Negeri Para Pembohong

DameNingen
Chapter #2

Bab1: Hari Pertama (1)

Kebohongan— suatu hal yang tercipta ketika seorang individu mengatakan sesuatu yang berlawanan dengan fakta yang ada. Kebohongan banyak bentuknya, dari kebohongan kecil hingga yang besar, kebohongan demi kebaikan hingga kebohongan demi kejahatan.

Kebohongan tidak bisa dihentikan begitu saja. Kebohongan untuk kebohongan lainnya, dan terus berlanjut selama kebenaran tidak diungkapkan oleh sang pembohong. Mau bagaimanapun, pembohong adalah kebohongan itu sendiri.

***

Dini hari, Sang fajar belum menampakkan dirinya, tapi beberapa orang sudah membuka mata dan sibuk dengan dirinya masing-masing. Pedagang sudah menyiapkan barang dagangannya, ibu rumah tangga sudah melakukan tugasnya, sama halnya dengan manusia, hewan-hewan juga telah bangun dari tidurnya.

Terlihat seorang remaja duduk di teras sebuah kontrakan kecil menggunakan seragam sekolah putih abu-abu, lengkap dengan almamater hitam, dasi, tas, kacamata, dan perlengkapan lainnya.

Duduk di lantai, ia mulai memasangkan kaos kaki putih kemudian dilanjutkan dengan memasang sepatunya sekolahnya. Setelah selesai, ia dengan segera berdiri dari situ.

"Sip, sudah siap semua!"

Seorang remaja yang akan menginjak umur 16 tahun bulan depan, dengan tinggi 165 dan rambut hitamnya yang acak-acakan. Wajahnya benar-benar berantakan dengan kelopak mata begitu hitam bagaikan diolesi abu di balik kacamatanya, serta kulit putih pucat.

Remaja itu bernama Faresta Haerz— dengan kata lain... diriku sendiri.

Dengan wajah berseri, aku melihat ke lengan kiriku. "Sekarang masih pukul 4:50 pagi. Bus pertama akan datang 10 menit lagi, jadi tidak perlu terburu-buru." 

Hari ini adalah hari yang bersejarah bagiku. Pasalnya tepat hari ini aku akan mulai menginjakkan kakiku di jenjang SMA, di mana masa muda membara di sana. Ah... Aku benar-benar tidak sabar menantikan hal ini.

Selagi aku hanyut dalam angan-anganku terhadap masa sekolah yang ku impikan, seorang wanita muda keluar dari arah kamar kontrakan tepat di sebelah kontrakanku. "Selamat pagi Faresta," sapanya.

"Ah- pagi juga kak..." balasku sedikit memalingkan wajah.

Seorang wanita yang jika dilihat dari wajahnya, mungkin sekitar 25-28 tahunan. Aku belum pernah melihatnya serapi ini sejak bertemu dengannya 2 minggu lalu. Waktu itu rambutnya sangat panjang serta acak-acakan dan wajahnya seperti mayat saja, tapi sekarang dia memakai make-up, rambutnya dipotong sebatas bahu, dan memakai setelan kantoran.

"Apa kamu mau pergi ke sekolah?" tanya dia.

"I-iya kak. Hari ini hari pertama masuk sekolah, sekaligus hari terakhir aku tinggal di sini..." jawabku gugup. Sialan! Aku tidak tahu bagaimana meladeni orang seperti dia.

Lihat selengkapnya