Negeri Enam Musim

Putu Winda K.D
Chapter #8

Musim 7 DUA PERAYAAN

Q: "Aku adalah jendela keindahan dunia yang dimiliki oleh masing-masing manusia. Aku bertuan. Tanpaku, maka tuanku tidak akan bisa menikmati kehidupannya dengan sempurna, tak bisa tahu bagaimana wujud keindahan dunia. Aku bisa tertutup dan terbuka di luar kesadaran tuanku sendiri. Coba tebak siapa aku?"

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Hari demi hari berlalu, mendekati berakhirnya masa liburan. Marta pun harus kembali ke Belanda untuk melanjutkan kuliahnya yang akan segera dimulai. Dengan berat hati, ia harus kembali meninggalkan keluarganya, meninggalkan Wak Siti, Maya, dan Adel di desa.

Pertemuannya dengan Satria, yang bahkan tak seberapa lama itu telah benar-benar merubah suasana hatinya. Walau kini terpisah oleh samudera, namun peristiwa sore hari itu masih membekas di hati dan pikiran Marta. Ia bahkan tak percaya bahwa Satria akan mengatakan hal itu lagi padanya, kembali ke kehidupannya setelah lama tak berkabar.

Setelah kembali ke Belanda, Marta pun kembali memulai rutinitas hariannya bersama orang tua asuhnya di sana. Ibu Zia dan Ayah Dehaan kemudian menyambut kedatangannya dengan hangat, masih sama seperti saat kali pertama mereka bertemu.

Tak terasa, kini Marta telah melampaui masa-masa awal kuliahnya sebagai mahasiswa baru. Setahun telah terlampaui, dan masih tersisa tiga tahun lagi Marta harus menempuh pendidikannya tersebut, untuk bisa menggapai gelarnya sebagai sarjana kedokteran. Ia berencana akan kembali ke desa setelah semuanya berakhir di sini, berterima kasih kepada orang tua asuhnya dan menetap selamanya bersama keluarganya di desa.

Kini di kampusnya, Marta telah mendapatkan beberapa teman dalam satu kelas, yang biasa ia ajak bersama-sama selama berada di kampus. Mereka adalah Quella, Lyne, Miya, dan Angelica. Walau tak terlalu dekat, namun mereka bisa diajak bekerja sama ketika diadakan study secara berkelompok. Terlebih Miya.

Miya. Salah satu temannya yang paling dekat dengannya di antara ketiga temannya yang lain. Dia termasuk salah satu mahasiswi berprestasi, sama seperti Marta. Bahkan, ia sangat populer di kalangan para mahasiswi lainnya, karena selain cantik, Miya berasal dari keluarga yang cukup terkenal di Kota Amsterdam, ayahnya adalah pemegang saham terbesar dari perusahaan ternama di kota itu. Oleh sebab itulah, orang-orang yang berada di sekelilingnya kebanyakan adalah orang-orang elit, mungkin termasuk Marta karena dia adalah putri seorang dosen hukum yang cukup populer juga di kampusnya.

Hari itu, seperti biasa Marta memutuskan untuk mengunjungi perpustakaan, dan tentu saja dengan Dimas. Masih seperti sebelumnya, membaca dalam suasana yang sama dan dengan orang yang sama pula.

"Setelah kepulanganmu dari Indonesia, Kau nampak lebih sering melamun akhir-akhir ini," ucap Dimas kala itu pada Marta.

"Benarkah? Tidak, mungkin itu hanya perasaan Mas saja," ucap Marta.

"Iyakah? Hmm, semoga saja memang begitu," ucap Dimas.

"Saya lihat kau sekarang memiliki banyak teman, siapa mereka?" Tanya Dimas kemudian.

"Ya, kami mulai berkenalan setelah memasuki tahun ajaran baru di semester tiga ini. Mereka ada yang berasal dari luar Belanda juga, seperti Quella dan Angelica yang berasal dari Los Angles, Miya dari Canada, dan Lyne adalah orang asli Belanda. Dan saya sendiri dari Indonesia," jawab Marta.

Mendengar jawaban Marta yang ikut memperkenalkan dirinya tersebut, membuat Dimas lantas tersenyum kecil seraya menggeleng. Marta memang suka membuat lelucon yang tiba-tiba, bahkan saat ia sedang menanyakan pertanyaan serius sekalipun, itu seperti keluar begitu saja dari pikirannya. Dan itu cukup menggelitik bagi orang yang mendengarnya, seperti Dimas saat itu. Oleh sebab itulah, selama ini ia memandang Marta sebagai wanita pribumi yang cukup unik. Segala yang dilakukan dan yang diucapkannya tak bisa tertebak, bahkan oleh perkiraan sekalipun. Ya, memang begitulah Marta selama ini.

Hari itu, sepulangnya dari kampus, Marta tak lantas pulang ke rumah. Ayah Dehaan mengatakan bahwa hari ini adalah hari ulang tahun pernikahannya dengan Ibu Zia, jadi ia berniat ingin membelikan sesuatu untuk diberikan kepada mereka sebagai hadiah. Dengan ditemani Dimas, Marta lantas beranjak menuju toko souvenir dan toko kue. Hari itu, ia dan Dimas menghabiskan waktu senja mereka dengan berkeliling, memasuki beberapa toko di sekitaran kota.

Dimas sudah seperti layaknya seorang bodigat yang selalu berada di sisi Marta, mengikutinya ke mana pun ia pergi. Namun, dengan sikap perhatian yang ditujukannya pada Marta, ia telah cukup membuat Marta merasa nyaman dan aman setiap kali bepergian bersamanya. Bagi Marta, Dimas sudah dianggapnya sebagai kakaknya sendiri, melebihi arti pertemanan mereka.

Ketika mereka mengunjungi salah satu toko souvenir yang cukup terkenal di kota itu, tak sengaja Marta bertemu dengan Miya dan kekasihnya yang juga sedang mengunjungi toko tersebut. Mereka pun lantas saling menyapa dalam bahasa Inggris.

"Marta!?" Sapa Miya kala itu pada Marta.

"Miya? Hai!" Sapa balik Marta.

"Kau sedang apa?" Tanya Miya kemudian.

"Aku sedang melihat-lihat souvenir. Kau sendiri sedang apa?" Jawab Marta.

"Aku juga sedang melihat-lihat souvenir," ucap Miya.

"Apa dia kekasihmu?" Tanya Miya kemudian pada Marta seraya memandangi Dimas.

"Ahaha..tidak, dia hanya..," jawab Marta terpotong.

Lihat selengkapnya