Nekrografi Sastra vol.1

Listian Nova
Chapter #8

Chapter 8: Nala si Cenayang (3)

Awalnya, Sastra hanya mengira pramusaji yang beberapa waktu lalu mencuri pandang ke arah Nala hanya sedang grogi saat menempelkan telapak tangannya ke tepi meja. Namun, beberapa waktu kemudian, Sastra menyadari ada sesuatu yang tertempel di bawah meja.

Sebuah mikrofon bluetooth mini. Benda itu tidak akan terlihat dari sudut pandang Nala, tetapi cukup mudah dari sudut pandang Sastra; cukup memundurkan kepala dan melirik serong ke bawah. Sastra tidak terlalu paham apa itu bluetooth, tetapi ia tahu pasti kegunaan mikrofon.

"Seseorang sedang menguping percakapan kita?" Sastra berbisik seperti Nala.

"Ralat. Menguping aku," balas Nala, "suara hantu tidak bisa terekam, kan."

Karena harus berbicara dengan berbisik, wajah mereka masih berdekatan. Sastra bahkan bisa merasakan hembus napas Nala di pipinya. Selain itu, ia juga mencium bau mulut Nala. Harum, meskipun sudah bercampur dengan aroma kaldu ayam.

"Apakah pelayan tadi pelakunya?"

Nala menggeleng. "Tidak tahu ... tapi kayaknya bukan. Pasti sedang sibuk melayani pelanggan."

"Kalau begitu, apakah pelakunya ada di sekitar kita?" tanya Sastra lagi.

Nala mengedarkan pandangan sebelum menjawab, "Sulit dipastikan ... tapi seharusnya ada dalam radius sepuluh meter. Itu jarak maksimal jangkauan bluetooth, dan pasti terhubung dengan smartphone."

Sastra baru paham bahwa bluetooth adalah semacam gelombang sinyal. Ia memberikan instruksi. "Aku coba periksa sekeliling. Nala, coba kamu bernyanyi dekat mikrofon itu."

Nala mengangguk. Gadis itu bergumam, melantunkan sebuah melodi yang tak dikenali Sastra.

Sastra mulai berkeliling mencari pelaku penyadapan itu, yang pastinya sedang fokus mendengarkan smartphone. Siapapun penguntit ini pastilah bukan orang baik-baik.

Sebagian besar orang di lantai dua itu memegang smartphone, tetapi tak satupun yang sedang mendengarkan suara dari gawai mereka. Mereka membuka serangkai teks pesan singkat, melihat gambar-gambar, atau video tanpa suara. Beberapa anak muda menyembunyikan layar gawai mereka dari pandangan umum, tetapi karena mereka sedang menonton konten dewasa.

Sastra menghela napas. Zaman benar-benar telah berubah. Anak-anak muda itu misalnya, mengakses konten semacam itu di ranah publik. Ia ingin mengusili mereka, tetapi sayangnya ia sedang sibuk.

Sastra menoleh ke arah Nala, lalu memberikan isyarat menggeleng. Tidak ditemukan pelakunya di lantai dua.

Nala mengacungkan jempol. Gadis itu mendendangkan lagu kedua.

Sastra membuat dirinya tak tersentuh dan tenggelam menembus lantai. Ia berpindah ke lantai satu.

Di lantai itu ada lebih banyak pengunjung, tetapi jauh lebih sedikit asap. Aroma kaldu ayam bersarang di langit-langit, berpusar di sekeliling kipas angin yang diselimuti debu dan sarang laba-laba.

Sastra mengamati keadaan sekitar. Pramusaji yang mengantarkan makanan Nala sedang sibuk melayani sekelompok pelanggan. Jelaslah bahwa pelayan itu bukan penguntitnya, seperti dugaan Nala. Pelayan itu kemungkinan hanya jadi orang suruhan dadakan untuk merekatkan mikrofon itu.

Sastra kemudian melayang turun. Ia mengamati orang-orang yang sedang sibuk dengan smartphone mereka.

Dari sekian orang, tidak ada yang terbukti sedang menguping dengan smartphone di tangan. Namun, seorang pelanggan perempuan dengan busana serba tertutup menarik perhatian Sastra. Orang itu menggunakan jaket putih gading bertudung. Roknya panjang sebetis, berwarna merah gelap, cocok dengan jaketnya. Sepasang boots hitam bertali membungkus kakinya. Dengan busana trendi untuk bergaya seperti itu, sangat aneh jika perempuan itu menggunakan masker dan kacamata hitam ... yah, persis seperti penguntit tak berpengalaman.

Sastra mendekati sosok perempuan itu. Tidak ada smartphone dalam di tangan orang itu. Sementara di mejanya hanya ada segelas teh hangat yang masih utuh.

Perempuan itu tiba-tiba menoleh ke arah Sastra datang. Sulit mengetahui ekspresi perempuan itu, yang tersembunyi di balik masker dan kacamata hitam. Sastra mengubah arah melayangnya, berputar ke belakang perempuan itu. Saat jarak Sastra hanya dua langkah, perempuan itu mengelus tengkuk, tetapi tidak berbuat apa-apa.

"Oh! Orang ini tidak dapat melihat hantu, tetapi dapat merasakannya," seru Sastra. Ia membuat sebuah asumsi, mungkin orang inilah penguntit yang menguping Nala.

Lihat selengkapnya