Aneh bin ajaib, setelah telpon Mama itu aku dapat sms darinya. Isi SMA agar aku tak menghubunginya lagi.Ini jelas sangat membingungkan. Aku coba telpon langsung tapi tak diangkat. Awalnya masih nyambung. Telpon berikutnya, tak bisa dihubungi. Artinya teleponnya telah dimatikan.
“Kenapa?
Dan tak lama kejadian itu, aku kedatangan tamu yang awalnya aku tak tahu siapa dia. Ternyata ia adalah Miko Wiyatmoko. Ia sendiri datang di Mess Mahasiswa. Ia lelaki yang sangat kucemburui. Sungguh tak kusangka. Postur tubuhnya telah menjadi sangat besar. Tidak seperti dulu, ia berpenampilan polisi muda yang gagah dan berwibawa. Saat itu masih bekerja untuk Kepentingan NKRI, ia berubah ketika segala kemudahan ditawarkan Negara Sembilan (Kepentingan Asing).
Kata Darwish
“Mas ada yang ingin ketemu!” Darwis menanggor pundakku dari belakang sesaat setelah mengambil air wudhu sembari memasang kembali kancing baju kokonya yang terlepas.
“Siapa? Aku balik bertanya”. Sambil membalikan tubuh,kuikuti arah telunjuk Darwis mengarah pada sosok lelaki tinggi besar, yang sedang shalat Sunnah.
“Siapa? Yang Manah.”
“Yang shalat Sunnah dekat “jam besar” dekat pengimaman. Posturnya, tinggi. Umurnya sepantaran aku. Perbedaannya, ia memiliki brewok yang cukup tebal.
“Oh yang itu,! Aku tak menyangka itu Miko. Aku hanya melihatnya dari belakang. Lelaki tinggi. Agak gendut dan brewokan.Ia adalah Agen Negara Sembilan. Siapa yang tahu jika ia adalah perancang dan pencetak generasi yang siap menjadi “Pengantin Bom”? Ia orang Kota Emas, masih satu daerah (Kabupaten) denganku.
Aku katakan ke Darwish, agar menungguku selepas shalat Mghrib.
“Yupz, aku udah bilang untuk nunggu di ruang Perpus ba’da shalat Maghrib. Oke!?”
Oke! Aku hanya mengangguk terima kasih dan fokus pada shalat sebab Kholil, adik kelas jurusan Geografi telah kumandangkan Iqomah. Saat itu, aku sempat memperhatikan sosok laki-laki itu. Aku hanya bertanya dalam hati, sepertinya aku pernah melihatnya. Siapa Dia dan Ada Apa? Aku merasa tidak ada yang aneh. Tapi ini tidak biasa. Aku sangat penasaran seperti pernah melihat lelaki itu.
Ba’da Maghrib, setelah doa sapu jagad, anak-anak PIA berlarian menuju kelasnya masing-masing. Suara mereka menjadikan suasana Masjid itu sangat ramai. Itulah suasana Pendidikan Islam At-Taqwa (PIA). Aku pengabdi pendidikan. Di PIA, ini aku banyak belajar. Inilah dunia yang sebenarnya tentang pendidikan.
Didelegasikan KBM ku (Kegiatan Belajar Pembelajaran) malam itu PIA kepada Darwis, pria asal Riau yang sedang disukai Pengurus Yayasan karena sangat aktif di kegiatan Masjid.
Alhamdulillah malam itu semua guru telah di kelas. Biasanya sebagian dari mereka lebih memilih untuk memberi les privat yang jelas uangnya, dibanding mengajar PIA. Sebaliknya aku tidak ingin privat-privat itu, walau banyak tawaran baik ngaji atau privat belajar. Aku lebih suka mengajar “anak-anak jalanan” itu. Mereka sebagian adalah anak-anak Reang yang banyak diidentikkan sebagai pengemis.Bagiku lebih nyaman mengajar ngaji mereka karena butuh ilmu daripada anak privat yang menganggap guru layaknya pembantu.
Setelah itu, baru aku menemui laki-laki brewok itu di ruang Perpustakaan. Kipas Baling-baling di ruang Sekretariat Masjid kunyalakan. Mudah-mudahan bisa mendinginkan kepala dua orang ini (aku dan dia) yang di luarnya kelihatan dingin (santai) tapi sebenarnya di dalam dadanya menyimpan bara (kemarahan).
