“Mon, fasilitas kantor lo keren banget sih.” Ujar Anjani kagum sambil melihat interior mobil baru sahabatnya itu. Mereka kini sedang dalam perjalanan menuju rumah Bu Susanti. “Bisa kasih plafond cicilan mobil seharga hampir 500 juta. Kantor gue aja cuma bisa kasih maksimal 300 juta untuk level team leader kayak lo. Terus mobil gue aja cuma 100 jutaan.”
Mona hanya tertawa geli sambil menyetir mobilnya. “An, gue kasih tahu lo satu rahasia, tapi jangan bilang siapa-siapa ya. Gawat soalnya kalau sampai bocor ke orang kantor gue.”
Anjani mengernyitkan dahi. “Kenapa, Mon?”
“Jadi, Ci Emily ‘kan suka banget sama kinerja gue. Nah, selain bonus berupa uang … gue juga dikasih mobil ini.”
“Hah serius dikasih?” Anjani ikut senang. “Ih, ngiri banget deh gue.”
“Tapi inget ya, cuma lo yang tahu jangan sampai bocor.” Mona terus memperingatkan. “Karena cuma gue yang dikasih bonus ini sama Ci Emily dan Ko Yohan. Gue cuma kasih tahu lo doang nih karena sahabat gue.”
Mereka berdua merupakan atasan Mona.
“Aman.” Anjani terkekeh.
Tak terasa mereka akhirnya tiba di rumah istana. Mona pun langsung meminggirkan mobilnya.
“Rumah atasan lo persisnya nomor berapa tadi? Lupa gue. Beda nomor, beda pagar depan soalnya.” Tanya Mona.
Rumah istana tersebut terdiri dari beberapa rumah besar dalam satu tembok tinggi. Ia yakin yang tinggal di dalam benteng tersebut terdiri dari beberapa keluarga. Entah berapa kavling yang dihabiskan untuk membangun istana keluarga ini. “Nomor Bu Susanti AA-233.”
“Oke.” Mona langsung mengarahkan mobilnya dan berhenti persis depan nomor rumah yang disebutkan Anjani tadi.
“Bentar ya, Mon.” Anjani pun langsung membuka pintu mobil dan turun kemudian berjalan ke arah pagar hijau sambil memegangi amplop coklat berisikan flashdisk.
Tampak dua atau tiga orang sekuriti berjaga di pos dekat pagar. Rumah Bu Susanti megah sekali dengan nuansa hijau. Luasnya kurang lebih sekitar 500m2. Lalu rumah-rumah yang lainnya itu milik siapa? Apa milik keluarga dari suaminya? Eh, bukannya Bu Susanti sudah bercerai ya? Ah, entahlah, ia juga tak terlalu tahu urusan pribadi atasannya tersebut.
“Permisi.” Ujar Anjani sambil melongokkan kepalanya ke arah pos satpam.
Seorang sekuriti langsung menghampirinya. “Cari siapa?”
Anjani langsung menyerahkan amplop coklat tersebut. “Saya cuma mau antar file ini untuk Ibu Susanti, bilang saja dari Anjani ya, karyawan Aftive Digital Agency.”
Sekuriti tersebut tak langsung menerimanya. “Sebentar saya telepon dulu.”
************
“Arman, gimana hari pertama kamu kerja di Aftive?” Tanya Bu Susanti kepada keponakannya itu.
Mereka tengah makan malam bersama di rumah Bu Susanti, bersama dengan Burhan, kedua orang tua Arman, adik perempuan Arman yang baru berusia 13 tahun dan nenek mereka.
“Lancar, dong. Berkat Tante.” Kelakar Arman.