Q: "Aku adalah sesuatu yang jika dipotong tak pernah putus dan tak berujung. Aku bisa berubah bentuk mengikuti tempat di mana aku berada. Coba tebak, siapa aku?"
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Saat itu, Dimas yang membawa Marta dengan paksa dari kelasnya pun, lantas mengajaknya ke halaman belakang kampus. Di sanalah Dimas mulai mengajak Marta bicara.
"Ada apa, Mas? Mas menyakiti pergelangan tangan saya," ucap Marta kala itu.
"Bicaralah di sini!" Ucap Dimas kemudian.
"Bicara? Bicara apa? Saya tidak mengerti maksud Mas," ucap Marta.
"Kenapa kau menghindari saya selama beberapa hari ini? Kau bahkan mengabaikan saya dan menjauh dari saya. Apa saya telah melakukan kesalahan padamu? Katakan!" Ucap Dimas kemudian dengan amarahnya yang sedikit meluap.
"Lantas mengapa Mas membentak saya? Tidakkah Mas tahu sendiri apa yang salah dengan Mas?" Ucap Marta.
"Apa maksudmu?" Tanya Dimas kemudian.
Marta pun hanya terdiam, kemudian berlalu meninggalkan Dimas. Namun, tak jauh melangkah ia kembali lagi dan melanjutkan perkataannya pada Dimas.
"Mengapa Mas tidak mengatakan yang sejujurnya pada saya, mengenai apa yang terjadi di pesta ulang tahun Miya malam itu? Saya selalu merasa seperti orang bodoh yang tak tahu apa-apa. Saya berkali-kali bertanya pada Mas, tapi Mas tetap tak mau mengatakan kejujurannya, hingga Miya sendiri yang mengatakannya pada saya. Mengapa Mas berbohong?" Ucap Marta dengan sedikit nada membentak.
Namun, Dimas hanya terdiam seraya menatap Marta.
"Mas tidak mau menjawab?" Lanjutnya.
Masih tak ada jawaban dari Dimas. Ia hanya menatap Marta lekat-lekat bahkan tanpa berkedip, dan tentu saja hal itu membuat Marta menjadi kebingungan.
"Me-mengapa Mas menatap saya seperti itu? Mas menakuti saya," ucap Marta kemudian.
Secara tiba-tiba, Dimas pun lantas memeluk Marta dan mendekapnya dengan hangat. Marta yang terkejut dengan perlakuan Dimas pun tak dapat berkata apa-apa, selain hanya terdiam berusaha mencerna apa yang sedang terjadi saat itu.
"M-Mas Dimas!?" Ucap Marta kemudian.
"Tolong biarkan begini sebentar saja," ucap Dimas seraya mengeratkan pelukannya pada Marta.
"Tapi saya kesulitan bernapas," ucap Marta kemudian.
Mendengar hal itu, Dimas pun lantas melepaskan pelukannya pada Marta. Ia kemudian beralih menatap Marta seraya tertawa kecil.
"Mas tertawa? Apa ada yang salah dengan saya?" Tanya Marta yang merasa semakin kebingungan dengan tingkah aneh Dimas.
"Hahaha..kau kesal pun tetap lucu, lantas bagaimana aku bisa marah padamu?" Jawab Dimas.
"Saya bertanya serius, ini bukan lelucon," ucap Marta kemudian.
"Saya tahu. Baiklah-baiklah, akan saya jawab pertanyaanmu. Mengapa saya berbohong padamu dan tidak mengatakan apa yang terjadi sebenarnya? Karena saya berusaha melindungimu. Saya tahu bahwa cepat atau lambat kau akan tahu kebenarannya, entah itu dari siapapun, tapi tidak untuk hari itu. Jika kau tahu saat itu juga, maka kau tidak akan bisa tidur dengan nyenyak, bahkan Miya pun sulit kau hubungi bukan? Semuanya butuh proses, dan saya sengaja memberikan jeda pada kalian agar kau dan Miya bisa menenangkan pikiran satu sama lain. Buktinya, setelah beberapa hari berlalu kalian bisa berbaikan kan?" Ucap Dimas menjelaskan.
Marta pun lantas terdiam, seraya mengalihkan pandangannya, menatap ke bawah rerumputan. Kemudian, Dimas melanjutkan.
"Bagaimana, apa kau sudah mengerti sekarang?" Tanyanya.
Marta masih terdiam tanpa menanggapi apapun perkataan Dimas.
"Apa kau masih marah?" Lanjut Dimas kemudian.
