Nirhad si Penjaga Sendal

Edelwis Mentovani Diara
Chapter #1

Sebuah Awal

Sendal pemilik masjid sangat beragam, ada sendal jepit buatan Jepang yang berkisar diantara harga 15 ribuan, ada yang terbuat dari kulit buaya bermerek dan berharga fantastis hingga puluhan juta, sampai sendal standar milik brand lokal yang nyaman dipakai. Nirhad tentu saja paham mengenai merek-merek ini karena, dulu sebelum menjadi penjaga sendal masjid, ia sempat menjadi tukang bersih sendal maupun sepatu di mall dan pasar-pasar tradisional. Saat mebersihkan sendal tak jarang sang pemilik dengan bangga menceritakan bagaimana mereka mendapatkan sendal mahal itu.

“Nirhad….!” lelaki paruh baya dengan kepala yang dipenuhi uban berjejer itu memanggil dengan suara serak agak parau.

"Kesini dulu sebentar..."

"Had ini sendal bapaknya hilang…"

"Lho kok bisa, aku dari tadi disini jagain pas salat jama’ah tidak ada siapa-siapa kok Pak Kiai.”

Seperti biasa Kiai Ruslan sesepuh yang berlangganan ke masjid itu paham betul, jika Nirhad sudah tujuh tahun menjadi penjaga sendal masjid Ar-Rahman. Masjid dengan interior mewah ini, selain terletak di jalan besar yang menjadi teman singgah para pengemudi, juga memiliki komposisi bangunan dengan interior yang megah. Kubahnya berwarna keemasan dipadukan dengan badan masjid yang berwarna cokelat muda dengan satu menara yang menjulang tinggi. Dalam masjid terasa semakin sejuk dengan ornamen geometris bagian dalam kubah yang megah. Tak heran jika sering dipakai buat akad nikah orang-orang terkenal lumayan buat potret foto. Sisi menarik dari masjid ini juga ditonjolkan dari jumlah jemaah serta banyaknya ustad-ustad pakar yang hadir membuat jemaah membeludak. Sesekali masjid itu di kunjungi orang-orang penting untuk berceramah, tak jarang mereka biasanya memakai sendal atau sepatu mahal yang menjadi jadi santapan lezat bagi para pencuri sendal lihainya minta ampun.

"Pak, maaf ya mungkin saya lalai, soalnya kadang pengunjung masjid ini ramai, saya tadi ke toilet sebentar saat jemaah sedang salat" Nirhad menunduk, segera mengakui kelalaiannya.

Dalam hati ia juga bertanya-tanya kenapa kebanyakan para pejabat negara dan orang-orang penting harus memakai sendal mahal saat ke masjid. Menurut Nirhad seharusnya ada SOP yang mengatur jika sendal yang di pakai cukup sandal jepit karena pencurian tidak memandang bulu apaagi dirumah ibadah seperti ini bak memancing kucing dengan ikan asin.

Didalam fikiran kotor Nirhad orang-orang penting seperti mereka sering mampir ke masjid hanya saat musim kampanye, peserta di masjid ini juga banyak, karena mereka bisa dapat makanan gratis dengan lauk lengkap. Untuk 1 buah sendal yang Nirhad jaga, biasanya Nirhad mendapat kan 1000. Tidak dipungkiri orang-orang penting ini juga membawa berkah bagi Nirhad karena jemaah yang membeludak. Orang-orang penting yang terkenal di Televisi juga sering mengadakan syukuran dan berbagi donasi, karena mereka punya pesona, masyarakat berbondong bondong datang, ingin melihat mereka sambil meminta foto.

“Yasudah pak tidak apa-apa mungkin belum rezeki." Pejabat berdasi, dengan pakaianya sangat rapi, itu membenarkan kerahnya, pembawaanya tenang dan berkharisma dengan belahan rambut samping yang menawan. Nirhad hanya mengganguk. Pejabat itu pergi, terlihat dari jauh mobil Marcedes Benz di depan sana menunggunya, di jaga oleh ajudan berotot. Salah satu ajudannya, membuka pintu Pejabat itu melempar senyum dari kejauhan, mesin mobilnya terlihat mulus.

"Ya jelas ga papalah, mobilnya aja gitu sendal kayag gitu bisa dia beli segudang." Nirhad menyeletuk.

"Had, ga boleh gitu, tadi kamu sudah minta maafkan, dan dia memberi maaf, coba ga maafkan bisa bisa disuruh ganti lho" Kiai Ruslan, menepuk nepuk bahu Nirhad. 

"Aku balik dulu ya Had, mau ngasih makan burung dulu." 

"Ya, Kiai hati-hati" Nirhad memang tak bisa berkutik jika Kiyayi Ruslan sudah berkata-kata. Bagi Nirhad selama ini menjaga Masjid Ar-Rahman Kiai Ruslan lah yang paling tulus beribadah datang kesana semua kegiatan masjid seperti pengajian kitab kuning, kajian mingguan, tadarus, iktikaf semua ia ikuti. Pernah saat hujan deras, kiyayi Ruslan, datang dengan baju basah kuyup.

"Lho Kiai kok dipaksakan datang kan hujan." 

"Uda telanjur tadi dijalan ga hujan, pas ditengah jalan tiba-tiba hujan deras."

 Kiai Ruslan juga kadang membersihkan masjid setelah ceramah usai, kadang saat ustaz datang peserta ceramah yang membawa anak-anak kecil suka lupa dan membuang sisa permen, makanan, sampai lengket di sajadah.

Nirhad tinggal di samping masjid. Tentu saja Nirhad buka beragama Islam. Kiai Ruslan lah yang menemukan dan menyambung usul kepada masyarakat sekitar jika Nirhad cocok menjadi penjaga sendal Masjid, karena saat orang-orang sholat berjemaah Nirhad akan siaga tampa perlu ikut sholat. Kiai Ruslan menemukan Nirhad di pasar Krangan, menyelamatkannya dari para pengejar copet. Ya saat itu Nirhad ketuan mencopet dan dikejar segerombolan orang, siap-siap menghajar dan membuat benjol mukanya. Nirhad lari terkencing- kencing sampai akhirnya mengetok Mobil. Saat itu kebetulan Kiai Ruslan sedang menunggu Istrinya berbelanja. 

"Pak.Tolong saya Pak?” Keringat bercucuran dari wajahnya yang lesu tak bertenaga. “Buka Pak pintunya."

Lihat selengkapnya