Abdul masih melongok pada sosok di hadapannya. Ia begitu gentar dan takut akan hal yang terjadi. Toh, meski ia tidak sedang melakukan kesalahan apapun pada lelaki bertubuh kekar itu tetapi perawakannya yang gagah, besar dan berotot membuatnya tak mampu berkutik.
Bagaimana tidak, ia bahkan terpelanting dengan sempurna saat ketidaksengajaan membuatnya tertabrak pada sosok dengan beberapa atribut di baju lelaki perkasa itu yang memberikan simbol bahwa ia adalah orang istana. Sementara Abdul seperti hilang kendali, tak berani menatap wajah sangat hulubalang dari Cairo tersebut. Abdul tidak yakin siapa yang salah dalam hal ini. Bisa jadi dialah yang bersalah lantaran panik takut dikejar sang ibu sehingga tak sengaja menabrak lelaki di depannya kini. Juga, bisa saja sebaliknya. Pria itulah yang bersalah dan harus meminta maaf padanya. Tapi, sungguh, sejatinya Abdul sedang tidak ingin berurusan dengan siapapun, apalagi orang istana semacam dia. Perlahan Abdul bergerak mundur meski masih dalam keadaan terduduk. Ia tidak mau berlama-lama disana. Namun, sebuah suara berhasil membuatnya kembali seperti mati, tidak dapat berkutik dalam waktu sesaat.
"Jangan biarkan pencuri itu lari. Tangkap dan bawa kesini!" sebuah teriakan dari suara yang sangat familiar di telinga Abdul. Suara sang ibu.
Meski dari kejauhan bahana wanita itu terdengar nyaring dan melengking. Abdul tidak dapat melihat ibunya lantaran terhalang tubuh lelaki gempal itu. Hanya saja, ia sangat yakin wanita itu tengah bergerak mendekat kearahnya.
Tanpa pikir panjang, begitu setiap persediaannya tak lagi tersimpul mati, maka seketika itu juga Abdul beranjak dan ambil langkah kaki seribu. Tak lagi mengharapkan suara ibu yang masih terdengar di telinganya lokas terdengar jauh berujar, "kenapa kau biarkan bajiangan itu kembali lolos dari tanganku?!"
Duh, perkataan ibu terdengar sungguh mengerikan. Bahkan di depan orang istana ia berani melaporkan anaknya sendiri. Hampir saja Abdul tidak bisa lolos dari maut sang malaikat wanita itu. Tapi Abdul jauh lebih beruntung karena pria kekar tadi tidak benar-benar mengejarnya. Ia tidak akan tahu lagi bagaimana nasibnya jika lelaki itu menuruti kata-kata ibu.
Sementara itu, semenghilangnya Abdul dari lokasi insiden itu, lelaki itu berbalik menghadap wanita yang tengah berjibaku dengan keringat yang mengucur deras di sudut-sudut dahinya.
"Abbash!" pekik ibunya Abdul begitu kedua netra mereka saling bertemu. Keduanya saling berhadapan satu sama lain. Ada potongan kekagetan sekaligus takjub di wajah ibu saat melihat sosok yang kini di depannya.
Dengan memasang wajah yang datar dan tersenyum ramah, lelaki itu memeluk wanita di mukanya dengan hangat.
"Sudah lama kau tidak berkunjung kesini. Kapan kau kemari dan sampai kapan akan ada disini? Kau bahkan banyak berubah. Lebih gagah dan terawat," celoteh sang wanita yang berkerudung hitam dengan keriput di sudut matanya begitu kentara saat tertawa.
"Kenapa kau lepaskan bandit tadi? Harusnya kau tangkap saja!" lanjut wanita itu tanpa jeda menunggu jawaban dari sosok yang dipanggil Abbash tersebut.
"Bukankah dia Abdul?" tanya Abbash, santai.
Wanita itu mengangguk seraya menceritakan keseharian Abdul dan dirinya yang selalu bersama tapi tak pernah berdamai. Abdul yang selalu berulah mengambil banyak barang ibunya setiap pagi. Selalu saja ada yang di ambil, entah buat apa. Dan hal semacam itu terus berulang dari Abdul hingga remaja. Tak pernah berubah.
Makanya bagi orang-orang yang ada di sekitar pasar atau dermaga saat mengetahui Sitt Amma, ibu Abdul, yang berteriak maling bukan hal yang baru lagi. Dan sebagian besar dari mereka pasti hanya akan menganggap angin lalu atau geleng-geleng kepala. Tidak pernah serius mengejar si pencuri kecil itu. Lantaran hal tersebut berjalan sudah setiap hari dan selalu barang remeh yang dibawa anak itu. Hampir sebagian besar adalah bahan makanan. Kadang garam, kadang pisau, kadang sayur dan banyak hal lain.
Pernah suatu ketika saat pertama kali Sitt Amma berteriak maling di pasar. Banyak orang panik karenanya dan berusaha membantu wanita itu mencari sosok pencuri. Namun, sebelum pengutil itu ditemukan salah seorang bertanya mengenai barang yang dicuri dan siapa yang mencuri. Begitu mendapat jawaban dari wanita itu bahwa pencurinya adalah anaknya sendiri dan yang barang yang dijarah adalah garam maka seketika orang-orang di pasar justru terkekeh dan memilih meninggalkan lokasi tersebut. Sejak saat itu, ketika Sitt Amma berteriak maling maka sudah menjadi rutinitas tersendiri di pasar. Sebaliknya, agak mengherankan ketika wanita itu tidak mencari malingnya. Karena bisa jadi wanita itu sedang dalam kondisi sakit atau Abdul yang ambruk.