"Bagaimana saya bisa marah, yang Mas katakan ada benarnya juga. Saya minta maaf karena telah berburuk sangka pada Mas, tanpa bertanya terlebih dahulu," ucap Marta.
"Sudah, tidak apa-apa. Berbaikan!?" Ucap Dimas kemudian seraya mengulurkan jabatan tangannya pada Marta.
Melihat uluran tangan Dimas, Marta pun lantas hanya tersenyum kecil, kemudian mulai mengulurkan tangannya dan menjabat tangan Dimas.
"Haruskah seperti ini baru bisa dikatakan berbaikan?" Tanya Marta kemudian.
"Tidak juga, saya hanya ingin bersalaman denganmu," jawab Dimas.
Lelucon yang cukup menggelitik. Sebenarnya, sejak awal tak ada rasa membenci atau emosi yang meluap-luap di antara keduanya, hanya saja butuh waktu yang cukup lama untuk menstabilkan keadaan setelah insiden malam itu. Marta telah menganggap Dimas sebagai sahabatnya sendiri, bahkan terasa seperti seorang saudara baginya. Sejak awal bertemu, mereka telah menjadi begitu akrab, layaknya sebuah takdir yang sengaja mempertemukan mereka satu sama lain.
***
Hari demi hari berlalu, berjalan seperti biasanya. Marta selalu menjalani hari yang baik, bersama keluarga asuh yang sangat menyayanginya, di tengah lingkungan persahabatan yang hangat, dan bersama orang-orang yang selalu mendukungnya. Tak terasa, waktu berputar sangat cepat, menelusuri masa depan yang tak terkira.
Hari ini adalah hari kelahiran Marta, yang tidak lain adalah hari ulang tahunnya. Tepat pada tanggal 15 Juni saat ini, Marta akan merayakan ulang tahunnya yang ke 21 tahun.
Malam harinya, di tengah lelapnya tidur malam Marta, tepat pada pukul 12 malam tiba-tiba ponselnya berdering pertanda ada telepon masuk. Marta yang mendengarnya pun merasa sedikit terkejut, dengan setengah sadar ia lantas meraih ponselnya dan melihat nomor telepon yang masuk saat itu. Dan terpampanglah nama Dimas. Sontak, Marta pun langsung terduduk seraya mengusap-usap matanya agar lebih tersadar, lantas mengangkatnya.
"Halo," sapa Marta di telepon.
"Selamat ulang tahun, selamat ulang tahun, selamat ulang tahun Marta, selamat ulang tahun," ucap Dimas kemudian, menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuk Marta.
Marta yang mendengarnya lantas terdiam. Ia tak mengira bahwa Dimas akan melakukan hal sehangat ini padanya, meneleponnya di jam pergantian hari, kemudian memberikan ucapan selamat ulang tahun untuknya dengan manis.
"Marta, selamat ulang tahun. Semoga kau selalu dalam lindungan Tuhan, dan doa terbaik semua untukmu," lanjut Dimas.
"Terima kasih banyak, Mas," sahut Marta.
"Hei! Apa kau masih mengantuk? Suaramu terdengar serak."
"Hahaha..tidak, ya..hanya sedikit."
"Baiklah, tidak apa-apa. Saya hanya ingin membuat hari ulang tahunmu kali ini menjadi lebih istimewa, setidaknya dengan nyanyian dan ucapan singkat tadi."
"Terima kasih, itu sangat berkesan untuk saya."
"Syukurlah kalau begitu. Emh..Marta, saya..," ucap Dimas kemudian memotong ucapannya sendiri.
"Ya, Mas, ada apa?"
"Ah, bukan apa-apa. Lupakan saja! Baiklah, kalau begitu sekali lagi selamat ulang tahun untukmu. Sekarang kembalilah tidur, kau pasti sangat mengantuk bukan?"
"Baiklah, saya akan kembali tidur. Sekali lagi terima kasih atas ucapannya."
"Selamat tidur, semoga mimpi indah," ucap Dimas kemudian seraya mengakhiri sambungan teleponnya.
Malam yang manis, cukup manis untuk mulai membangun mimpi indah.
Keesokan harinya, ketika Marta tengah berkemas diri di kamarnya, Ibu Zia dan Ayah Dehaan lantas menghampirinya di kamarnya. Mereka kemudian memberikan ucapan selamat ulang tahun pada Marta.
"Selamat ulang tahun, sayang," ucap Ibu Zia dan Ayah Dehaan kala itu seraya memeluk Marta.
"Terima kasih, Ibu, Ayah," ucap Marta.