Dipna menatap dirinya sekali lagi di depan cermin, memastikan bahwa ia benar-benar sudah siap menghadapi hari ini. Hari pertama berkuliah di Jepang, kota impiannya.
Dipna memilih jurusan bisnis dan manajemen, entah sejak kapan dia sangat berminat terhadap dunia bisnis, rencana bisnis pun belum ada sama sekali. Namun, ia punya satu mimpi yang selalu menjadi pertanyaan bahwa apakah pantas dijadikan sebagai impian bisnis atau semacamnya.
Dipna pernah dan masih bermimpi bahwa suatu saat nanti ia memiliki sebuah toko megah yang di dalamnya menjual segala sesuatu yang berbau strawberry, mulai dari buah strawberry itu sendiri, jus buahnya, pernak-pernik berbentuk strawberry atau bahkan alat skin care perisa strawberry.
Kadang Dipna menertawakan sendiri mimpi sederhananya itu.
“Hai, cermin, katakan siapa yang paling cantik?” Dipna terus cengengesan menatap dirinya di depan cermin. Ia bertanya bak seorang nenek sihir yang ada dalam dongeng putri tidur. Negeri dongeng yang tak selalu bercerita indah.
Tas berwarna hitam polos segera disambar oleh Dipna. Saat merasa tak ada lagi yang terlupa ia mulai melangkahkan kakinya meninggalkan indekos berlantai dua itu. Tempat ini menjadi pilihan yang tepat dari Paman Uta. Pamannya itulah yang mencarikannya tempat tinggal yang pas, aman dan nyaman untuk Dipna. Tak ada lagi yang bisa diragukan oleh Dipna. Untuk keperluan sehari-harinya ia bersyukur karena tabungannya selama sekolah dianggap cukup. Namun, Paman Uta dan Tante Tria tetap memberikannya uang saku selama di Jepang.
Dipna telah tiba di kampusnya untuk pertama kali. University of Tokyo. Sebuah menara yang menjulang tinggi, di bagian kiri kanannya terdapat beberapa menara lainnya yang lebih rendah dan saling berkesinambungan sangat menawan dengan nuansa cokelat. Sepertinya tak cukup waktu bagi Dipna untuk menikmatinya. Ia melangkah pasti sedikit lebih cepat, ia sudah tidak sabar melalui hari yang pasti akan indah dan menyenangkan.
Bahagia terus berdesir dalam hati Dipna menyambut kejadian hari ini. tidak hanya pengetahuan baru dan bermanfaat, ia juga bisa berkenalan dengan banyak teman barunya bahkan sudah sempat saling berkenalan. Kemampuan berbahasa Jepang Dipna menjadi semakin meningkat walau ada beberapa juga yang menggunakan bahasa inggris.
Pengenalan kampus dan jurusan berjalan dengan lancar. Masih ada satu lagi yang belum yaitu pengenalan program studi yang akan dilanjutkan setelah istirahat nanti.
Waktu siang adalah waktunya beristirahat sebelum lanjut beraktivitas. Dipna memilih duduk di taman dan menikmati roti bakar yang dia bawa dari indekos. Sengaja dibuatnya tadi pagi untuk makan siang. Sayang sekali, Dipna hanya sendirian. Ia belum berani mengajak siapa- siapa. Ia berpikir, seandainya Udaya ada di sini, dialah pasti yang akan menemaninya.
“Apa hanya aku yang dari Indonesia?” bisik Dipna dalam hati. Namun, tak mematahkan keceriaannya di hari perdana ini.
“Hi, I’m Alsaki. I’m come from Indonesia. You?” Seorang laki-laki mengenakan setelan hitam, abu-abu menghampiri Dipna lalu mengulurkan tangannya tanda perkenalan. Sebuah earphone menjulur dari kantong celana lelaki itu.
Betapa tercengangnya Dipna saat mengetahui bahwa orang yang ada di depannya berasal dari Negara yang sama dengannya.