Neglected

Putri Lailani
Chapter #9

Mischa Alexander

Beberapa peserta yang namanya disebutkan oleh Bu Susanti tadi sedang bersiap di ruang meeting. Anjani masih sibuk menyiapkan bahan presentasi di meja kerjanya. Meskipun sifatnya template, tetap saja ia tipe orang yang perfeksionis, tak mau asal dan terburu-buru. Itulah yang membuat Bu Susanti menyukainya. Toh orang-orang Daintie juga belum pada datang.

“An, buruan kali.” Ujar Selvy panik. “Bu Susanti sama Pak Burhan aja sudah di ruang meeting, lho!”

“Pilih mana?” Sahut Anjani masih sibuk menyiapkan bahan presentasinya. “Buru-buru ke ruang meeting padahal klien belum datang, atau nggak maksimal saat presentasi nanti?”

Selvy, Damar dan Dicky pun hanya saling berpandangan dan menahan tawa. Setelah Anjani selesai, ia pun langsung berjalan menuju ruang meeting, kemudian memasuki ruangan tersebut yang bernuansa coklat dan begitu luas.

Dekat pintu masuk terdapat sofa untuk menerima tamu. Ia kemudian berbelok kiri dan terdapat meja meeting yang sangat panjang. Kapasitasnya 21 orang, 20 kursi saling berhadapan dan 1 kursi berada di tengah-tengah. Semuanya sudah hadir dan ada juga Asisten Bu Susanti dan Burhan, Maya dan Sarah. Mereka semua duduk di satu deretan yang membelakangi jendela, sehingga deretan depannya kosong. Bu Susanti duduk paling ujung dekat dengan LCD TV yang nantinya akan digunakan untuk presentasi.

“Ayo Anjani, cepetan duduk.” Ujar Bu Susanti begitu melihat dirinya. “Mereka sudah di lift.”

“Baik, Bu.” Anjani langsung menduduki salah satu bangku kosong paling ujung persis seberang Maya.

“Eh, jangan duduk di situ. Deretan itu buat Daintie.” Tegur Bu Susanti kemudian melihat-lihat bangku deretannya yang kosong. “Nah, kamu duduk sebelah Arman sana, yang kosong.”

Anjani pun langsung tersentak, begitu juga dengan pria itu.

“Antara Arman sama Ajeng.” Bu Susanti memperjelas.

“Oh, ba … baik, Bu.” Sahut Anjani terbata kemudian beranjak menuju kursi yang dimaksud.

Dada Anjani berdegup kencang saat berjalan menuju kursi tersebut. Ia antara senang dan takut. Takut kalau tiba-tiba pria itu minta bertukar posisi. Namun Arman juga tampaknya tak punya pilihan selain membiarkan gadis itu duduk di sebelahnya.

Arman baru tersadar, mengapa sebelum gadis itu datang tadi ia tak menyuruh Ajeng menggeser duduknya saja? Atau menyuruh karyawan pria agar duduk di sebelahnya? Gadis yang seharusnya sudah terhapus dari ingatannya 15 tahun lalu mengapa harus muncul lagi? Bahkan masa-masa susah di panti sudah tak mau ia ingat-ingat lagi.

Begitu Anjani sudah duduk di sebelah pria itu, ia hanya mampu menunduk, tak berani menoleh ke arah pria tersebut. Tercium sekali wangi parfumnya yang tentunya mahal itu. Seketika ia merasakan kembali kenyamanan yang telah 15 tahun hilang.  Ingin sekali rasanya mengajaknya berbicara, namun tampaknya sekarang bukan waktu yang tepat.

Beberapa menit kemudian, para karyawan dari Daintie tiba, diantar oleh Irene Resepsionis. Mereka semua pun berdiri menyambut kedatangan kurang lebih sekitar 10 orang.

“Halo Emily … Yohan.” Bu Susanti yang tampaknya sudah akrab langsung menyalami kedua owner  Daintie tersebut. Mereka merupakan suami istri keturunan Tionghoa yang usianya masih terbilang muda, awal 30-an.

Yah, Mona selalu bercerita kepada Anjani mengenai owner-nya yang masih muda. Mereka berdua pun juga sering wara wiri di media, bahkan masuk Forbes under 40. Ia berdoa semoga bisa sukses di usia muda seperti mereka. Ah, ia lupa, kan mereka juga dari keluarga konglomerat.

“Bu Susanti, apa kabar?” Balas kedua owner itu ramah.

Anjani bisa melihat wajah keduanya yang begitu glowing bak porcelein terutama Emily. Tentu saja rasanya tak mungkin hanya dengan perawatan produk Daintie, pasti ditambah juga dengan klinik kecantikan.

Bu Susanti kemudian memperkenalkan para karyawa Aftive, begitupun sebaliknya. Mereka semua kemudian saling berjabat tangan. Saat bersalaman, tak sengaja tangan Anjani dan juga Arman bertabrakan. Anjani seperti tersengat listrik, begitupun dengan Arman. Mereka kikuk sejenak kemudian buru-buru lanjut bersalaman lagi.

“Oiya, kita juga sekalian ajak calon Brand Ambassador Daintie yang baru, lho.” Ujar Emily melihat ke arah pintu masuk. “Biar sekalian kita bahas konsep promosi dengan BA-nya langsung ya.”

“Oya?” Bu Susanti tampak antusias.

“Ini Brand Ambassadornya belum resmi diumumkan ke publik,” timpal Yohan. “Nah, itu juga yang mau kita bahas untuk konsep promosi nanti.”

“Oh, boleh-boleh, ngomong-ngomong siapa sih BA-nya?” Tanya Bu Susanti penasaran.

Baru saja Yohan hendak menjawab, tiba-tiba sosok pria tampan blasteran pun memasuki ruang meeting tersebut dengan diikuti oleh seseorang yang tampaknya managernya. Sosok tersebut sangat familiar. Seorang aktor ternama yang membintangi sejumlah film, series, iklan, bahkan dulunya bermain beberapa judul sinetron. Aktor tersebut juga empat tahun berturut-turut memenangkan Piala Citra sebagai Pemeran Utama Pria Terbaik. Usianya kini awal 30-an dan belum menikah.

Mulut para karyawan Aftive menggangga. Tak percaya seorang Mischa Alexander bersedia menjadi Brand Ambassador sebuah brand kosmetik lokal yang usianya bahkan belum ada 10 tahun.

Aktor tampan tersebut langsung tersenyum ramah kepada karyawan Aftive, kemudian diminta bersalaman oleh Yohan. Sontak Maya, Sarah, Jenny dan juga Ajeng langsung memekik histeris dan rebutan untuk bersalaman.

“Ya ampun ini Kak Mischa?” Pekik Maya tak percaya.

Lihat selengkapnya