Lampu neon kota berdentang memecah kegelapan malam yang pekat. Di balik gemerlap gemuruh kehidupan urban, ada rahasia yang tersembunyi—rahasia yang hanya bisa dilihat oleh mereka yang berani menembus batas kenyataan.
Vex berdiri di pinggir jalan, wajahnya tersapu oleh cahaya warna-warni yang berpendar dari papan iklan raksasa. Matanya yang tajam memindai setiap sudut kota, mencari jejak yang akan mengantarkannya pada kebenaran yang selama ini tersembunyi. Masa lalunya adalah teka-teki yang terus membayangi, dan masa depan? Ia tahu, itu tergantung pada keputusan yang akan diambilnya malam ini.
Dalam dunia yang bergerak cepat, di mana teknologi dan intrik berbaur menjadi satu, Vex harus memilih: ikut hanyut dalam arus neon yang memukau atau melawan, menemukan kebenaran di balik tirai gelap yang menutupi kota ini.
Dan malam ini, petualangan itu dimulai.
Lampu neon membanjiri lorong-lorong sempit kota Archeon, memantulkan cahaya warna-warni ke dinding logam berkarat dan genangan air hujan. Hujan kecil menambah aroma besi dan ozon yang menusuk hidung, khas kota cyberpunk yang tidak pernah benar-benar tidur. Di tengah keramaian digital dan hiruk-pikuk manusia, sosok yang dikenal sebagai Vex melangkah dengan tenang, menyusup di antara bayangan dan layar holografik yang berpendar.
Vex bukanlah nama aslinya — itu hanyalah julukan yang ia pilih sejak lama ketika ia menghilang dari dunia nyata dan masuk ke dunia maya. Di dunia ini, ia adalah legenda. Hacker yang tak tertandingi, ahli memecah kode, menghindari pengawasan, dan menari di antara garis keamanan sistem terkuat. Tapi malam ini berbeda. Ada sesuatu yang aneh, sebuah firasat gelap yang merayap masuk ke pikirannya, menyibak tirai rahasia yang selama ini tersembunyi.
Ia duduk di sudut sebuah kafe virtual yang hanya bisa diakses lewat jalur khusus, terhubung dengan dunia nyata melalui neural implant di pelipis kirinya. Layar di depan matanya menampilkan data dan kode yang berbaris cepat, berpuluh-puluh jendela software yang ia kendalikan sekaligus. Tiba-tiba, sebuah pesan terenkripsi muncul, mengganggu aliran kerjanya.
"Jika kau ingin bertahan hidup, temukan 'Proyek Neon' sebelum terlambat," begitu bunyi pesan itu.
Vex menahan napas. 'Proyek Neon'—nama yang belum pernah ia dengar sebelumnya, dan ia tahu itu bukan sesuatu yang bisa dianggap enteng. Di dunia ini, informasi seperti itu bisa jadi jebakan atau undangan maut.
"Siapa yang mengirim ini?" gumamnya, matanya menari cepat menelusuri kode pesan itu. Pemancar sinyalnya disamarkan dengan sangat rapi. Namun, keahliannya memungkinkan Vex melacak setidaknya asal negara sinyal itu—sebuah distrik kelam di bagian bawah kota yang dikenal dengan nama 'The Grid'.
Dengan gesit, Vex menutup semua programnya dan mengenakan jaket hitam tebal, topi dengan visor digital menutupi sebagian wajahnya. Ia melangkah keluar dari apartemennya yang tersembunyi di lantai paling atas sebuah gedung tua. Di bawah sana, suara mesin dan kendaraan terbang bercampur dengan bisikan teknologi yang berkelindan di udara.
"The Grid" bukan tempat untuk orang lemah. Di sana, aturan dibuat oleh mereka yang berkuasa di balik layar, dan Vex tahu ia harus berhati-hati. Tapi ia tak punya pilihan lain. Pesan itu mungkin satu-satunya petunjuk untuk menemukan sesuatu yang bisa menjelaskan kekacauan yang tiba-tiba terjadi dalam sistem digital kota ini.
Langkahnya cepat menembus kerumunan, melewati pasar gelap yang dipenuhi barang-barang ilegal: chip modifikasi otak, perangkat hacking canggih, dan minuman sintetik yang berkilau di bawah sinar neon. Beberapa mata tertuju padanya, tapi Vex tetap fokus, mengetahui betul siapa yang harus dihindari.
