NEGARA SEMBILAN

Arif Budiman
Chapter #20

Api Jihad #20

Dengan keterlibatanku disini, aku akan diajari teknik-teknik berperang itu men-dhohir-kan (menegakkan) terbentuknya Negara Sembilan. Menelusuri kecenderunganku,  apakah mau diajak Jihad. Atau Tidak! Begitulah perumpamaannya. Aku demikian disanjung, dikobarkan semangatnya untuk rela berperang melawan Musuh Negara.Teguh di ujung ruangan menjawab dengan keras.

 “Saya siap Berjihad!” Atmosfer Perang menjadi makin panas. Dan aku masih diliputi tanda tanya. Dan pada akhirnya aku pilih  diam.

Di depan whiteboard ukuran 1,5 X 1 meter, itu tergambar garis pemisah antara Negara Kafir dan Negara Sembilan (N-9)”. Dengan Spidol cair, Pak Mahdi menunjukkan materinya. Sebelumnya ia mengajak aku untuk menyebutkan nama-nama organisasi atau apapun yang dibelakangnya menggunakan Islam, dari sekolah Islam, Ekonomi Islam, Buku Islam, Majalah Islam, terus hingga pak Mahdi sampai pada focus pembicaraannya yaitu “Negara Sembilan (N-9) atau disingkat N-9”. Tema yang sama yang pernah Sisno paparkan dulu.

Yang disampaikan adalah tema Negara Kesembilan. Itulah tujuan utama pengajian yang diadakannya. Bagiku ini sangat mengagetkan. “Loh, kok sama dengan doktrin Mas Sisno!?”

Saat itu aku berubah pikiran tentang Pak Mahdi. Kupikir, aku akan diajak keluar dari Negara Kesembilan, tapi yang kualami justru sebaliknya. Aku masih dengan pengajian yang sama, karena kajian ini juga bercita-cita tegaknya Negara Sembilan, cuma beda nama kelompok. Kajian ini punya visi yang sama melawan pemerintah.

“Ini Doktrin Negara Kesembilan.” Pak Mahdi sebenarnya Orang Sembilan!”  Sejak saat itu aku merasa dikecewakan, aku memilih diam. Di bersemayam rasa yang sangat kecewa. Merasa dibohongi. Pak Mahdi dan juga Hartono. Namun tak bisa selamanya larut dalam kekecewaan itu. Aku harus bisa mengambil ibrahnya. Aku tahu tentang Spiritualisme. Aku tahu tantangan berIslam.

“Ni Negara kafir, Ni Negara Kesembilan!” Begitu pak Mahdi melanjutkan penjelasannya. “Mana yang mau kamu pilih, Negara Kafir yang berarti neraka. atau Negara  ke-Sembilan yang jelas-jelas ke surga”

“Bersiap-siaplah Untuk Perang!” Seolah sedang menabuh genderang perang? Pak Mahdi menggambarkan situasi Indonesia yang genting, sehingga pembicaraannya berisi ajakan-ajakan perang. Amanu Wa Hajaru Wa Jahadu. Jihad di Jalan Allah dengan diri dan hartamu.

Tugas Pak Mahdi  di Negara Sembilan (N-9) adalah merekrut perwira baru yang akan ikut dalam perang besar itu. Belakangan aku paham perwira itu adalah orang-orang yang siap menjadi “Pengantin Bom”. 


Aku selalu bertanya.

Dalam hati aku  hanya bisa bertanya. Inikah Islam itu? Aku tidak mengerti dengan alur berpikir Islam ini. Aku tak mengira Islam yang sedang semangat semangatnya aku pelajari ini, apakah hanya bermuara pada kekerasan ini?


Buku Kerja

***********************************************

Dik!, Wahai Engkau Wanita yang membangkitkan Jiwa


Lebaran tahun ini aku tidak pulang. Sebenarnya, aku pingin ketemu denganmu  dik. Lebaran ini aku juga tak bisa sungkem dengan Bapak karo mamak. Padahal momen Idul Fitri sangat penting buat  Bagiku Idul Fitri adalah momen yang tepat buat setiap orang terutama keluarga dapat saling memberi makna satu terhadap yang lainnya terutama kepada orang tua kita sendiri. Malam takbiran aku masih kumpul bareng kawan-kawan di rumah kontrakan ini. Tidak ada perintah Allah untuk Mudik,


Dik, Wahai engkau Wanita yang membangkitkan Jiwa. Aku Ingin Pulang!


**********************************************


“Hhhhhmm!” Ada baiknya berhenti sesaat. Pinggang ini mulai terasa pegal ini, dan kerja organ tubuh ini semestinya ku istirahatkan. Kurebahkan punggung ini sejenak di atas lantai tanpa alas itu. Kutelungkupkan mukaku di atas siku tangan kiri yang melipat. Kemrenyes! Keramik putih kontrakan terasa dingin. Jantungku yang berdetak serasa mendengar detakan dunia. Tempo detaknya kencang, seperti derap kaki prajurit. Kata guru olahraga ku di SMA jika detakan itu kencang itu tanda tubuh kita tidak sehat. Kubalikan punggungku. Kulihat langit kontrakan yang kosong. Cahaya lampu TL di ruang tak sempurna. Suara kendaraan yang berlalu lalang di jalan baru Pupar-Buaran menderu. 

Suara bemo tua terdengar dengan suara meratap-ratap. Seperti bunyi knalpot motor “preman sangar” yang melepas saringan knalpot motornya sehingga terdengar kemlantang, mengancam gendang telinga manusia Normal.

Kutatap langit di Kontrakan (Kantor Negara Sembilan) ini. Kontrakan sempit di Kawasan Industri Pulogadung. Di langit eternit berukuran 2 X 4 meter terlihat ada bekas tetesan air yang membentuk Peta Chorografi. Beberapa aktivitas pengajian dengan Pak Mahdi cukup membuat otakku tak bisa diam. Otakku terus berdebat.

Walau aku diminta santai, tapi aku masih sangat tegang. Nafas terhembus tak beraturan, bukti bahwa pertentangan batin sangat mendalam. Begitu terus berulang-ulang. Gejolak dalam dada ini masih besar. Mendaki Gunung Pancar, bertemu dengan seorang Bule yang sedang berjalan-jalan pematang-pematang sawah, Kata Pak Mahdi Ini musuh Kita. Kita jangan mau kalah dengan mereka. Mereka hampir tiap hari jalan-jalan. Kita baru sekali saja sudah ngos-ngosan.

Lihat selengkapnya