Usai makan bersama dan bermain sejenak dengan anak-anak panti, kini Anjani dan Mona mengobrol berdua di teras panti. Dari tempat Anjani duduk, terlihat pohon yang biasa dulu ia panjati bersama Arman. Ia sudah tak pernah memanjat pohon itu lagi sejak Arman pergi, hanya bisa memandanginya.
“Tumben lo nggak pacaran?” Celetuk Anjani kepada sahabatnya itu. Ia berusaha mengalihkan pikirannya.
“Pacaran apaan?” Mona tertawa geli. “Putus gue.”
“Hah, lagi?” Anjani terkekeh. “Baru juga kemarin pacaran. Pantesan lo bisa ketemu gue sekarang.”
Anjani tak perlu bersedih jika sahabatnya itu putus cinta, karena memang sahabatnya biasa gonta ganti pacar hanya dalam waktu beberapa pekan. Maklum, banyak pria yang mengantri karena wajah blasterannya.
“Kalau dipikir-pikir, kita ini cantik.” Mona menerawang. “Tapi kenapa nggak ada yang mau adopsi kita, ya?”
Raut wajah Anjani juga berubah sedih. “Padahal gue dulu selalu berusaha dandan rapi dan bersikap baik setiap Bu Dewi kasih tahu mau kedatangan pasangan suami istri.”
Anjani jeda sejenak sambil matanya masih menatap pohon itu.
“Berkali-kali usaha, tetap aja nggak kepilih.” Lanjut Anjani. “Akhirnya gue pasrah aja lah. Untung ‘kan Bu Dewi dan almarhum Bapak tuh baik, jadi nggak sedih-sedih amat.”
“Mungkin mereka takut kesaing kali sama kecantikan kita.” Celetuk Mona asal.
Mereka berdua kemudian tertawa bersama.
“Tapi kalau soal cowok, banyak lho yang mau antri sama lo.” Ujar Mona kemudian. “Mulai dari teman sekolah dan kuliah kita, teman-teman gue, teman-teman mantan gue. Lo nggak mau coba first date dulu gitu? Siapa tau cocok.”
“Lo ‘kan tahu sendiri alasannya.”
“An, lo ‘kan yang cerita sendiri reaksi dia tadi gimana … 15 tahun loh dia nggak ngasih kabar. Harusnya lo bisa tahu kalau dia tuh udah nggak mau lagi …”
Anjani langsung memotong. “Sikap gue juga akan sama kalau itu elo, Mon. Beda kalau sama teman yang selama di panti nggak begitu dekat.”
“An, gue nggak akan ninggalin lo. Buktinya kita aja masih kontak sampai sekarang. Lo tau sendiri kantor dan kosan kita jauh.”
Kantor Anjani dekat sekali dengan panti asuhan, terletak di Sudirman dan ia kos persis di belakang kantor. Sedangkan kantor Mona di Pondok Indah dan kos di Radio Dalam.
Anjani menerawang sejenak. “Dulu waktu dia pergi, gue masih 10 tahun. Gue baru sadar setelah sekitar 2-3 tahun dia pergi, kalau gue ini … jatuh cinta sama Mas Arman.”
Mona hanya menghela napas.
“Susah buat gue untuk move on … atau ngelupain dia.” Lanjut Anjani. “Gue juga nggak bisa dipaksa untuk pacaran sama cowok lain, karena nggak ada perasaan.”
Anjani jeda sejenak.