Neglected

Putri Lailani
Chapter #3

Sikap Arman yang Dingin

Begitu acara perkenalan usai dan para karyawan sudah membubarkan diri, Anjani masih terdiam di tempatnya. Ia bangkit dari kursinya dan berdiri sejenak memandangi pria itu. Menunggu pria itu selesai berbicara dengan Bu Susanti dan juga Burhan. Ia kemudian mengeluarkan selembar foto dari dalam dompetnya. Foto tersebut sudah usang karena disimpan sejak 15 tahun lalu.

Setelah dilihatnya pria itu sudah selesai mengobrol, Anjani langsung jalan perlahan menghampirinya sambil menggenggam foto tadi. Jantungnya berdegup kencang. Entah apa yang harus dikatakannya nanti setelah 15 tahun tak bertemu. Apa pria itu masih mengenalnya?

Ia semakin dekat dengan pria itu dan kini sudah berdiri di sampingnya. Pria yang masih sibuk membereskan tas dan melihat beberapa berkas tersebut masih belum menyadari kehadirannya. Tak ada cincin pada jari manisnya, yang artinya pria itu belum menikah.

“Mas … Arman.” Panggil Anjani dengan suara bergetar.

Arman yang sedang memasukkan berkas ke dalam tas nya langsung menoleh kepadanya. Pria itu langsung tersentak seperti melihat hantu.

“Apa kabar, Mas?” Anjani tersenyum sambil matanya berkaca. “Ini Anjani, Mas … Anjani.” Gadis itu sambil menunjuk-nunjuk dirinya. “Masih ingat?”

Pria itu masih shock dan tak dapat berkata. Anjani begitu merindukan pria tersebut dan tak menyangka akhirnya bisa bertemu lagi. Apalagi bakal satu kantor. Gadis itu langsung menunjukkan foto yang sejak tadi digenggamnya.

“Ini foto kita.” Ia menyodorkan foto tersebut. “Masih ingat?”

Anjani tak menyadari kalau rahang pria itu mengeras begitu melihat foto itu.

“Ini waktu aku ulang tahun yang ke-10.” Lanjut Anjani. “Hari terakhir kita ketemu.”

Mereka berdua tak sadar kalau Burhan memerhatikan sejak tadi. Karyawan lain sudah tak ada di area tersebut. Hanya tersisa beberapa OB yang sibuk bersih-bersih.

“Anjani yang di pan…”

“Maaf, kamu salah orang!” Potong Arman. Nadanya ketus dengan tatapannya yang tajam.

Anjani kaget tak percaya melihat reaksi pria itu. Tak terasa air matanya menetes.

“Dan inget ya … panggil saya Pak Arman, bukan Mas! Apa kamu nggak denger kata Bu Susanti tadi?” Ketus pria itu lagi.

Lihat selengkapnya