Tak lama kemudian, keluarga owner pun datang menggunakan buggy car. Arman terlihat yang mengendari buggy car tersebut dan Burhan duduk di sebelahnya. Sontak para karyawan langsung berdiri menyambut kedatangan mereka.
Anjani bisa melihat dua wajah familiar yang merupakan wajah kedua orang tua Arman. Wajah yang menjemput pria terdekatnya 15 tahun silam. Wajah mereka tak berubah sedikit pun dan tampak awet muda.
Buggy Car tersebut kemudian berhenti dan mereka satu persatu turun. Terlihat Bu Lidya yang usianya sekitar 80-an masih tampak kuat berjalan seorang diri. Wajahnya sangat terlihat penuh wibawa dan energik. Keluarga owner kemudian langsung menempati posisi masing-masing.
Acara kemudian dimulai dengan sambutan dari Bu Susanti sekaligus memperkenalkan para owner terutama Bu Lidya. Ia kemudian memberikan salam perpisahan yang mengharukan karena hari ini merupakan hari terakhirnya bersama Aftive, dan besok posisi CEO akan digantikan oleh Burhan. Setelah Bu Susanti selesai, dilanjutkan dengan kultum oleh seorang Ustadz. Akhirnya tibalah waktunya berbuka puasa.
“Nah, sudah waktunya berbuka,” ujar Bu Susanti melalui pengeras suara, “silakan mengambil makanan dan minum di stall-stall yang telah disediakan. Mau langsung makan berat juga boleh.”
Mereka semua hanya tertawa kemudian dengan tertib menuju stall-stall yang mereka incar. Tentu saja stall dari brand besar lebih menarik perhatian mereka. Sedangkan Anjani yang sudah biasa kelaparan sejak kecil dan tak begitu suka makanan mahal, tampak santai saja. Ia sengaja mencari stall yang sepi.
Ah, matanya tertuju kepada gorengan yang begitu menarik minatnya dan sepi juga. Hanya OB dan driver kantor yang mengambil makanan tersebut. Ia pun berjalan ke area itu, mengambil beberapa gorengan kesukaannya dan juga sambal kacang.
“Mbak Anjani nggak mau ambil makanan yang di sana saja?” Tunjuk sang driver kantor ke arah stall brand ternama.
Anjani hanya menggeleng sambil tersenyum. “Nggak, Pak, saya nggak terlalu suka. Bapak saja yang ambil ke sana.”
“Sama, saya juga nggak doyan.” Sahutnya terkekeh.
Anjani kemudian juga mengambil es teh manis. Para geng ghibah pun langsung melihat ke arah gadis tersebut dengan tatapan heran.
“Itu yakin si anak yatim nggak mau makan yang enak-enak?” Bisik Damar. “Kirain ndese demen yang gratisan.”
Yang lainnya pun hanya menanggapi dengan tawa cemooh karena sudah lapar. Arman yang sedang memakan kolak pisang tersebut juga memerhatikan gadis itu. Ia sendiri juga heran karena malah memilih makanan yang biasa ia makan sejak kecil. Mata mereka tiba-tiba saja bertemu dan Arman lagi-lagi membuang muka.
Setelah selesai berbuka, mereka pun salat Magrib berjamaah yang diimami oleh Ustadz yang tadi membawakan kultum, kemudian lanjut dengan makan berat sambil para karyawan saling berbincang. Tampak anggota keluarga yang lain, termasuk anak-anak dan adik Arman pun ikut bergabung untuk mengambil makanan.
Tentu saja makanan seperti Bakmi GM, KFC dan Hokben lagi-lagi lebih menarik banyak peminat. Anjani pun lagi-lagi tak ambil pusing, ia pilih saja yang sepi. Kebetulan makanan kesukaannya nasi uduk. Ia juga mengambil gorengan lagi dan sambal kacang.
“Buset, lo makan gorengan lagi?” Ceplos Sonia saat melihat piringnya. “Emang nggak bosen udah di kantor jajan gorengan mulu? Hati-hati jantung, lho!”
Anjani hanya tertawa renyah, “terus apa bedanya sama kalian yang suka makan manis-manis? Hati-hati diabetes, lho!”
Sonia langsung menggangga. Anjani meninggalkan Sonia begitu saja, kemudian kembali duduk di tempatnya dan menyantap makanannya. Setelah selesai ia pun meneguk minumannya dan melihat sekeliling. Dilihatnya Arman berjalan pulang ke rumahnya melintasi kolam renang, air mancur kemudian lapangan tenis. Anjani hendak menyusul, namun ia melihat sekeliling terlebih dulu dan memastikan bahwa tak ada orang yang sedang memerhatikannya.
Begitu ia yakin tak ada yang memerhatikan, ia pun langsung mengikuti pria itu. Inilah kesempatannya untuk mendapatkan penjelasan setelah 15 tahun. Ia berjalan cepat melewati jalur yang dilewati Arman tadi. Ternyata lumayan jauh juga jika tak menaiki buggy car. Untung saja dirinya biasa jalan kaki, jadi tidak kelelahan.
Ia terus mengikuti Arman yang kini memasuki rumahnya lewat garasi mobil. Melihat garasi mobilnya saja, Anjani langsung terpukau. Ini garasi atau showroom? Anjani pun nekat saja memasuki garasinya toh tak ada penjaganya juga, mungkin hanya CCTV. Ah, peduli amat! Toh dirinya tak berniat mencuri. Deretan mobil-mobil mewah seperti Ferari dan Lamborghini pun terparkir rapi. Mobilnya banyak sekali, mungkin sekitar 10. Mobil yang paling murah di sana sekitar 600 jutaan.
Arman terlihat memasukkan kode pada salah satu pintu di ujung area tersebut, kemudian langsung masuk. Sebelum pintu itu tertutup rapat, Anjani buru-buru berlari dan menahan pintu hitam kayu tersebut dan langsung masuk. Ternyata ruangan itu merupakan ruang kerja Arman yang begitu luas. Posisi pria itu sedang membelakanginya sambil membaca sebuah berkas dan belum menyadari keberadaannya.
Pintu kemudian tertutup dan Anjani dengan lantang memanggil. “Mas Arman.”
Arman langsung shock mendengar suara tersebut dan langsung menoleh. Wajah pria itu jelas sekali terlihat kesal.
“Kenapa kamu bisa masuk sini?” Ketus Arman sambil meletakkan berkas yang tadi ia baca ke atas meja.