku ingin mandi, aku ingin mencicipi derasnya Arus Pantai “Anak Segara”?”, Spontan kau Jawab “Nda Usah Nyebur Ke Pantai, buat Apa! Aku terdiam sesaat. Rasa inginku begitu kuat. Terlebih debur ombak Pantai “Anak Segara” sangat menggoda. Aku memohon ijinnya. Engkau tetap tidak setuju.
“Ngga usah Lah”, katamu. Sambil merajuk dan memintaku dengan sangat untuk tak melakukannya
“Cuma pengen tahu aja koq!”
“Ojo To Mas! Logat Jogja (Ngoko Alus) kadang keluar dari mulutnya. Mbebayani! Ia melarangku untuk nyebur tapi aku terus merajuk.
“Cuma di pinggiran! Akurada mbandel.
Boleh ya!”. Setelah aku minta beberapa kali,akhirnya kau mengizinkan.