“Assalamu’alaikum!”Ku Uluk salam. Laki-laki itu pun menyahutnya (menjawab). “Imam Santoso!, Ku Perkenalkan namaku tanpa menyadari bahwa aku pernah bertemu dengannya. Aku tak mengenalnya sebab Ia brewokan dan tubuhnya lebih gimbal
Miko Widyatmoko! Ia sebutkan namanya, Saat itu rasa penasaranku terjawab.
Miko Widyatmoko? Mas Miko Widyatmoko? Aku terhenyak setengah tak percaya. Darahku berdesir kencang! Apakah kita pernah ketemu di Rumah Dina Larasati!?
“Yap Betul!”
Seketika jantungku berdegup kencang. Kurasa detaknya sangat kencang dan makin kencang. Ada apa ini. Apa hubungannya dengan Dina. Bukankah pernikahan itu telah dibatalkan. Bukankah antara mereka berdua, sudah tak ada hubungan apa-apa. Tapi kini ia datang kesini. Aku yakin ini ada kaitannya denganmu.
Kutarik salah satu kursi dan sejurus berikutya aku telah duduk diatas kursi itu
“Wow! Satu kehormatan buat saya mendapat tamu Mas Miko di sini. Sungguh saya tidak menyangka!”
Segala puji hanya milik Allah. Tidak menyangka aku akan bertemu dengan “Saingan Cinta”. Walau sesungguhnya Cinta Sejati itu hanya satu, tak ada saingan dan ada tandingan cinta. Cinta manusia adalah batas dan sekat karenanya ada tandingan dan saingan. Memang aku merasa ia saingan beratku. Secara fisik Ia ganteng. Walau aku akan tetap mengatakan aku juga ganteng. Apalagi ada adagium yang mengatakan kecakepan itu relatif. Karenanya aku harus Percaya Diri. Dulu aku anggap ia saingan berat sebab ia anak orang kaya. Sementara aku anak orang miskin. Anak seorang nelayan kecil di Pantai “Anak Segara”.
Selain itu ada juga ayat-ayat yang menyatakan bahwa setiap Jiwa punya tingkatan yang berbeda. Seperti ayat berikut ini:
Khoirukum Anfa'uhum Linnaas, Sebaik-baik kamu adalah yang memberi manfaat kepada Manusia. Maka yang sebaik-baiknya itu yang akan dimenangkan dengan derajat terbaik dari yang lain.
Di ayat lain juga dinyatakan tentang ciri manusia beriman itu. “Indallahi Atqakum”. Yang baik adalah yang paling bertaqwa diantara kamu. Jika pun aku harus kalah dalam wujud fisik, tapi jiwaku merdeka sebab jiwaku telah sempurna mencintainya. Karenanya aku telah menang dalam cinta ini meski aku tak memiliki fisiknya.
Ini semua menunjukkan bahwa ada pribadi yang baik, lebih baik dan terbaik. Jujur memang selama ini aku merasa Miko menjadi “saingan berat”. Namun berubah saat Miko ikut Negara Sembilan (N-9), bagi saya ia telah merendahkan dirinya sendiri dan kualitasnya menurun. Kecuali ia bertobat dan menyatakan keluar dari Negara Sembilan (N-9). Selama ia masih di Negara Sembilan (N-9) dan ikuti program Negara Sembilan (N-9), menurut saya ia telah menodai dirinya. Sebab tidak ada lagi yang perlu dibela di Negara Sembilan (N-9). Membela Negara Sembilan (N-9) sama artinya mendukung orang yang tidak Shalat. Membela Negara Sembilan (N-9) sama artinya setuju jika orang tua kita yang di-kafirkan.Hanya orang Bodoh saja yang masih membela Nagara Sembilan.
Saat pertemuan itu, aku belum tahu jika Miko adalah penganut setia Negara Sembilan. Aku hanya tahu ia pegawai polisi yang sukses. Aku belum tahu tujuan kedatangannya. Aku tidak tahu jika ia Suamimu. Aku tidak tahu jika ia orang structural di Negara Sembilan.
“Apa Kabar, Saya tidak menyangka bisa ketemu Mas Miko di Ibu Kota.
“Oh Iya Mas Miko sedang berdinas di kantor Kepolisian di Ibu Kota ini, Kan?