Negeri Enam Musim

Putu Winda K.D
Chapter #7

Musim 6 PERNYATAAN TANPA JAWABAN

Q: "Aku adalah sesuatu yang jika ingin dilihat selalu menjauh. Coba tebak, apakah aku ini?"

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Keesokan harinya, Wak Siti mendapati Marta sedang sibuk memasak di dapur. Hari itu, tak seperti biasanya Wak Siti terbangun di atas jam tujuh pagi. Marta sengaja tak membangunkannya karena tahu bahwa Wak Siti butuh istirahat setelah kejadian tempo hari.

"Marta," sapa Wak Siti pada Marta kala itu.

"Mamak sudah bangun? Marta akan siapkan sarapan untuk Mamak dan adik-adik, setelah menggoreng tahu ini," ucap Marta sembari sibuk berkelut dengan peralatan memasaknya.

"Nak, bagaimana kuliahmu di sana? Apa ada kendala?" Tanya Wak Siti kemudian.

"Puji Tuhan sejauh ini berjalan lancar, Mak. Beasiswa Marta masih berlanjut," jawab Marta.

"Lantas, bagaimana dengan kehidupanmu? Apa orang tua asuhmu bersikap ramah?" Tanya Wak Siti lagi.

"Mereka sangat baik, Mak. Mungkin jika bukan karena mereka, Marta tak akan bisa pulang ke Indonesia hari itu. Namanya Ibu Zia dan Ayah Dehaan, seorang dosen dan seorang nelayan," jawab Marta.

"Mamak harap, kau selalu mendapatkan kasih sayang dari orang-orang di sekelilingmu. Ah iya, surat yang kemarin kau kirim sudah Mamak terima. Setelah membacanya, rasanya Mamak bisa membayangkan bagaimana bahagianya kau hidup di negeri asing yang indah itu. Benar begitu?" Ucap Wak Siti.

"Saat Marta lulus dan diwisuda nanti, Marta akan membawa Mamak, Maya, dan Adel ke Belanda. Di sana, Marta akan mengajak kalian berkeliling kota, mengunjungi pertokoan, dan mencicipi berbagai jenis makanan. Mamak tunggu Marta hingga wisuda ya," ucap Marta kemudian.

"Mamak akan selalu mendoakan kau yang terbaik," ucap Wak Siti.

Mereka pun lantas sarapan bersama, masih dengan menu harian yang selama ini selalu dihidangkan. Sebakul nasi hangat dengan makanan pendamping tahu, beberapa sayuran, dan kerupuk. Memang sederhana, namun terasa istimewa karena dinikmati bersama.

Selama liburan musim panas ini, Marta menghabiskan hari-harinya bersama keluarganya di desa. Sesekali, ia mengabari Ibu Zia dan Ayah Dehaan di Volendam lewat telepon, sekadar menanyakan kabar mereka di sana. Dan selama itu juga, Marta selalu menemani Wak Siti melakukan pekerjaan hariannya yang masih seperti dulu, mengumpulkan daun cengkih.

Hari itu, Marta hendak menyiapkan makan malam. Namun, saat hendak menaburkan garam ke dalam campuran telur yang akan digorengnya, ia mendapati toplesnya kosong, tak ada garam yang tersisa. Ia pun memutuskan untuk pergi ke warung dan membelinya.

"Mak, Marta pergi ke warung dulu ya," ucap Marta berpamitan pada Wak Siti.

"Mau beli apa, Nak?" Tanya Wak Siti yang saat itu tengah sibuk merajut di ruang tengah.

"Garamnya habis, Mak, sekalian beli gula juga," jawab Marta.

"Baiklah, kalau begitu hati-hati ya," ucap Wak Siti.

"Ulon! Aku akan ikut," ucap Maya kemudian.

"Ini sudah magrib, sebaiknya kau diam di rumah temani Mamak dan Adel. Kalau ada barang yang ingin dibeli biar Ulon belikan," ucap Marta.

"Kalau begitu tolong belikan pulpen dan penghapus karet ya, Ulon," ucap Maya.

"Baiklah, akan Ulon belikan. Marta pergi sekarang, Mak," ucap Marta kemudian seraya berlalu.

Marta pun berjalan sendiri, menyusuri jalan setapak yang tak berlampu, hanya diterangi oleh cahaya remang-remang dari rumah-rumah penduduk di desa, dan sinar matahari senja yang memancar redup. Selama di perjalanan, banyak tetangga yang menyapanya, hanya sekadar bertanya-tanya mengenai bagaimana kehidupannya di Belanda. Marta pun hanya menjawabnya dengan singkat, kemudian melanjutkan perjalanannya kembali.

Sesampainya di warung, Wak Edah, bibi pemilik warung pun lantas menyapanya dengan ramah, tak terkecuali beberapa tetangganya, Bu Tuti dan Wak Ela, yang juga sedang berbelanja di sana.

"Loh, Nak Marta!? Bukannya sedang kuliah di Belanda?" Sapa Wak Edah pada Marta.

"Iya, Wak. Sedang libur, jadi pulang ke Indonesia," jawab Marta.

"Wah, kemarin Wak tidak melihat Nak Marta di rumah ketika acara pemakaman mendiang Ryan. Mungkin karena Wak hanya datang sebentar. Maklum, anak Wak rewel jadi harus mengurusnya di rumah," ucap Wak Edah.

"Iya, Wak, tidak apa-apa. Marta beli garam dan gulanya setengah ya, Wak" ucap Marta kemudian.

"Baik, tunggu sebentar, Wak ambilkan."

"Nak Marta semakin cantik saja ya," puji Bu Tuti pada Marta kala itu.

Marta pun hanya tersenyum.

"Nak Marta, apakah suka berada di luar negeri?" Tanyanya lagi.

"Tentu saja dia suka. Kata anakku yang bungsu itu, Negeri Belanda sangatlah indah. Benar begitu kan, Nak Marta?" Ucap Wak Ela kemudian.

"Ini garam dan gulanya," sela Wak Edah seraya mengantongi kedua barang itu ke dalam kantong plastik dan memberikannya pada Marta.

Lihat selengkapnya