Pada sebuah ruangan yang cukup sunyi, terlihat dua orang yang terpisahkan sebuah meja panjang saling duduk berhadapan.
Di salah satu sisi, terlihat pria yang duduk itu sudah lumayan berumur dikarenakan memiliki kerutan di wajahnya. Akan tetapi jika dilihat dari pakaiannya yang menggunakan jas hitam dengan rapi, serta postur tubuhnya yang tegap saat duduk, bisa dikatakan kalau dia adalah orang yang berwibawa.
Sedangkan orang di sisi satunya hanyalah seorang remaja berumur 16 tahunan. Matanya sangat kelam seperti mata Panda, wajahnya pucat dengan beberapa bintik jerawat, rambutnya begitu berantakan serta panjangnya sampai ke bahunya, dan juga badannya sedikit membungkuk.Â
Seakan-akan remaja itu tidak memiliki harapan hidup lagi.
"Kenapa kau memanggilku ke sini?" tanya remaja itu. Suaranya sedikit membuat telinga orang yang mendengarnya sakit.
Suasana di sana benar-benar berat, tapi mereka berdua mengabaikan suasana tidak nyaman tersebut.
"Seperti yang sudah kamu tahu. Di luar sana masih banyak orang seperti dirimu, para pemilik kemampuan—"
Seakan sudah mengerti ke arah mana pembicaraan ini menuju, remaja tadi mendadak berdiri dari kursinya sebelum selesai mendengar jawaban dari pak tua di seberangnya. "Maaf saja, tapi aku tidak akan membantu kalian seperti waktu itu lagi."
"Tunggu!" perintah pak tua dengan sedikit bentakan.
Wajah remaja itu yang dari awal sudah kecut tambah kecut saja mendengar bentakan itu. "K-kenapa? apa k-kau mau memaksaku lagi? M-maaf saja tapi mau bagaimanapun kalian memaksaku, aku tidak akan menurut lagi!" ujarnya gagap seraya kakinya tetap melangkah.
Pak tua itu kemudian memukul meja dengan keras. "Sudahku katakan tunggu!"