Jika semua berawal dari pertemanan, maka Dipna tidak ingin ini berakhir karena sebuah perasaan. Memilih untuk tidak jujur kepada diri sendiri adalah salah satu momen terberat dalam hidup Dipna. Semoga segera ada jalan keluarnya agar ia tidak tersiksa sendirian.
Suasana alun-alun kidul Yogyakarta tidak seperti biasanya. Matahari terlalu tinggi sejak pagi membuat beberapa orang malas untuk beraktivitas. Namun, suasana yang cukup sepi membuat Dipna dan Udaya lebih leluasa berlari-lari pagi, sarapan di lesehan dan beristirahat untuk sekedar menikmati pemandangan. Hari ini adalah bagian dari rencana mereka sebelum Dipna akan berangkat ke negeri sakura, Jepang. Negara yang selalu Dipna impikan hanya karena terpikat oleh keindahan bunga sakura yang tidak akan ia dapatkan di Indonesia.
“Kamu sudah yakin, Na? Masa iya hanya karena bunga sakura kamu rela meninggalkan sahabatmu ini sendirian,” gerutu Udaya dengan sedikit kesal. Tidak ada yang tahu pasti mengapa Dipna sangat berambisi untuk ke Jepang.
“Iyalah, lagi pula aku, kan sudah mengajakmu. Kamunya saja yang tidak mau.”
“Kamu, sih ada-ada saja, ke Jepang cuma mau petik bunga sakura lalu pulang. Sekalian ambil bibitnya lalu tanam depan rumahmu. Hahaha ….”
“Uday …aku itu serius. Aku sudah yakin kalau akan lanjutkan pendidikanku di sana. Bukankah selama ini kamu paham dari semua cerita-cerita impianku itu?”
Pertanyaan terakhir Dipna berhasil membuat Udaya bungkam. Ia membanting pikirannya pada persahabatannya selama ini. Udaya memang berhasil menampung semua cerita- cerita Dipna, mulai dari suka maupun luka. Perihal itu semua justru membuatnya berada pada tahap tak ingin merelakan Dipna jauh dari jangkauan matanya. Namun, Udaya tak bisa berbuat banyak selain harus berpura-pura bahagia melepas Dipna dalam jangka waktu yang tidak singkat.
“Kamu sendiri bagaimana, yakin masih mau di Jogja. Gak bosan apa, sejak SMP sampai SMA di sini terus?” Satu pertanyaan lagi dari Dipna yang membuat Udaya harus menyusun kalimat serapi mungkin untuk menjawabnya agar tak ada lagi pertanyaan baru dari Dipna.
“Ya, kamu juga tahu, kan kalau di Jogja aku cuma punya Ibu. Semenjak Bapak memutuskan hubungannya dengan Ibu lalu membiarkan Ibu berjuang sendirian, aku sudah pastikan, Na bahwa aku akan tetap di sini menemani Ibu,” jelas Udaya.