Saat ia memasuki sebuah gang sempit yang beraroma oli dan kabel terbakar, ponselnya bergetar. Sebuah pesan lain muncul, lebih pendek dan lebih misterius: "Waktu hampir habis. Jangan percaya siapa pun."
Detak jantungnya meningkat. Siapa yang bermain-main dengan hidupnya? Apakah ini jebakan, atau ada kekuatan lebih besar yang mencoba membangkitkan sesuatu yang lama terkubur?
Vex menghela napas, mengencangkan tangan pada gagang tas berisi perangkat hacking andalannya. Malam ini, ia bukan hanya seorang hacker. Ia adalah pemburu di dunia maya yang penuh bahaya, dengan segelintir teman dan sekutu yang bisa dipercaya. Tapi apakah itu cukup?
Kilatan cahaya dari sebuah drone patroli menyapu gang sempit itu. Vex segera bersembunyi di balik tumpukan kotak logistik. Ia tahu, di kota ini, teknologi bisa menjadi alat penyelamat sekaligus senjata pembunuh.
Dengan naluri tajam, Vex mulai merangkai potongan-potongan teka-teki yang membawa namanya ke dalam pusaran 'Proyek Neon'. Sebuah permainan berbahaya yang tak hanya mempertaruhkan nyawanya, tapi juga masa depan seluruh kota Archeon.
Langkahnya melanjutkan perjalanan di antara bayang-bayang neon yang berdenyut. Kota ini menyimpan rahasia yang siap meledak, dan Vex adalah kunci untuk membukanya—atau menjadi korban selanjutnya dalam permainan berbahaya ini.
Pagi di Archeon jarang memberikan kehangatan. Kabut asap dari pabrik-pabrik yang tak pernah berhenti menghasilkan polusi bergulung di antara gedung-gedung pencakar langit, melingkupi kota dengan warna kelabu yang tak pernah pudar. Namun, di balik awan kelabu itu, lampu-lampu neon masih tetap berdetak seperti jantung mekanik yang tak bisa berhenti.
Vex duduk di meja usang di sebuah warung kopi kecil yang tersembunyi di sudut distrik industri. Sebuah perangkat kecil berkilat tergeletak di depannya—alat yang baru saja ia dapatkan dari pasar gelap semalam. Sebuah prosesor eksperimental yang katanya bisa menembus firewall paling kompleks sekalipun. Tapi harganya membuatnya berpikir dua kali.
Di dalam otaknya, jutaan baris kode berputar, mencoba mengurai misteri 'Proyek Neon' yang perlahan menjadi semakin nyata. Pesan misterius itu mengusik pikirannya, seperti virus yang menyebar dalam sistem keamanan jiwanya sendiri.
"Tapi siapa yang mengirim pesan itu?" gumam Vex, memiringkan kepala saat melihat layar holografik yang memproyeksikan data-datanya.
Tiba-tiba, layar itu bergetar dan berubah menjadi gelap. Layar holografik itu disusupi serangan digital secara langsung—upaya peretasan balasan yang ganas dan cepat. Vex segera menarik tangannya, mengaktifkan sistem pertahanan internal neural implantnya.
"Serangan balik... mereka tahu aku mencari mereka," pikirnya, menekan beberapa tombol di sarung tangan digitalnya. Kode-kode pertahanan bermunculan di udara seperti benteng tak terlihat.
Setelah beberapa detik tegang, serangan itu hilang secepat datangnya. Namun, Vex tahu ini bukan hanya masalah pribadi. Ada sesuatu yang jauh lebih besar dari sekadar permainan hacker biasa.
"Proyek Neon bukan sekadar rahasia pemerintah atau perusahaan teknologi besar," katanya pelan, "Ini sesuatu yang bisa mengubah keseimbangan dunia."
Ia teringat pertemuannya beberapa tahun lalu dengan seorang informan bernama Sylas, hacker legendaris yang tiba-tiba menghilang setelah meninggalkan pesan samar tentang sebuah teknologi yang bisa mengontrol pikiran manusia melalui jaringan digital. Sejak itu, Vex tidak pernah lagi mendengar kabar tentang Sylas.