Negeri Dongeng

Allen Nolleps
Chapter #10

8 | Taman Mimpi

Hari itu, mungkin adalah hari paling bahagia dalam hidupnya, dirinya telah dipersunting oleh seorang pemuda. Beberapa bulan kemudian, dia mengandung, dan sekarang, tiba waktunya untuk melahirkan buah hati mereka.

Sesuai harapan, anak itu lahir dengan sehat. Dirinya masih ingat betapa senang suaminya saat mengetahui anak mereka adalah laki-laki.

Jika bukan karena fakta bahwa dia harus berkerja, mencari nafkah, mungkin dia akan menghabiskan waktunya seharian penuh bermain dengan anak mereka.

Kami tinggal di rumah sederhana, hidup bahagia sebagai keluarga, yang kini dilengkapi dengan hadirnya si kecil, yang kami beri nama Malin Kundang.

Anak itu tumbuh sehat, dengan kasih sayang yang kami berikan. Meski terkadang rewel, kami tak pernah merasa risih.

Bahkan suaminya cukup senang dengan itu, selalu berkata bahwa keaktifannya adalah tanda anak mereka akan menjadi orang besar.

Namun, kebahagiaannya tampak tidak ditakdirkan untuk bertahan lama, karena ketika Malin berusia lima tahun, suaminya mengalami kecelakaan.

Dia bekerja sebagai nelayan, sehari-hari pergi ke laut mencari ikan. Dia akan membawa hasil tangkapan ke rumah, menukar kelebihannya dengan kebutuhan lain.

Namun, hari itu, cuaca lebih buruk dari biasanya, angin kencang dan hujan deras membuat laut bergejolak hebat.

Biasanya, suaminya sudah kembali sebelum matahari terbenam, namun hari itu, dia tak pulang.

Esok hari pun sama, begitu pula untuk hari-hari berikutnya.

Butuh satu tahun penuh bagi dirinya untuk menerima kepergiannya.

Di masa itu, dia masih berharap akan adanya keajaiban, dia masih berharap akan datang hari dimana suaminya kembali ke rumah, membawa banyak ikan, tersenyum lebar, bertanya dimana Malin, sebelum pergi dan bermain dengan anak kami.

Itu adalah aktivitas rutin keluarga kecil mereka. Namun sekarang, dia sudah sangat bersyukur jika bisa melihat pemandangan itu lagi, meski hanya di dalam mimpi.

Sesekali dia akan menyendiri di kamar, menangis, melampiaskan kesedihannya. Namun di luar, dia tetap menunjukkan pribadi yang tegar, berusaha menjadi ibu yang kuat untuk anaknya.

Menggantikan suaminya mencari nafkah, dia akan mengumpulkan kayu bakar untuk ditukar dengan makanan dan kebutuhan lain.

Berusaha untuk tidak membuat anaknya kelaparan, tak peduli meski situasi sedang sulit, bahkan jika dia sendiri harus menahan lapar.

Dia Mencoba memberi apa yang diinginkan putranya, tak peduli meski dia harus lebih keras membanting tulang.

Sejak kepergian suaminya, seluruh hidupnya didedikasikan untuk anak mereka, Malin Kundang.

Kecintaannya pada mendiang suaminya membuatnya setia pada status jandanya, sepenuhnya mengambil tanggung jawab sebagai orang tua dan tulang punggung keluarga.

Rasanya berat, sangat berat, membesarkan anak seorang diri sungguh perkara yang sulit.

Tapi, setiap kali dia melihat putranya, entah mengapa perasaan berat itu hilang seketika. Letih yang dirasakannya dapat dengan mudah sirna hanya dengan tawanya.

Hatinya bermekaran setiap kali melihat putranya, buah hatinya. Keberadaanya memberi makna dan tujuan hidup, selalu memberinya energi untuk menjalani kehidupan yang sulit.

Melihatnya tumbuh menjadi satu-satunya sumber kebahagiaannya, kebahagiaan yang layak diperjuangkan, tak peduli betapa besar kesulitan yang perlu dibayarnya.

Seiring berjalannya waktu, Malin tumbuh menjadi anak remaja, dia memiliki sifat periang yang aktif, suka bermain di pantai, melihat berbagai kapal lalu-lalang.

Tak jarang dirinya harus dibuat khawatir saat anak itu pulang larut. Dia harus mencarinya, dan seperti biasa, menemukan Malin sedang mengamati atau bahkan terlibat dengan kru kapal yang sedang singgah.

Menjadi anak satu-satunya, dia sudah terbiasa untuk memanjakannya, berusaha untuk memberi segala yang bisa diberikannya.

Terkadang dia sendiri menyesal dengan caranya mendidik Malin, anak itu menjadi sulit diatur. Namun apa daya, dia adalah anak kesayangannya, seseorang yang ingin dia selalu buat bahagia.

Penyesalannya semakin menjadi saat suatu hari dia mendengar permintaan putranya, yang ingin merantau ke tempat jauh.

Sebelumnya, dia hanya melihat kebiasaan Malin yang gemar bermain di dekat kapal sebagai bentuk kenakalan belaka, tak pernah menyangka suatu hari nanti dia akan datang, meminta izin untuk pergi bersama mereka.

Reaksi pertamanya jelas penolakan, bahkan dia tak harus berpikir untuk segera menjawabnya. Tentu, Malin bersikeras memohon. Sayangnya, untuk kali ini, dia juga bersikeras akan penolakannya.

Ini mungkin pertama kali dalam hidupnya, begitu menentang keinginan putranya. Tapi apa daya, dia tak ingin jauh dari anaknya, tak ingin kehilangannya.

Sayangnya, hatinya tampak tak sekeras yang dipikirkannya. Ketika Malin mengungkit perihal impian dan masa depan, dia tak bisa tidak setuju dengannya.

Tak ada orang tua yang tidak ingin anaknya sukses, berhasil mengejar mimpi dan menjadi orang besar. Dia pun menginginkan hal yang sama, namun... dia tidak siap dengan apa yang harus dibayarnya, tidak siap ditinggal oleh anak kesayangannya.

Tapi sekali lagi, dia adalah seorang ibu yang siap mengorbankan segalanya demi kebaikan putranya, demi kebahagiaannya.

Dengan amat berat hati, dia melepaskannya, mengantarkannya naik ke kapal.

Meski kapal telah menghilang di kejahuan cakrawala, dirinya tetap berdiri di sana, menatap dengan air mata yang mengalir, sementara mulutnya tak pernah berhenti memanjatkan do'a, memohon keselamatan bagi putranya.

Hari demi hari berlalu, tak pernah ada satu hari pun dia tak pergi ke tempat itu, tempat dimana dia mengantarkannya pergi, tempat terakhir kali dia melihat anaknya, Malin Kundang.

Hari-harinya diisi oleh kerinduan dan kekhawatiran akan keselamatannya. Apakah dia sehat? apa dia makan dengan benar? apa dia tidak kedinginan di luar sana? apa dia tidak dijahati orang?

Rentetan pertanyaan ini selalu muncul dalam benaknya, dan yang bisa dilakukannya hanya berdoa, memohon perlindungan dari Yang Maha Kuasa.

Tahun demi tahun dijalaninya dalam kesepian. Tidak ada kabar apa pun yang datang darinya. Sesekali pikiran negatif muncul, membuatnya beranggapan bahwa putranya, Malin, mungkin sudah...

Lihat selengkapnya